Share

Bab 8

Eddy hampir mati berdiri karena marah mendengar pertanyaan Henry.

Henry terkenal di dunia bisnis karena kecerdasannya.

Namun, setiap kali berbicara tentang Janice, dia seperti tidak menggunakan otaknya.

Miana dengan tenang menyendok semangkuk sup untuk Eddy, lalu meletakkannya di depannya sambil berkata dengan lembut, "Kakek, minumlah sup dulu."

Eddy mengambil mangkuk itu dan menyesap sup di dalamnya. Amarahnya mereda. Setelah meletakkan mangkuk itu, dia kembali menatap Henry dengan tajam dan berkata, "Karena kamu menanyakan itu, aku akan beri tahu kamu alasannya."

"Mia selalu memasak untukku setiap kali dia datang kemari, dia juga tahu apa yang aku suka makan, kalau ada ikan, dia akan memilah tulang ikan untukku. Mia sangat memperhatikanku!"

"Sedangkan Janice? Setiap kali dia hanya duduk di sofa, berlagak menjadi nona besar dan membiarkan para pembantu melayaninya. Semua pembantu di rumah harus memprioritaskannya, siapa yang akan menjagaku!"

Saat mengatakan itu, raut wajah Eddy sudah terlihat sangat masam.

Keduanya sama-sama tumbuh besar di keluarga kaya, tetapi sifat mereka begitu jauh berbeda.

"Di rumah ada koki, kenapa harus memasak sendiri? Selain itu, para pembantu di rumah dipekerjakan memang untuk melayani majikan. Janice dimanjakan sejak kecil, tentu saja butuh pembantu untuk melayaninya," ujar Henry sambil melirik ke Miana.

Baik saat bekerja maupun saat di rumah, Miana mengenakan pakaian yang formal. Setiap saat berpenampilan elegan sebagai Nyonya Jirgan.

Bahkan, saat di atas kasur pun dia berpenampilan membosankan.

Saat bersamanya, Henry selalu merasa ada sesuatu yang kurang.

Akan tetapi, kakeknya sangat menyukai Miana.

Tiga tahun lalu, kakeknya yang membuat keputusan agar dia menikahi Miana.

Cahaya di mata Miana meredup. Saat dia menundukkan kepalanya untuk meminum sup, tangannya yang memegang sendok sedikit bergetar.

Di mata Henry, semua yang dia lakukan tidak ada artinya.

Dia bekerja, Henry mengatakan itu hanya pekerjaan biasa.

Dia memasak, Henry mengatakan ada koki di rumah, jadi tidak perlu memasak sendiri.

Namun, Henry sudah makan masakannya selama tiga tahun.

Sungguh ironis.

"Kakakmu sudah meninggal dan dia belum menikah lagi, jadi dia masih kakak iparmu. Orang yang seharusnya kamu lindungi adalah istrimu sendiri, bukan kakak iparmu!" seru Eddy yang mulai sedikit marah.

Dia tidak pernah bisa mengerti mengapa Henry begitu peduli pada Janice setelah kakaknya meninggal, padahal saat kakaknya menikah, dia tidak memperbuatkannya?

"Janice hamil," jawab Henry dengan datar.

Setelah kakaknya meninggal, dia merasa memiliki kewajiban untuk menjaga Janice.

Terlebih lagi, Janice pernah menyelamatkan nyawanya saat dia masih kecil.

Sekarang Janice sedang hamil, dia harus memastikan keselamatan ibu dan anak itu.

"Henry ...." Eddy tersentak mendengar itu, lalu terbatuk hebat sebelum sempat memarahinya.

'Anak siapa itu!'

Miana segera berdiri, menepuk-nepuk punggung Eddy sambil berkata, "Sudah, jangan marah, itu nggak baik untuk kesehatan Kakek!"

Suaranya saat mengatakan itu begitu lembut.

Seolah-olah bukan dia yang duduk di sini dan mendengarkan percakapan mereka tadi.

Eddy memegang tangan Miana dengan mata berkaca-kaca sambil berkata, "Mia, Kakek minta maaf padamu!"

Jika bukan karena dirinya memaksa mereka menikah tiga tahun lalu, Mia pasti akan lebih bahagia dari sekarang.

Henry mengatup-ngatupkan bibirnya, raut wajahnya menggelap, terlihat jelas dia tidak senang.

Miana tersenyum dan berkata, "Kakek memperlakukanku seperti cucu kandung sendiri, Kakek nggak bersalah padaku, sudah, jangan membicarakan hal ini lagi, ayo makan dulu."

Jika dia mendengar Henry berkata seperti itu sebelumnya, dia pasti akan sedih.

Namun, sejak memutuskan untuk bercerai, dia mulai belajar berdamai dengan dirinya sendiri, emosinya tidak lagi bergejolak seperti dulu.

Melihat senyuman di wajah Miana, Eddy entah mengapa merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Mia, duduklah, ayo makan, aku baik-baik saja."

'Mia pasti merasa nggak nyaman karena Janice sedang hamil.'

'Masalah ini harus ditangani dengan baik, kalau nggak, hati Mia akan hancur.'

Miana menuruti ucapan Kakek, kembali duduk, lalu makan dengan tenang dan anggun.

Di mata Henry, wanita di depannya ini seperti segelas air putih, hambar dan tidak menarik.

Setelah makan malam, Eddy meminta Henry dan Miana menemaninya jalan santai.

Di taman, dia meletakkan tangan Miana ke tangan Henry dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Keinginan terbesar Kakek dalam hidup ini adalah melihat kalian menjalani hidup bersama sampai akhir hayat. Sekarang, berjanjilah di hadapanku, kalian nggak akan pernah berpisah, nggak boleh bercerai!"

Henry mengangkat alisnya, melirik Miana, dan lengkungan yang samar muncul di sudut bibirnya.

'Di depanku, dia bersikeras bilang ingin bercerai, tapi sekarang mencari dukungan dari Kakek.'

'Aku tahu, Miana, kamu sebenarnya nggak ingin bercerai.'

Miana melirik Henry tanpa mengatakan apa pun.

Karena sudah memutuskan untuk bercerai, dia tentu tidak akan membuat janji itu di hadapan Kakek.

Dia tidak ingin membohongi Kakek dengan membuat janji palsu.

Melihat kedua orang itu diam, Eddy pun menjadi marah dan bertanya, "Kalian sudah membicarakan perceraian ya!"

Dia tahu betul berita tren tagar mengenai Henry belakangan ini. Jika dia berada di posisi Miana, dia juga akan mengajukan perceraian.

Meskipun menurutnya Henry bukan pasangan yang cocok untuk Miana, dia tetap dengan egois ingin Miana tetap bersama Henry.

"Aku berjanji, aku akan terus bersama dengan Miana seumur hidupku dan nggak akan pernah bercerai dengannya." Melihat kakeknya marah, Henry segera berjanji.

Sekalipun Miana kaku dan tidak menarik, dia tidak pernah berpikir untuk mengganti istri, mungkin karena dia sudah terbiasa.

Miana memandang pria di depannya, di bawah lampu jalan yang redup, dia mendapati mata pria itu penuh kelembutan.

Pada saat ini, dia tiba-tiba merasa ingin mencoba lagi dengan Henry.

Setelah mencobanya, dia tidak akan menyesal meski hasilnya tidak baik.

Miana pun mengangguk kecil.

Eddy menghela napas lega dan berkata dengan gembira, "Henry, karena kamu sudah berjanji, kamu harus menepatinya! Di luar dingin, aku akan kembali ke kamar untuk beristirahat dulu, kalian bisa lanjut jalan-jalan sambil bergandengan tangan."

Setelah mengatakan itu, dia meminta Agam untuk menuntunnya kembali ke kamar.

Miana memiringkan kepalanya, melihat Henry dan bertanya, "Apa kamu masih ingin aku yang menyelesaikan masalah tren tagar Janice itu?"

Tangan kecil lembut wanita itu di atas telapak tangannya dan suara lembut wanita itu masuk ke telinganya. Henry menunduk, sepasang matanya bertemu sepasang mata indah yang memikat itu, membuatnya merasakan sesuatu.

Hanya dengan satu tarikan, wanita itu jatuh ke dalam pelukannya.

Kepalanya menunduk lebih dalam dan bibir seksinya menutupi bibir yang lembut itu.

"Nyonya Jirgan harus menyelesaikan masalahku dulu sekarang."

Suaranya terdengar seperti iblis yang sedang menggoda mangsanya, membuat hati orang berdebar kencang.

Tubuh mereka sangat dekat, Miana dengan jelas merasakan perubahan pada tubuh pria itu dan wajahnya pun memerah.

"Henry, ini di taman!"

'Si mesum ini!'

"Kakek pasti sudah memerintahkan para pembantu untuk nggak keluar, jadi Nyonya Jirgan nggak perlu khawatir akan ada orang yang melihat kita." Henry menggigit daun telinga Miana dan berbisik, "Nyonya Jirgan sudah basah seperti ini, kelihatannya sudah sangat menginginkanku."

Jari-jari Henry menggeliat di dalam tubuhnya. Tubuh Miana, yang telah dibuat mencapai euforia oleh Henry, segera melunak dan menempel erat pada Henry.

"Henry, jangan di sini."

Miana, dengan sisa rasionalnya, menggenggam erat ujung gaunnya, tidak membiarkan Henry berhasil.

Sekalipun tidak ada pembatu yang keluar, mereka sekarang berada di taman.

"Nyonya Jirgan nggak ingin mencoba bagaimana rasanya berada di luar, hmm?" Suara yang ditarik panjang itu terdengar penuh nafsu dan menggoda.

Sepasang mata indah Mina telah diwarnai dengan nafsu. "Henry ... hmm ...."

Saat berbicara, dia menyadari bahwa suaranya menjadi begitu sensual, seakan-akan dia sedang mengundang pria di depannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status