Share

Bab 7

Kakak ipar dan adik ipar begitu dekat dan mereka tidak takut dibicarakan orang.

Wiley hendak menghentikan kepala pelayan, tetapi mendapati Miana yang duduk di kursi belakang sudah membuka pintu dan keluar dari mobil.

Mendengar ucapan kepala pelayan tadi, Miana sudah bisa menebak bahwa pingsannya Kakek disebabkan oleh kemunculan Janice.

Miana sudah mengingatkan Henry sebelumnya, tetapi Henry tidak memercayainya.

Sekarang Kakek pingsan karena marah, dia pun bertanya-tanya bagaimana perasaan Henry saat ini.

Mungkin saja Henry tidak merasakan apa-apa.

Lagi pula, Henry tidak peduli pada siapa pun kecuali Janice.

Ketika kepala pelayan melihat Miana, dia menjadi sedikit emosional sampai tanpa sadar suaranya meninggi, "Nyonya, cepat ikut saya!"

Miana mengikutinya sambil bertanya, "Sudah panggil dokter keluarga?"

"Sudah, butuh dua puluh menit untuk bisa tiba."

"Sudah buka jendelanya untuk ventilasi?"

"Semua jendela sudah dibuka."

Miana mengerutkan bibirnya, lalu mempercepat langkahnya.

Saat tiba di depan pintu, suara tangis rendah Janice sudah terdengar olehnya.

Miana mengernyit, lalu berkata pelan, "Pak Agam, kamu antar Nona Janice kembali ke kamarnya untuk beristirahat, jangan mengganggu Kakek."

Kakek pingsan karena dibuat marah oleh Janice, tetapi Janice masih berpura-pura menangis di sini.

Sikapnya itu sungguh menjengkelkan.

"Baik, saya akan segera antar dia pergi!" balas Pak Agam, lalu buru-buru masuk.

Miana berdiri di pintu masuk, mengganti sepatu dengan sandal rumah sebelum berjalan masuk.

Pak Agam berdiri di depan Janice dan berkata dengan pelan, "Nona Janice pasti sudah lelah, biar saya antara Nona kembali ke kamar untuk beristirahat."

Dia tidak pernah menyukai Janice.

Karena cara bicara Janice selalu manja dan dia sebentar-bentar suka menangis.

Setelah melihat Miana masuk dari pintu dengan penampilan yang anggun dan sangat cantik, Janice menengadah menatap Henry, mendapati Henry juga sedang memandang Miana, hatinya merasa sedikit cemburu, dia pun menggigit bibirnya dan berkata dengan sedih, "Ini salahku, aku sudah membuat Kakek pingsan, aku pergi dulu."

Meskipun berkata seperti itu, dia tetap tidak bergerak.

Pak Agam merasa tidak nyaman, tetapi tidak berani memaksanya.

Henry mengerutkan kening dan berkata dengan lembut, "Kamu naik dulu, istirahatlah, nanti kalau Kakek sudah bangun baru turun."

Janice berdiri dengan patuh, tetapi detik berikutnya tubuhnya jatuh belakang.

"Henry, tolong aku!" serunya.

Henry bergegas menangkapnya, mengernyit dan berseru, "Kenapa begitu nggak hati-hati!"

"Kakiku mati rasa karena duduk terlalu lama." Janice memeluk leher Henry dan lanjut berkata, "Turunkan aku dulu."

Pak Agam memalingkan wajahnya dalam diam.

'Kakak ipar dan adik ipar begitu dekat dan mereka tidak takut dibicarakan orang!'

'Moral sosial sekarang makin memburuk.'

"Aku akan mengantarmu ke atas." Begitu Henry berbalik, dia melihat Miana sudah berdiri di belakangnya dan ekspresi wajahnya langsung berubah dingin. "Kenapa kamu berjalan tanpa suara!"

Miana melangkah ke samping, membuka jalan, dan berkata, "Kamu sendiri yang sedang nggak fokus, jadi nggak mendengar suara langkahku."

Jika itu terjadi di masa lalu, Miana pasti akan marah ketika melihat adegan tersebut, bahkan akan meminta Henry untuk menurunkan Janice.

Namun, dia sekarang telah memutuskan untuk bercerai, jadi sudah tidak berhak menghentikan perilaku Henry sekalipun hatinya merasa tidak nyaman.

"Miana, jangan salah paham, barusan kakiku mati rasa dan aku hampir terjatuh. Henry hanya menolongku," jelas Janice dengan buru-buru, seakan-akan takut Miana akan marah.

Sepasang mata indah Miana menyipit, sudut bibirnya melengkung sedikit. "Aku nggak salah paham, nggak perlu menjelaskan urusan kalian padaku."

Suara Miana begitu lembut, seolah-olah dia sedang mengatakan kepada Janice bahwa cuaca hari ini cukup bagus.

Respons Miana seperti itu membuat Janice terkejut.

Dia pikir Miana akan marah, tetapi dia tidak menyangka Miana akan berbicara dengan tenang seperti itu.

'Kenapa sikap Miana tiba-tiba berubah?'

'Atau mungkin Kakek sudah bangun, jadi dia sengaja bersikap seperti itu di depan Kakek?'

Janice segera mengalihkan pikirannya dan berkata pelan, "Henry, turunkan aku, Miana sepertinya benar-benar salah paham."

Henry mengerutkan kening dan berseru, "Miana, hentikan sikap anehmu itu!"

Setelah mengatakan itu, dia menggendong Janice dan pergi.

Miana ....'

'Apa yang barusan dia katakan? Kenapa sikapnya jadi sangat aneh?'

Kepala pelayan merasa sedikit kasihan pada Miana, mencoba menghiburnya, "Nyonya, jangan sedih, cepatlah periksa keadaan Pak Eddy!"

Miana mengangguk dan berjalan menuju sofa.

Alhasil, begitu dia mendekati sofa, Eddy yang tadinya terbaring tak sadarkan diri itu tiba-tiba duduk.

Miana terkejut dan berseru, "Kakek ....?"

'Bukankah Kakek pingsan?'

'Apa yang terjadi?'

"Mia, cepat duduk dan ngobrol sama Kakek! Agam, kamu cepat pergi ke dapur, minta mereka segera mulai memasak, aku dan Mia sudah lapar!" Eddy terlihat begitu bersemangat, sama sekali tidak terlihat seperti orang yang baru pingsan.

Pak Agam merasa lega setelah melihat Eddy seperti itu.

Dia benar-benar takut terjadi sesuatu pada Eddy sebelumnya.

"Aku nggak melihat wanita itu, tapi dia ngotot datang ke sini, jadi aku terpaksa berpura-pura pingsan!" Eddy tidak menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Janice.

Dia usianya yang sekarang, dia tentu sudah banyak makan garam.

Trik-trik kecil Janice mungkin bisa menipu orang lain, tetapi tidak dengan dirinya.

Eddy sungguh tidak ingin melihat Janice.

Miana terhibur dengan kata-katanya. "Kakek, jangan bercanda seperti ini lagi ke depannya, aku akan khawatir!"

Batu yang membebani hatinya pun terangkat.

Dia merasa lega mengetahui Kakek baik-baik saja.

Tidak lama kemudian, Pak Agam sudah kembali dan berkata, "Pak Eddy, Nyonya, makan malam sudah siap."

Eddy segera meraih tangan Miana dan berseru, "Mia, ayo! Kita pergi makan!"

Miana dengan patuh mengikuti Eddy sambil bertanya dengan prihatin, "Kakek, bagaimana kesehatanmu akhir-akhir ini? Kakek minum obat tekanan darah tinggi tepat waktu setiap hari, 'kan?"

Eddy menjawab sambil tersenyum, "Jangan khawatir, Mia, sebelum melihat kamu dan Henry punya anak, aku nggak akan mati!"

Miana mengerutkan kening dan berkata, "Kakek akan berumur panjang, jangan bicara tentang kematian!"

Eddy tertawa dan berkata, "Aku hidup sampai hari kelahiran anak kamu dan Henry sudah cukup, hidup terlalu lama itu menyebalkan!"

Miana memegang tangan Eddy dan berkata dengan lembut, "Kalau Kakek meninggal, nggak ada lagi orang yang sayang padaku di dunia ini!"

Dia punya keluarga, tetapi mereka hanya membencinya, tidak ada rasa cinta untuknya.

Eddy merasa sedih mendengar ucapan itu. "Kalau begitu aku akan hidup panjang umur!"

'Henry berengsek itu nggak tahu cara menyayangi istrinya, keluarganya juga nggak peduli padanya, Mia sungguh malang.'

"Demi kesehatan Kakek, Kakek harus tepat waktu makan dan minum obat dengan baik, nggak boleh marah-marah." Setelah mengingatkan hal tersebut dalam satu tarikan napas, Miana membantu Eddy berdiri dan berkata, "Ayo, kita pergi makan dulu!"

Henry masuk tepat ketika mereka baru duduk di depan meja makan.

Melihat keduanya bercakap-cakap dengan gembira, Henry pun mengernyit dan berkata, "Kakek, usiamu sudah lanjut, tapi masih berpura-pura pingsan!"

Kesehatan kakeknya memang tidak baik, jadi dia tadi sedikit khawatir karena mengira kakeknya benar-benar pingsan.

Namun, ternyata itu hanya sandiwara kakeknya.

Eddy memelototi Henry, mendengkus dingin dan berkata, "Kamu tahu aku nggak ingin melihat wanita itu, tapi kamu tetap membawanya kemari. Kalau aku nggak pingsan, aku yang harus melihat kepura-puraannya wanita itu dan ini menjengkelkan!"

Dia selalu terang-terangan menunjukkan bahwa dia tidak suka Janice dan melarang Janice muncul di hadapannya. Namun, setiap kali dia meminta Henry dan Miana untuk pulang ke rumah lama, Janice selalu ikut datang.

Dia sungguh tidak mengerti bagaimana Janice bisa begitu bermuka tebal.

"Janice juga cucu menantumu, Miana boleh datang kemari, kenapa dia nggak boleh datang?" tanya Henry.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status