Share

Bab 4

Kedua bibir Henry saling menekan dan sepasang mata hitam pekatnya tertuju pada Sherry. "Dia mengalami kecelakaan mobil?" tanya Henry.

Seketika, Henry teringat panggilan telepon dari Miana tadi malam.

'Kalau itu benar ....'

Pada saat ini, pintu kamar rawat terbuka dan Miana masuk dengan aura yang dingin.

Saat Janice melihat Miana, matanya memancarkan rasa kebenciannya, tetapi dia segera menyembunyikannya dan berkata dengan tergesa-gesa, "Baru saja kudengar kamu mengalami kecelakaan mobil, cepat kemarilah, biar aku lihat apakah kamu terluka parah atau nggak?" Sikapnya ini seolah-olah sangat peduli pada Miana.

Pada saat ini, raut wajah Henry mengelap.

'Bisa-bisanya Miana bersekongkol dengan sahabatnya untuk membohongiku.'

Miana berjalan mendekat, lalu menarik Sherry ke belakangnya dan berkata, "Kamu pergi dulu, biar aku yang tangani masalah ini."

Sherry buru-buru berkata, "Aku sungguh nggak melakukan apa pun, dia sendiri yang menampar dirinya!"

Miana menyela, "Aku tahu, kamu pergi dulu."

Miana sekarang tidak yakin apa yang akan dilakukan Henry, tetapi dia tahu bahwa Sherry tidak akan mendapatkan keuntungan sama sekali dengan tetap berada di sini.

Sherry menggigit bibirnya sebelum berjalan keluar dengan mata merah.

Wiley melirik Henry sejenak, lalu juga meninggalkan kamar rawat.

Di dalam ruangan itu dalam sekejap hanya tersisa tiga orang.

Miana berjalan ke sisi ranjang rumah sakit, memandang Janice dari atas dan bertanya, "Kudengar kamu ditampar, apa lukanya parah? Sudah melakukan pemeriksaan?"

Sidik jari di wajah Janice sudah menjadi samar, jadi tidak memenuhi standar pemeriksaan lagi.

Janice menggigit bibirnya, memandang Miana dengan tatapan sedih sambil berkata, "Dia memukulku di bagian yang nggak terlihat, jadi nggak bisa diperiksa! Terserah kamu percaya atau nggak kalau dia sudah memukulku!"

"Apa kamu bodoh? Dia memukulmu di bagian lain, tapi kamu nggak mengatakannya! Bagaimana kalau terjadi sesuatu?" seru Henry yang marah pada Janice.

Mata Janice seketika berkaca-kaca dan dia berkata, "Aku nggak ingin, karena diriku, kamu dan Miana ribut. Kupikir, karena nggak ada yang salah dengan tubuhku, jadi aku nggak perlu mengatakannya!"

Ekspresi Henry makin masam dan dia berkata, "Masalahmu sendiri belum selesai, tapi kamu masih khawatir urusanku dengan dia. Sungguh, ada yang salah dengan otakmu!"

Nada suaranya dingin, tetapi penuh dengan perhatian.

Miana berdiri di sana melihat semua interaksi itu. Jelas-jelas hubungannya dengan Henry yang paling dekat, tetapi saat ini dia merasa seperti orang asing yang tidak dapat berbaur di antara mereka.

Saat berada di keluarga Senora, dia juga seperti orang asing di keluarga itu.

Hatinya mulai terasa sedikit sakit.

Janice memelototi Henry dan berkata dengan marah, "Hubungan kalian berdua sudah buruk dan kamu selalu terlihat masam di depanku, ini membuatku merasa nggak nyaman! Intinya, suasana hatimu memengaruhi suasana hatiku, bagaimana aku bisa nggak khawatir?"

"Logikamu itu sangat aneh!" hardik Henry dengan ekspresi masam. "Mulai sekarang, jangan ikut campur urusanku!" tambahnya.

"Siapa yang ingin ikut campur! Hmph!" Janice mendengkus dengan manja.

Henry meliriknya sejenak dan berkata, "Aku akan panggil dokter untuk memeriksamu!"

Setelah mengatakan itu, dia menekan tombol panggilan.

Miana menarik napas panjang dalam diam, berusaha keras menekan rasa sakit di hatinya.

Dia teringat, awal tahun ini, dirinya sakit parah dan harus dirawat di rumah sakit selama setengah bulan, Henry tidak pernah sekali pun datang menjenguknya.

Pada saat itu, dia selalu menipu dirinya sendiri dan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa Henry sangat sibuk, jadi tidak punya waktu untuk datang.

Namun, sekarang melihat situasi ini, dia tidak bisa lagi membohongi dirinya sendiri.

Bukan karena Henry tidak punya waktu, dia hanya tidak peduli karena orang yang sakit bukanlah Janice.

....

Ketika dokter datang untuk memeriksa Janice, Henry meraih tangan Miana dan berjalan keluar.

Sambil menatap punggung dua orang itu, Janice mengepalkan tangannya yang di bawah selimut dengan erat.

Setelah keluar dari kamar rawat, Miana melepaskan tangan Henry dan berdiri berhadapan dengannya, "Henry, kita perlu bicara!"

"Oke, kita bicara tentang tren tagar semalam dulu." Tatapan Henry pada Miana tidak menunjukkan sedikit pun kehangatan.

Tiga tahun lalu, dia menikahi Miana karena terpaksa.

Sekalipun sudah tidur bersama selama tiga tahun, dia tidak pernah memiliki perasaan sedikit pun pada Miana.

Dia mengizinkan Miana cemburu, tetapi tidak akan pernah mengizinkan Miana membeli tren tagar untuk merusak reputasi Janice hanya karena rasa cemburu.

Miana mengernyit dan berkata dengan nada dingin, "Sudah kubilang, bukan aku yang membeli tren tagar itu! Aku nggak akan pernah mengakui sesuatu yang nggak kulakukan!"

Tren tagar itu sudah dihilangkan, siapa pun sudah tidak bisa menemukan berita itu di internet, tetapi Henry tetap membicarakan masalah tren tagar itu dengan Miana.

Miana pun merasa sikap Henry itu sedikit keterlaluan!

"Apa yang sudah kuputuskan nggak akan berubah! Kuberi kamu waktu setengah hari untuk memikirkannya. Beri tahu aku keputusanmu paling lambat sebelum jam pulang kerjamu hari ini!" Nada suara Henry begitu tegas, tersirat maksudnya bahwa sekalipun Miana tidak setuju, hasil akhirnya tidak akan berubah.

Miana menatap Henry yang memancarkan aura dingin dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Kamu bahkan nggak punya bukti dan langsung menyalahkanku, bukankah ini keterlaluan?"

Miana mengatakan setiap kata dengan penuh penekanan dan dengan ekspresi sangat dingin.

Dia merasa Henry sudah terlalu kejam pada dirinya.

"Janice baru memenangkan penghargaan, berita negatif apa pun akan berakibat fatal baginya! Pokoknya masalah ini akan diselesaikan seperti itu!"

Miana tiba-tiba tertawa dan berkata, "Untuk membersihkan nama Janice, kamu mendorongku ke dalam jurang! Henry, apa kamu pernah memikirkan apa konsekuensinya bagiku saat kamu mengatakan itu?"

'Dia pasti nggak memikirkan hal itu.'

'Kalau nggak, dia nggak akan mungkin mengatakan hal seperti itu.'

Henry mengatup-ngatupkan bibirnya sebelum berkata, "Apa uang saku dua ratus juta per bulan yang kuberikan padamu masih belum cukup? Kamu yang bersikeras ingin bekerja! Kebetulan, ini kesempatan bagus untuk kamu berhenti bekerja. Kamu cukup berada di rumah dan melayaniku dengan baik!"

Ekspresi Miana mulai sedikit pucat, dia berkata dengan tegas, "Dua ratus juta yang kamu berikan tiap bulan itu semuanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, aku pribadi nggak menghabiskan uangmu! Selain itu, aku sangat menyukai pekerjaanku saat ini dan nggak pernah berpikir untuk berhenti! Kalau kamu merasa aku kurang melayanimu karena bekerja, kamu cari beberapa pembantu lagi untuk melayanimu!"

Memang benar Henry memberinya dua ratus juta setiap bulan, tetapi pengeluaran untuk kebutuhan rumah sebelum begitu besar hingga dua ratus juta pun tidak cukup.

Sementara sebagian besar gaji Miana digunakan untuk membayar biaya rawat inap neneknya.

Jika berhenti bekerja, dia sama sekali tidak akan mampu membayar biaya rumah sakit neneknya hanya dengan mendapatkan uang bulanan sebesar dua ratus juta itu.

Oleh karena itu, bagaimana mungkin dia berhenti bekerja!

Henry menekan tiba-tiba menekan Miana ke dinding, menatapnya dengan tatapan berbahaya sambil berkata, "Aku menikahimu untuk melayaniku sepenuh hati, bukan untuk membiarkan para pembantu menggantikan tugasmu! Kalau kamu merasa uang saku dua ratus juta nggak cukup, aku bisa tambahkan dua ratus juta lagi bulan ini!"

Bagi Miana, perkataan Henry terdengar seperti memberinya sedekah.

Miana merasa sangat sedih di dalam hatinya.

Selama tiga tahun pernikahan, Henry sepertinya tidak pernah menganggapnya sebagai istri, sebagai anggota keluarga.

Dirinya hanya dianggap sebagai aksesori.

Hanya dianggap sebagai teman tidur untuk melampiaskan hasrat yang berlebih.

"Setelah kamu berhenti bekerja, kamu bisa menghabiskan waktu dengan para istri dari kalangan atas, menjalin hubungan baik dengan mereka. Dengan begitu, akan lebih mudah untuk bekerja sama di masa depan!" Menurut Henry, beginilah kehidupan para istri di kalangan atas. Miana sebagai istrinya juga seharusnya begitu.

Miana menarik napas dalam-dalam, lalu berkata perlahan, "Kenapa kamu nggak membiarkan Janice tinggal di rumah dan menjadi nona besar di keluarga Jirgan?"

Janice menikah dengan kakaknya Henry, tetapi dia masih bisa mengikuti kompetisi di luar.

Bukankah Janice juga memiliki karier di luar?

"Kamu dan Janice berbeda! Janice memiliki panggungnya sendiri, dia bisa bersinar di atas panggung, sedangkan kamu hanya memiliki pekerjaan biasa. Kamu nggak bekerja pun nggak akan ada bedanya, jadi lebih baik menjadi Nyonya Jirgan dengan tenang." Henry mengangkat dagu Miana dan mata mereka saling bertemu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status