Share

Menikahlah Denganku

Author: THANISA
last update Huling Na-update: 2025-03-06 20:54:24

Perjalanan menuju rumah baru itu tidak berjalan dengan tenang, sama sekali tidak.

Di kursi belakang, Elera duduk dengan tangan terlipat di dada, menatap Leon tajam. Sementara itu, Leon tetap bersikap santai, menanggapi setiap protesnya dengan ekspresi dingin seolah tidak peduli.

Di kursi pengemudi, Dante hanya bisa menahan tawa, menikmati pertengkaran kecil yang terjadi di belakangnya.

"Aku tidak percaya aku harus ikut denganmu!" gerutu Elera, menggerutu untuk kesekian kalinya sejak mereka meninggalkan apartemennya.

Leon tetap tenang, matanya tetap lurus ke depan. "Kau tidak punya pilihan, Dokter."

Elera mendesis. "Oh, aku punya banyak pilihan, kau saja yang tidak memberikannya padaku!"

Leon meliriknya sekilas sebelum kembali menatap jalan. "Kalau begitu, silakan keluar dari mobil ini sekarang juga. Lihat seberapa jauh kau bisa bertahan di luar sana dengan Sergio yang mengincarmu."

Elera terdiam sejenak, tetapi bukan karena ia kalah. Lebih karena ia tahu Leon benar.

Dante menyeringai dari kursi pengemudi, sesekali melirik ke kaca spion. "Sial, aku tidak menyangka akan melihat Leon berdebat seperti pasangan menikah di kursi belakang mobil."

Leon mendengus. "Diam, Dante."

Dante tertawa kecil, tetapi tetap mengemudi dengan santai. "Kau tahu, El, biasanya tidak ada yang berani membantah bos kita sebanyak ini. Kau mungkin wanita pertama yang selamat setelah mendebatnya lebih dari lima menit."

Elera mendelik ke arahnya. "Itu karena aku bukan bawahannya."

Leon menyilangkan tangan di dada, tidak terganggu sama sekali. "Tapi kau juga bukan orang bebas sekarang."

Elera hampir melempar sesuatu ke arahnya kalau saja dia punya sesuatu di tangannya.

Dante kembali terkekeh, jelas sangat menikmati situasi ini. "Aku bersumpah, perjalanan ini lebih menghibur daripada menonton film aksi."

"Kalau begitu, aku harap perjalanan ini segera berakhir," kata Elera datar, lalu menoleh keluar jendela.

Tetapi kemudian, ekspresinya berubah.

"Tunggu… Ini bukan jalan menuju mansionmu," gumamnya, keningnya berkerut.

Leon hanya mengangkat bahu. "Aku tidak pernah bilang kita akan tinggal di sana."

Elera menoleh tajam. "Lalu, kita akan ke mana?"

Leon tidak menjawab.

Beberapa menit kemudian, mobil mereka memasuki area perumahan mewah di pusat kota. Rumah-rumah besar berjajar rapi di kedua sisi jalan, dengan desain modern yang elegan, halaman luas, dan sistem keamanan tingkat tinggi.

Elera semakin bingung.

Dan kebingungannya berubah menjadi keterkejutan total saat Dante menghentikan mobil di depan sebuah rumah modern berdesain minimalis tetapi tetap mewah.

Rumah itu memiliki eksterior kaca besar dengan kombinasi kayu hitam yang mengilap. Terlihat mahal, eksklusif, dan sama sekali bukan mansion mafia di pinggiran kota.

Elera menatap rumah itu dengan mata membesar. "Ini… rumah siapa?"

Leon dengan santai membuka pintu mobilnya dan keluar. "Rumah kita."

Elera membelalak.

"Apa?!"

Dante tertawa kecil, menepuk setir. "Kurasa ini bagian terbaik dari perjalanan ini."

Elera segera keluar dari mobil, berdiri di samping Leon dengan ekspresi penuh protes. "Tunggu, aku pikir kita akan ke mansionmu!"

Leon menutup pintu mobil dan berjalan ke arah pintu depan rumah. "Kenapa harus ke mansion? Aku tidak perlu semua orang tahu di mana kau tinggal sekarang."

Elera berusaha mengejar langkahnya. "Tapi—"

Leon berhenti di depan pintu dan berbalik menghadapnya, menatapnya tanpa ekspresi. "Kau bilang rumah sakitmu terlalu jauh dari tempat persembunyianku. Jadi, aku membelikan rumah di pusat kota agar lebih nyaman untukmu. Masalah selesai."

Elera hampir tersedak udara. "Kau… membelikan rumah ini hanya karena aku?"

Leon mengangkat satu alis. "Aku membeli rumah ini karena aku menginginkannya. Fakta bahwa rumah ini juga cocok untukmu hanyalah kebetulan."

Elera mendengus. "Tentu saja."

Dante masih terkekeh di belakang mereka, jelas menikmati interaksi ini. "Kurasa kau harus menerima kenyataan, El. Bos kita sudah mempersiapkan semuanya."

Elera menghela napas panjang, lalu akhirnya masuk ke dalam rumah bersama Leon.

Begitu pintu terbuka, interior rumah yang luas dan modern menyambutnya. Dinding putih bersih berpadu dengan lantai kayu gelap yang mengilap. Ruang tamu luas dengan sofa kulit hitam dan perapian modern yang menyala redup. Dapur terbuka di sudut ruangan, lengkap dengan peralatan dapur mutakhir.

Rumah ini… terasa mahal, tetapi anehnya nyaman.

Elera mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Rumah ini terasa… berbeda dari mansionmu."

Leon melepas jasnya dan menggantungkannya di dekat pintu. "Tentu saja berbeda. Ini bukan rumah keluarga. Ini rumah kita."

Elera menghentikan langkahnya.

"Kau bisa berhenti menyebutnya seperti itu?" katanya kesal.

Leon menyeringai tipis, tetapi tidak menjawab.

Elera mengerang frustrasi, lalu mulai berjalan ke tangga. "Di mana kamarku?"

Leon menyandarkan dirinya ke dapur, melipat tangan di dada. "Lantai atas."

Elera menaiki anak tangga pertama. Tetapi baru saja ia hendak naik lebih jauh, suara Leon kembali terdengar.

"Kamar kita ada di lantai atas."

Langkah Elera langsung terhenti.

Ia berbalik perlahan, menatap Leon dengan ekspresi syok. "Kamar kita?"

Leon tetap santai. "Aku tidak ingat pernah mengatakan bahwa aku menyiapkan dua kamar."

Elera hampir tersedak udara. "Leon! Aku tidak bisa tidur sekamar denganmu!"

Leon berjalan mendekatinya dengan langkah santai, membuat Elera tanpa sadar mundur satu langkah. "Kenapa tidak?"

"Tentu saja tidak! Aku… aku butuh privasi!"

Leon menyandarkan satu tangannya ke pegangan tangga, menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. "Kau mau aku menyiapkan kamar lain untukmu?"

"Ya!" Elera menjawab cepat.

Leon berpura-pura berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, "Sayangnya, aku tidak tertarik untuk tidur terpisah."

Elera ingin membenturkan kepalanya ke pegangan tangga.

"Aku tidak akan menyentuhmu, kalau itu yang kau takutkan," lanjut Leon, suara rendahnya terdengar lebih serius.

Elera menatapnya dengan curiga. "Kau yakin?"

Leon menyeringai tipis. "**Aku tidak akan melakukan apa pun… kecuali kau yang menginginkannya."

Elera langsung menaiki tangga tanpa menoleh lagi, wajahnya merah padam.

Leon tertawa kecil di belakangnya. "Kamar pertama di kanan," katanya santai.

Elera masuk ke dalam kamar tanpa melihat ke belakang, lalu menutup pintunya dengan keras.

Ia menyandarkan tubuhnya ke pintu, menenangkan jantungnya yang berdetak terlalu cepat.

Sialan.

Kenapa rasanya bahaya yang harus ia waspadai bukan hanya dari luar, tetapi juga dari dalam rumah ini?

~~~~~

Sejak hari pertama mereka tinggal bersama, hidup Elera terasa seperti berada di dalam film komedi absurd.

Leon bukan pasangan yang mudah untuk ditoleransi. Dia mendominasi segalanya—mulai dari bagaimana rumah harus diatur, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sampai dengan kebiasaannya yang selalu muncul di saat Elera tidak menginginkannya.

Dan tentu saja, mereka bertengkar setiap hari.

Hari pertama…

“Kenapa kau ada di dapur?!” Elera memandang Leon yang berdiri di depan kompor dengan ekspresi tak percaya.

Leon, tanpa melihatnya, hanya menyesap kopinya dengan santai. "Aku sedang membuat sarapan."

Elera melipat tangan di dada. "Kau tidak bisa memasak."

Leon mengangkat bahu. "Aku bisa belajar."

Beberapa menit kemudian, bau gosong menguar dari wajan.

Elera menatap pemandangan itu dengan rasa kemenangan. "Bagus sekali, Chef Santiago. Kau baru saja membakar sarapan pertama kita."

Leon tetap tidak terganggu. "Tidak semua orang sempurna sejak awal, Dokter."

Elera menghela napas panjang. "Lain kali, biar aku saja yang memasak."

Leon menoleh dengan alis terangkat. "Jadi, kau ingin memasak untukku setiap hari?"

Elera mengerang. "Bukan itu maksudku!"

Leon hanya tersenyum tipis, lalu berjalan melewatinya. "Kedengarannya seperti itu."

Hari ketiga…

Elera baru pulang dari rumah sakit dan mendapati Leon bekerja di ruang tamu dengan kemeja yang digulung hingga siku, dasinya sudah dilepas, dan rambutnya sedikit berantakan.

Astaga.

Dia berbahaya dalam bentuk apa pun, bahkan hanya dalam balutan pakaian kerja.

Tetapi masalahnya bukan itu.

Masalahnya adalah…

"Apa yang terjadi dengan sofa baruku?"

Leon menoleh sebentar sebelum kembali fokus pada laptopnya. "Aku menggantinya."

Elera menatapnya tak percaya. "Aku hanya pergi selama sepuluh jam, dan kau sudah merombak ruang tamu kita?!"

Leon mengetik beberapa kata di laptopnya sebelum menjawab, tanpa sedikit pun merasa bersalah. "Sofa sebelumnya tidak nyaman."

Elera mengepalkan tangan. "Tapi aku suka sofa itu!"

Leon akhirnya menutup laptopnya dan menatapnya dengan tenang. "Aku membelikan yang lebih baik. Kau bisa mencobanya."

Elera mengerang frustrasi. "Leon, aku tidak bisa terus seperti ini! Aku punya hak untuk memilih perabotanku sendiri!"

Leon bersandar di sofa baru, dengan senyum kecil di wajahnya. "Aku tidak pernah bilang kau tidak boleh memilih. Aku hanya menawarkan sesuatu yang lebih baik."

Elera ingin membanting sesuatu ke arahnya, tetapi dia terlalu lelah setelah bekerja seharian.

Hari kelima…

Elera masuk ke dalam kamar setelah mandi dan mendapati Leon duduk di ranjangnya, membaca dokumen dengan santai.

Elera berhenti di ambang pintu, lalu menyipitkan mata. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Leon melirik ke arahnya sebentar sebelum kembali fokus pada dokumen. "Membaca."

Elera berjalan mendekat. "Di tempat tidurku?"

Leon akhirnya menutup dokumennya, lalu meletakkannya di meja samping ranjang. "Tempat tidur kita."

Elera menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Kita harus bicara soal batasan, Leon."

Leon menatapnya dengan santai. "Batasan?"

Elera menyilangkan tangan di dada. "Ya. Kau tidak bisa sembarangan masuk ke kamarku, kau tidak bisa mengatur semua yang ada di rumah ini, dan kau tidak bisa bertingkah seolah kita—"

Leon berdiri dengan santai, menghentikan kata-katanya dengan hanya satu langkah ke arahnya.

"Kita apa, Elera?"

Elera membeku, tubuhnya tegang. "Kita… bukan pasangan sungguhan."

Leon menatapnya lama, sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Belum."

Hari ketujuh…

Elera duduk di sofa ruang tamu, membaca jurnal medis di tangannya, mencoba mengabaikan Leon yang duduk di sebelahnya.

Tetapi kemudian, Leon menutup laptopnya, lalu menoleh padanya dengan ekspresi serius.

"Kita harus menikah."

Elera hampir menjatuhkan bukunya.

Dia menoleh dengan mata membesar. "APA?!"

Leon tetap tenang. "Menikah. Kau dan aku."

Elera tertawa tanpa humor. "Kau gila."

Leon tidak bergeming. "Aku serius."

Elera meletakkan bukunya, menatapnya dengan ekspresi penuh ketidakpercayaan. "Kau ingin menikah denganku? Setelah seminggu kita tinggal bersama dan hanya bertengkar setiap hari?"

Leon menyandarkan tubuhnya ke sofa, tidak sedikit pun terlihat ragu. "Justru karena kita selalu bertengkar, aku tahu kau tidak akan membuatku bosan."

Elera nyaris melempar sesuatu ke arahnya. "Leon, menikah bukan permainan! Ini bukan tentang kebosanan!"

Leon mengangguk pelan. "Aku tahu."

Elera menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang berantakan. "Kenapa kau ingin menikah denganku?"

Leon menatapnya dengan mata tajam. "Karena ini cara terbaik untuk melindungimu."

Elera tertawa kering. "Jadi, ini hanya soal perlindungan?"

Leon diam sejenak, lalu berkata dengan tenang, "Lebih dari itu."

Elera menelan ludah, merasa sesuatu di dalam dirinya bergejolak. "Kita bahkan tidak saling mencintai, Leon."

Leon menatapnya dalam, ekspresinya tidak terbaca. "Siapa bilang?"

Jantung Elera berdegup kencang. "Apa maksudmu?"

Leon mendekat sedikit, mengurangi jarak di antara mereka. "Apa kau benar-benar tidak merasakan apa pun setiap kali kita bersama?"

Elera terdiam.

Tentu saja dia merasakannya.

Ketegangan itu. Tarikan itu. Perasaan bahwa mereka selalu terhubung dengan cara yang tidak bisa ia jelaskan.

Tetapi dia masih takut.

Leon menyentuh dagunya pelan, membuatnya mendongak. "Aku tidak akan memaksamu menjawab sekarang. Tetapi pikirkan ini, Elera."

Elera hanya bisa menatapnya, masih sulit percaya dengan semua ini.

Leon melepaskan tangannya, lalu berdiri. "Kau punya waktu untuk berpikir. Tapi aku tidak akan menunggu selamanya."

Dengan itu, dia berjalan pergi, meninggalkan Elera yang masih duduk di sofa, hatinya berdebar tak karuan.

Sial.

Apa yang baru saja terjadi?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Kebingungan Elera

    Elera menatap kosong ke arah layar ponselnya, jari-jarinya masih ragu untuk mengetik. Setelah percakapan gila dengan Leon tadi, otaknya masih berusaha mencerna kenyataan bahwa pria itu benar-benar baru saja melamarnya.Melamar.Untuk menikah.Dengan dia.Elera memijat pelipisnya, menghela napas panjang. Dia butuh seseorang untuk menertawakan semua ini bersamanya, atau setidaknya, seseorang yang bisa membantunya berpikir lebih jernih.Jadi, tanpa pikir panjang lagi, dia menekan nomor Maya.Dreet. Dreet. Dreet.Panggilan tersambung hanya dalam dua detik."AKHIRNYA KAU MENELPON!" Suara Maya langsung melengking di telinganya.Elera menjauhkan ponsel dari telinganya sejenak sebelum kembali mendekatkannya. "Maya, tolong, jangan berteriak—""JANGAN BERTERIAK?! ELERA VASQUEZ, KAU MENGHILANG SELAMA SEMINGGU DAN SEKARANG BARU MENELPONKU?! APA KAU TAHU SEBERAPA BANYAK PERTANYAAN YANG KUPUNYA?!"Elera menghela napas panjang, berusaha meredam emosi sahabatnya. "Maya, aku tidak punya banyak waktu un

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Musuh yang Menemukan Mereka

    Ruangan itu dipenuhi ketegangan saat Diego Alvarez menatap Leon dan Elera tanpa ekspresi. Mata tajamnya menembus mereka, seolah mencoba menilai apa yang sebenarnya terjadi.Maya duduk di sofa dengan tangan disilangkan, jelas menikmati momen ini."Jelaskan," ulang Diego dengan nada lebih dalam.Leon tetap berdiri dengan tenang, ekspresinya tidak berubah sedikit pun. "Kami datang untuk membicarakan sesuatu denganmu."Diego menaikkan satu alis, lalu menatap ke arah Elera yang sejak tadi berdiri canggung di samping Leon."Elera," suaranya lebih lembut saat berbicara padanya. "Apa kau baik-baik saja?"Elera mengangguk cepat, tetapi kemudian menelan ludah sebelum berbicara. "Paman… aku hanya ingin bertanya sesuatu padamu."Diego mengisyaratkan agar mereka duduk. Elera langsung menurut, tetapi Leon tetap berdiri, memilih untuk menyandarkan tubuhnya ke tiang kayu di sisi ruangan."Apa yang ingin kau tanyakan?"Elera menggenggam tangannya sendiri, mencoba mengumpulkan keberanian. "Paman… bagaim

    Huling Na-update : 2025-03-07
  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Tidak Aman untuk Elera

    Suasana yang semula tegang langsung berubah menjadi alarm penuh kewaspadaan.Diego bergerak lebih dulu, menekan tombol di arlojinya, dan dalam hitungan detik, pengawal pribadinya sudah bersiaga di sekitar rumah.Leon, tanpa membuang waktu, menarik Elera ke belakang tubuhnya, sementara Maya juga merapat ke sisi ayahnya, ekspresi serius menggantikan kehebohan biasanya."Jangan keluar dulu," kata Diego dingin.Leon mengangkat pistolnya, matanya tajam menyisir ruangan seolah musuh bisa muncul kapan saja. "Dante ada di luar?" tanyanya tanpa menoleh.Diego mengangguk. "Ya. Dan aku yakin dia juga sudah menyadari sesuatu."Elera mengepalkan tangannya, jantungnya masih berdebar cepat. "Apa ini mereka?" bisiknya.Leon menoleh sedikit ke arahnya, sorot matanya penuh peringatan. "Kita tidak akan mengambil risiko untuk menganggap ini bukan mereka."Maya menelan ludah. "Astaga, ini benar-benar seperti film thriller yang kutonton tadi malam," gumamnya.Diego menoleh tajam ke putrinya. "Fokus, Maya."

    Huling Na-update : 2025-03-08
  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pertengkaran Manis

    Mobil melaju dengan kecepatan stabil di bawah langit malam yang pekat. Elera duduk di kursi belakang dengan tangan terlipat di dada, matanya menatap kosong ke luar jendela, mencoba memahami semua yang baru saja terjadi. Seharusnya ini hanya malam biasa. Seharusnya ia masih bisa bercanda dengan Maya tentang kasus-kasus aneh di rumah sakit. Seharusnya ia masih bisa pulang ke apartemennya yang nyaman, bukannya ikut seorang pria yang baru dikenalnya beberapa hari lalu ke tempat yang entah di mana.Leon duduk di sebelahnya, tetap dengan ekspresi datar yang sulit ditebak. Tatapannya lurus ke depan, seakan tidak peduli dengan badai yang sedang berkecamuk di dalam kepala Elera. Sementara itu, Dante yang mengemudi malah terlihat menikmati situasi ini."Aku suka keheningan ini," gumam Dante sambil menyeringai. "Tapi aku lebih suka kalau ada sedikit hiburan. Bagaimana kalau kalian bertengkar seperti tadi?"Elera meliriknya tajam. "Tutup mulutmu, Dante."Dante tertawa kecil. "Oh, Dokter. Kau benar

    Huling Na-update : 2025-03-08
  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Babak Baru

    Dada Elera naik-turun, napasnya tertahan dalam ketegangan yang mendominasi udara di antara mereka. Kata-kata Leon masih menggema di benaknya, seolah mengukir dirinya sendiri di dalam pikirannya. Menikah?Elera ingin tertawa, ingin meneriakkan protesnya, ingin mengatakan bahwa ini konyol. Namun, saat ia menatap mata Leon—mata yang tajam, penuh keyakinan, sekaligus bahaya—suara itu tertahan di tenggorokannya."Tidak." Elera akhirnya menemukan suaranya, meskipun terdengar lebih lemah dari yang ia inginkan. "Aku tidak akan menikah hanya karena kau berpikir ini adalah cara terbaik untuk melindungiku."Leon tetap diam, hanya menatapnya seolah membaca setiap inci keraguannya. "Ini bukan hanya tentang melindungimu, Elera," suaranya datar, tapi ada sesuatu yang berbahaya terselip di dalamnya. "Ini juga tentang memastikan kau tidak bisa disentuh oleh siapa pun yang berniat menyakitimu."Elera mengatupkan rahangnya. "Jadi aku harus menerima begitu saja? Menikah denganmu hanya karena itu membuat s

    Huling Na-update : 2025-03-08
  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Meyakinkan Elera

    Malam sudah larut, tetapi mansion Leon Santiago masih dipenuhi aktivitas. Para pengawal tetap berjaga di sudut-sudut strategis, sementara beberapa orang kepercayaannya masih sibuk mengurus bisnisnya. Namun, di ruangan pribadi Leon, suasana lebih tenang—meskipun tegang dengan pembicaraan yang sedang berlangsung.Dante bersandar pada kursi di seberang meja, memutar segelas whiskey di tangannya. Sorot matanya tajam saat mengamati pria di depannya.Leon berdiri di dekat jendela besar, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Matanya menatap ke luar, ke pemandangan kota yang diterangi cahaya lampu. Tetapi pikirannya tidak ada di sana.“Jadi,” Dante akhirnya membuka suara, nadanya penuh penilaian, “kau ingin pendapatku tentang bagaimana meyakinkan Elera untuk menikah denganmu?”Leon menghela napas, lalu berbalik. “Ya.”Dante menaikkan satu alis. “Itu bukan sesuatu yang biasanya kau minta, Leon.”Leon mendekat, menuangkan whiskey ke gelasnya sendiri, lalu duduk di seberang Dante. Ia mengadu

    Huling Na-update : 2025-03-08
  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Kebebasan yang Penuh Batasan

    Elera akhirnya diizinkan kembali bekerja, tetapi ada satu masalah besar: ia tidak benar-benar bebas. Sejak pagi, dua pria berpakaian hitam sudah berdiri di dekatnya seperti bayangan yang tidak diinginkan. Mereka tidak berbicara, tidak mengganggu, tetapi kehadiran mereka saja sudah cukup membuatnya muak.Di rumah sakit, keberadaan dua pria berpakaian seperti bodyguard mafia jelas menarik perhatian. Beberapa perawat mulai berbisik-bisik, sementara beberapa dokter senior mengangkat alis penuh tanya."Elera, siapa mereka?" tanya salah satu koleganya, Dr. Angela, dengan nada geli. "Jangan bilang ini bentuk baru dari honeymoon protection?"Elera mendengus, menahan kekesalan. "Sama sekali bukan. Aku akan membereskannya sekarang juga."Dengan gerakan cepat, dia meraih ponselnya dan menekan nomor Leon. Tidak butuh waktu lama sebelum suara berat pria itu terdengar di seberang."Apa?" suara Leon terdengar santai, seakan tidak ada masalah di dunia ini.Elera tidak membuang waktu. "Katakan pada ora

    Huling Na-update : 2025-03-08
  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pengumuman

    Elera masih menatap pria di hadapannya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Udara di sekeliling mereka semakin menegang, seolah waktu melambat dan semua orang menunggu kelanjutan percakapan mereka.Dengan tarikan napas yang hampir tidak terdengar, Elera akhirnya berkata, "Belum. Dia masih calon suamiku."Tatapan pria itu sedikit melunak, seolah mendapatkan sedikit harapan dari jawaban Elera. Namun, sebelum dia bisa merespons, Elera melanjutkan dengan nada yang lebih ringan, "Dan kau juga bisa datang ke pernikahanku nanti. Aku akan mengirim undangan jika kau mau."Leon, yang sejak tadi hanya diam dengan ekspresi datarnya, tiba-tiba terkekeh pelan. Suaranya dalam dan berbahaya."Oh tidak, sayang. Dia harus datang di acara pertunangan kita dulu."Elera langsung menoleh dengan cepat, matanya membelalak menatap Leon. "Apa?!"Tapi Leon tidak menghiraukannya. Tatapannya masih terkunci pada pria di hadapan mereka, bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang jelas mengandung tantangan.Pria itu

    Huling Na-update : 2025-03-08

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Menyerah dalam Dekapan Singa

    Elera tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Leon.Pria itu terlihat begitu santai, begitu percaya diri—tetapi ada sesuatu dalam tatapannya yang lebih berbahaya dari biasanya.Seolah-olah dia tahu persis apa yang sedang terjadi dalam kepala Elera.Seolah-olah dia menikmati bagaimana pertahanannya perlahan runtuh.Dan sialnya, dia benar.Elera meneguk anggur merahnya dengan gugup, tetapi bahkan itu tidak bisa menenangkan degup jantungnya."Kau terlalu diam," suara Leon rendah, penuh nada menggoda.Elera menghela napas panjang. "Kau terlalu menyebalkan."Leon menyeringai. "Tapi kau tetap di sini."Sial.Dia benar lagi.Elera meletakkan gelasnya dengan hati-hati di meja, lalu menatap Leon dengan ekspresi serius."Jadi, bagaimana ini akan berakhir?" katanya pelan.Leon mencondongkan tubuhnya, membiarkan wajahnya semakin dekat dengan Elera."Sayang…" bisiknya, "ini tidak akan berakhir. Ini baru saja dimulai."Elera kehilangan kata-kata.Karena dalam detik berikutnya, Leon sudah berdiri d

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Tatapan Berbahaya

    Di tengah keramaian yang masih berlangsung, sebuah suara berat memecah kehebohan."Apa yang begitu lucu?"Semua orang terdiam.Mereka menoleh secara bersamaan, dan di sana, berdiri Leon Santiago—dengan tatapan yang sama sekali tidak bisa dianggap main-main.Elera mendadak merasa jantungnya berhenti sesaat.Tatapan itu… berbeda.Bukan hanya sekadar godaan atau keisengan biasa.Ada sesuatu dalam sorot mata abu-abu itu—sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap, lebih mengancam ketenangannya.Mata Leon menelusuri tubuhnya perlahan, dari kepala hingga ujung kaki, seolah ingin mengingat setiap detailnya.Dan saat tatapan mereka bertemu…Elera merasa napasnya tersangkut di tenggorokan."Astaga…" bisik Maya tanpa sadar, sebelum menoleh ke yang lain. "Aku tidak tahu apakah aku harus merasa iri atau takut sekarang."Dante menyeringai kecil. "Kurasa kita harus mundur sebelum Leon benar-benar lupa bahwa kita ada di sini."Kai bersiul pelan. "Lihat itu… pria ini sudah kalah total."Tapi Leon tidak men

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Babak Baru Dalam Pernikahan

    Pagi itu, cahaya matahari masuk melalui celah tirai, menghangatkan kamar mereka dengan sinar keemasan.Elera terbangun perlahan, tubuhnya masih terasa nyaman dalam kehangatan selimut.Dia hendak berbalik, tetapi sesuatu menahannya. Lebih tepatnya, seseorang.Leon.Lengan pria itu melingkari pinggangnya, membawanya lebih dekat ke tubuhnya yang hangat.Elera mengerjap pelan, merasakan napas tenang Leon di tengkuknya.Pria ini benar-benar tidur dengan nyenyak.Biasanya, Leon selalu bangun lebih awal darinya.Tapi kali ini, mungkin karena semua ketegangan di antara mereka sudah menghilang, dia terlihat jauh lebih rileks.Elera tersenyum kecil.Siapa sangka pria yang begitu dingin dan menakutkan bagi dunia luar bisa tidur seperti ini di sisinya?Dia menyentuh jemari Leon yang masih melingkar di pinggangnya, menyadari betapa kuatnya genggaman itu.Seolah dia tidak ingin kehilangannya lagi.Dan mungkin… Elera juga merasakan hal yang sama.Tapi tentu saja, momen ini tidak berlangsung lama.Ka

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Kebenaran yang Tersembunyi

    Elera tidak pernah menyangka bahwa kebahagiaannya bisa berubah begitu cepat.Baru tadi malam, dia akhirnya menyerah pada perasaannya terhadap Leon.Namun pagi ini, dia menemukan sesuatu yang mengubah segalanya.Sebuah dokumen.Sebuah dokumen lama di ruang kerja Leon yang tidak sengaja jatuh saat dia mencari sesuatu.Dan di sanalah dia melihatnya.Nama ayahnya.Rodrigo Vasquez.Dan nama Leon Santiago.Mata Elera menelusuri isi dokumen itu dengan cepat, semakin membaca, semakin hatinya mencelos.Mereka sudah saling mengenal.Sejak lama.Dan lebih buruknya, ini bukan sekadar perkenalan biasa.Ini adalah sesuatu yang sudah direncanakan.Tangannya gemetar saat dia menutup dokumen itu, otaknya berusaha mencari penjelasan.Tapi satu hal jelas.Leon sudah mengenal ayahnya sebelum mengenalnya.Dan itu berarti…Apakah semua ini jebakan?Apakah pernikahan ini benar-benar sebuah kebetulan?Atau sejak awal… Leon memang menginginkannya di dalam jaringannya?Langkah kaki terdengar dari belakang, dan

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Kejutan Tak Terduga

    Setelah interogasi tanpa akhir dari Maya dan para dokter lainnya, Elera akhirnya bisa menghela napas lega begitu dia melangkah masuk ke ruang operasi.Di sini, tidak ada yang bisa mengganggunya.Tidak ada yang bisa menanyakan hal-hal memalukan.Tidak ada yang bisa menyindirnya tentang suami mafianya.Hanya dia, pasiennya, dan pekerjaannya.Elera mengenakan sarung tangan sterilnya, mengabaikan senyuman penuh arti dari salah satu perawat yang pasti juga sudah mendengar gosip yang beredar."Ayo mulai," katanya dengan nada profesional.Seperti biasa, begitu dia menyentuh pisau bedah, semua hal di luar operasi menghilang dari pikirannya.Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama.Begitu dia selesai dengan operasinya yang berlangsung selama beberapa jam, Elera melepas sarung tangannya dan keluar dari ruang operasi.Dan di situlah kejutan itu menunggunya.Leon bersandar di dinding luar ruang operasi dengan tangan dimasukkan ke dalam saku jasnya.Matanya yang tajam langsung menatap Elera be

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pagi yang "Cepat"

    Elera tidak tahu bagaimana dia bisa sampai di sini.Satu detik dia masih mengomel di tempat tidur, detik berikutnya, dia sudah terperangkap di bawah pancuran air hangat—bersama Leon.Dan masalahnya?Pria itu tidak hanya berhenti pada niat ‘membantu’ seperti yang dikatakannya.Sekarang, dia menyadari bahwa bantuan ala Leon Santiago sangat berbahaya.Sangat, sangat berbahaya."Aku BENAR-BENAR harus ke rumah sakit," gumamnya dengan napas masih terengah.Leon, yang masih menekan tubuhnya ke dinding kaca kamar mandi, hanya tersenyum puas. "Aku tahu."Elera memelototinya. "KAU TIDAK TERLIHAT SEPERTI SESEORANG YANG PEDULI."Leon tertawa kecil, jari-jarinya masih menelusuri kulitnya dengan santai."Aku hanya memastikan kau rileks sebelum pergi," katanya santai.Elera ingin menendangnya kalau saja dia punya tenaga.Masalahnya, dia juga menikmatinya.Dan itulah yang membuatnya semakin frustasi."Aku benci kau," gumamnya lemah.Leon mengecup bahunya sebelum berbisik, "Tapi kau tetap menikmatinya

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Menyerah di Pelukan Pemenang

    Elera tidak tahu kapan tepatnya dia mulai menyerah. Mungkin setelah sekian banyak serangan licik yang Leon lancarkan. Mungkin setelah setiap sentuhan halusnya yang menghangatkan hatinya tanpa ia sadari. Atau mungkin, dia sudah jatuh lebih dulu, jauh sebelum permainan ini dimulai. Yang jelas, saat ini dia tidak ingin melawan lagi. Saat Leon menariknya ke dalam pelukannya, dia tidak lagi berusaha melepaskan diri. Saat pria itu menyentuh wajahnya dengan lembut, dia tidak lagi menepisnya. Dan saat Leon menatapnya dengan mata abu-abu yang menyala penuh ketulusan, dia akhirnya membiarkan dirinya tenggelam dalam momen ini. "Akhirnya menyerah?" suara Leon terdengar lembut, tetapi juga penuh kemenangan. Elera menghela napas panjang. "Kau menang, Santiago." Leon tersenyum kecil, jari-jarinya menyusuri rahangnya dengan lembut. "Aku tahu aku akan menang sejak awal." Elera ingin membantah, tetapi dia tidak bisa. Dia terlalu lelah untuk berpura-pura, terlalu muak dengan penya

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Perang dimulai

    Sejak taruhan dimulai, Elera merasa hidupnya berubah menjadi neraka pribadi.Bukan karena teman-temannya yang terus mengolok-oloknya. Bukan juga karena Maya yang setiap saat siap menyaksikan kejatuhannya.Tapi karena Leon.Pria itu tidak bermain adil.Sejak pagi, Leon tidak melewatkan satu kesempatan pun untuk menggoda dan menyusup ke dalam pikirannya.Dimulai saat sarapan.Elera hanya ingin makan dengan tenang, tetapi Leon malah menarik kursinya lebih dekat—terlalu dekat."Ada sesuatu di bibirmu," kata Leon, suaranya santai.Elera mengerutkan kening. "Apa?"Sebelum dia sempat merespons, Leon mengangkat tangannya, menyeka sudut bibirnya dengan ibu jarinya.Elera langsung membeku.Sial. Dia bisa merasakan tatapan semua orang di meja makan.Dan lebih buruknya lagi—Leon tidak melepas tatapan intens itu dari dirinya."Sudah bersih," katanya akhirnya, senyum kecil terbentuk di sudut bibirnya.Dante menahan tawa, sementara Gabriel menyeringai puas.Kai bersiul pelan. "Wow. Itu serangan yang

  • Terjerat Pesona Mafia, Aku Tawanan Cintanya   Pesta atau Interogasi?

    Elera menatap pantulan dirinya di cermin dengan ekspresi setengah frustasi, setengah pasrah.Gaun berwarna merah marun yang dipilih Maya untuknya terlihat terlalu elegan untuk sesuatu yang disebut sebagai "pesta kecil." Ditambah lagi, teman-temannya pasti tidak akan melewatkan satu pun kesempatan untuk mengolok-oloknya malam ini.Sialan.Kenapa dia merasa akan diseret ke dalam jebakan di tengah pesta itu?"Dongak sedikit," suara Maya terdengar di belakangnya.Elera mendengus. "Aku masih bisa kabur kalau aku mau."Maya langsung memutar matanya. "Tentu saja tidak. Aku sudah menunggu momen ini terlalu lama. Kau pikir aku akan membiarkanmu lolos begitu saja?"Elera merintih pelan. "Aku benci kalian semua."Maya tersenyum lebar. "Kami juga mencintaimu, sayang."Sementara itu, di sisi lain mansion, Leon juga tidak bisa lepas dari gangguan teman-temannya."Jadi?" Gabriel menyandarkan diri ke meja bar, menatap Leon dengan penuh arti. "Bagaimana rasanya akhirnya menikah?"Leon menyesap wiski d

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status