Elera akhirnya diizinkan kembali bekerja, tetapi ada satu masalah besar: ia tidak benar-benar bebas. Sejak pagi, dua pria berpakaian hitam sudah berdiri di dekatnya seperti bayangan yang tidak diinginkan. Mereka tidak berbicara, tidak mengganggu, tetapi kehadiran mereka saja sudah cukup membuatnya muak.Di rumah sakit, keberadaan dua pria berpakaian seperti bodyguard mafia jelas menarik perhatian. Beberapa perawat mulai berbisik-bisik, sementara beberapa dokter senior mengangkat alis penuh tanya."Elera, siapa mereka?" tanya salah satu koleganya, Dr. Angela, dengan nada geli. "Jangan bilang ini bentuk baru dari honeymoon protection?"Elera mendengus, menahan kekesalan. "Sama sekali bukan. Aku akan membereskannya sekarang juga."Dengan gerakan cepat, dia meraih ponselnya dan menekan nomor Leon. Tidak butuh waktu lama sebelum suara berat pria itu terdengar di seberang."Apa?" suara Leon terdengar santai, seakan tidak ada masalah di dunia ini.Elera tidak membuang waktu. "Katakan pada ora
Elera masih menatap pria di hadapannya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Udara di sekeliling mereka semakin menegang, seolah waktu melambat dan semua orang menunggu kelanjutan percakapan mereka.Dengan tarikan napas yang hampir tidak terdengar, Elera akhirnya berkata, "Belum. Dia masih calon suamiku."Tatapan pria itu sedikit melunak, seolah mendapatkan sedikit harapan dari jawaban Elera. Namun, sebelum dia bisa merespons, Elera melanjutkan dengan nada yang lebih ringan, "Dan kau juga bisa datang ke pernikahanku nanti. Aku akan mengirim undangan jika kau mau."Leon, yang sejak tadi hanya diam dengan ekspresi datarnya, tiba-tiba terkekeh pelan. Suaranya dalam dan berbahaya."Oh tidak, sayang. Dia harus datang di acara pertunangan kita dulu."Elera langsung menoleh dengan cepat, matanya membelalak menatap Leon. "Apa?!"Tapi Leon tidak menghiraukannya. Tatapannya masih terkunci pada pria di hadapan mereka, bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang jelas mengandung tantangan.Pria itu
Elera belum sempat menghirup napas lega ketika suara alarm memenuhi seluruh mansion. Suara nyaring itu menusuk telinga, membuat atmosfer di ruangan semakin menegangkan.Dante langsung berdiri, rahangnya mengeras. "Sial. Mereka masih ada di sekitar sini."Kai yang sedang menyiapkan peralatan jahit untuk Leon langsung membanting meja kecil di dekatnya. "Brengsek. Kita bahkan belum selesai menjahit si singa ini!"Elera menegang, menggenggam erat tangan Leon yang masih tak sadarkan diri. Mata pria itu bergerak di balik kelopak matanya, tetapi belum juga terbuka sepenuhnya."Siapa yang menyerang kalian?" suara Elera bergetar, tetapi matanya menyala dengan emosi yang sulit dijelaskan.Dante mengumpat di bawah napasnya. "Kami belum tahu pasti. Tapi jelas ini bukan serangan sembarangan."Kai berdiri, menatap Dante dengan tajam. "Aku harus tetap menjahitnya. Kalau tidak, dia bisa kehilangan lebih banyak darah."Dante mengangguk cepat. "Aku akan mengurus keamanan. Kai, kau tetap di sini. Jangan
Mobil-mobil melaju dengan kecepatan tinggi di bawah langit malam yang gelap. Elera duduk di dalam SUV lapis baja, diapit oleh Kai dan Diego di kedua sisinya. Meskipun tubuhnya aman, pikirannya masih berputar pada sosok Leon, yang kini dalam kondisi belum sepenuhnya pulih."Dia keras kepala." Elera bergumam sambil menggigit bibirnya, tatapannya terpaku ke luar jendela.Diego, yang duduk di seberangnya, menyilangkan tangan. "Bukan hanya keras kepala. Santiago itu seperti anjing liar yang tidak mau tunduk, bahkan ketika nyawanya di ujung tanduk."Kai terkekeh lelah. "Kau berbicara seolah kau tidak mengenal tipe seperti dia, Diego."Diego hanya menghela napas, lalu matanya mengarah pada Elera. "Bagaimana denganmu? Apa kau akan terus berada di sampingnya?"Elera terdiam sesaat. Semua kejadian ini terasa begitu cepat—pernikahan yang dipaksakan, pertarungan yang tak ada habisnya, dan kini serangan yang hampir merenggut nyawa mereka.Akhirnya, dia menjawab, "Aku berjanji akan tinggal sampai se
Keadaan akhirnya berangsur tenang setelah serangan yang membuat mereka harus melarikan diri. Leon memutuskan untuk memindahkan mereka ke tempat yang lebih aman—sebuah rumah baru di tengah kota, lebih modern, lebih canggih, dan yang paling penting, dijaga oleh orang-orang yang jauh lebih bisa dipercaya.Rumah ini bukan sekadar mansion biasa. Dengan teknologi keamanan tingkat tinggi, sensor gerak, pengawasan ketat, dan akses terbatas bagi orang luar, tempat ini lebih seperti benteng pribadi. Bahkan Kai, yang sudah terbiasa dengan tempat-tempat mewah, menghela napas kagum begitu melihat interiornya.Elera tidak terlalu peduli dengan semua itu. Baginya, yang terpenting adalah bisa kembali bekerja tanpa harus merasa seperti tahanan. Tapi, tentu saja, Leon punya rencana lain.“Kita akan menggelar pesta pertunangan,” kata Leon tiba-tiba saat mereka sedang sarapan.Elera berhenti mengaduk kopinya dan menatapnya dengan mata menyipit. “Maaf, apa?”Leon meletakkan garpunya dan menatap Elera denga
Malam itu, pesta pertunangan Leon Santiago dan Elera diselenggarakan dengan kemewahan yang hanya bisa dibayangkan dalam dongeng modern. Ballroom yang luas dihiasi dengan kristal dan lampu gantung yang berkilauan, menciptakan nuansa elegan yang memukau setiap tamu yang datang. Musik orkestra mengalun lembut, sementara pelayan berlalu-lalang membawa nampan berisi sampanye terbaik dan hidangan istimewa.Para tamu yang hadir bukanlah orang biasa—politisi, pebisnis, konglomerat, bahkan bangsawan dari berbagai negara—semuanya berkumpul untuk menyaksikan perayaan pertunangan Leon Santiago, pria yang dikenal sebagai pengusaha brilian dengan jaringan yang luas. Tidak ada yang tahu bahwa di balik layar, dia lebih dari sekadar seorang pengusaha.Di tengah pesta, Elera berdiri dengan anggun dalam gaun malam berwarna merah tua, pilihan yang sangat berani, tetapi juga mencerminkan posisinya saat ini—sebagai wanita yang kini berdiri di sisi Leon Santiago. Gaun itu membentuk siluet tubuhnya dengan sem
Elera membelalak, jantungnya masih berdegup kencang setelah ciuman yang baru saja terjadi di hadapan ratusan pasang mata.Seluruh ballroom hening, hanya suara dentingan gelas dan bisik-bisik tamu yang mulai berdengung.Mantan kekasihnya menatap Leon dengan tajam, rahangnya mengeras. Sorot matanya jelas menunjukkan ketidakpuasan."Berani sekali kau, Santiago." Suaranya rendah, penuh dengan tantangan.Leon tersenyum miring, mengunci Elera dalam lengannya dengan lebih erat. "Kenapa tidak? Aku hanya menegaskan fakta."Elera ingin menginjak kakinya. Pria ini benar-benar...!Maya yang berdiri tidak jauh dari mereka sudah kehilangan akal sehatnya. Dia menutupi mulutnya dengan kedua tangan, bergetar antara ingin tertawa atau menjerit kegirangan."Astaga, aku bisa menulis novel dari ini!" katanya dalam suara tertahan.Dante menggelengkan kepala, meskipun senyuman kecil muncul di bibirnya. Kai hanya bersiul pelan.Namun sebelum ada yang bisa berkata lebih jauh—BRAK!Pintu ballroom terbuka keras
SUV mereka akhirnya berhenti di sebuah rumah bertingkat bergaya modern di pinggiran kota—bukan mansion megah, tapi aman, tersembunyi, dan dilengkapi teknologi keamanan mutakhir. Gerbang terbuka otomatis, kamera tersembunyi bergerak mengikuti setiap langkah mereka, dan para penjaga berpakaian sipil tapi bersenjata lengkap segera mengambil alih perimeter.Elera melangkah keluar lebih dulu, diam dan dingin. Bajunya masih elegan dari pesta, tapi tatapannya sudah berubah menjadi seorang pejuang—bukan tunangan seorang pengusaha.Leon turun tepat di belakangnya, dan meski luka di dada yang sempat dijahit oleh Elera beberapa hari lalu masih terasa, dia tetap tegap. Satu hal tidak berubah: tangannya tetap menggenggam jemari Elera.Dante dan Kai turun lebih dulu dari SUV belakang, langsung berkoordinasi dengan tim pengamanan baru yang sudah menunggu di dalam.Maya melangkah lebih lambat, menatap rumah itu sambil berkomentar, “Rumah ini... seperti bunker digital dengan sentuhan desain skandinavia
Malam itu mansion terasa lebih hidup dari biasanya. Tawa dari ruang makan menyebar hingga ke ruang tengah, tempat Kai dan Dante kini duduk santai sambil menikmati kopi, sementara Leon dan Elera masih di dapur kecil, bergurau sambil membereskan makanan sisa.Dante menyandarkan tubuhnya di sofa, satu tangan menopang kepala, sedangkan Kai duduk di samping dengan ekspresi penuh observasi.“Pernah membayangkan bos kita yang dingin dan penuh aura mafia itu... sekarang jadi budak cinta di dapur?” gumam Kai, menyesap kopinya.Dante menyeringai. “Dulu dia lebih banyak menatap layar komputer dan laporan bisnis daripada menatap wanita. Sekarang? Satu kerutan di kening Elera saja bisa bikin dia tegang setengah mati.”Kai mengangguk pelan, lalu memutar tubuhnya sedikit saat melihat Elera tertawa kecil saat Leon menyeka saus di sudut bibirnya dengan tisu. Pemandangan yang dulu tampaknya mustahil, sekarang jadi kebiasaan baru.Leon Santiago. Dulu dikenal sebagai pria paling rasional dan kanebo kerin
Suara gemericik air mengalun lembut dari balik pintu kamar mandi, sementara uap hangat mulai menyelimuti ruangan. Elera berdiri di bawah shower, membiarkan air mengalir menenangkan tubuhnya yang lelah setelah hari panjang. Rambutnya basah, dan sabun perlahan turun mengikuti lekuk punggungnya.Ia mengembuskan napas perlahan. Akhirnya, sedikit waktu untuk dirinya sendiri.Atau… setidaknya itu yang ia pikirkan.Klik.Elera menoleh cepat ke arah pintu yang tidak terkunci—kesalahan fatal yang terlalu sering dia lakukan akhir-akhir ini, terutama saat berbagi rumah dengan seseorang seperti Leon Santiago.Dan benar saja, sosok tinggi itu masuk tanpa beban, hanya mengenakan celana pendek tidur dan ekspresi paling tidak berdosa yang pernah Elera lihat.“Leon!” serunya, menutupi dada dengan satu tangan sementara tangan satunya mencari handuk. “Keluar! Ini kamar mandi, bukan ruang rapat!”Leon hanya mengangkat alis, lalu dengan tenang menarik kausnya dan melemparkannya ke gantungan. “Dan itu memb
Elera tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Leon.Pria itu terlihat begitu santai, begitu percaya diri—tetapi ada sesuatu dalam tatapannya yang lebih berbahaya dari biasanya.Seolah-olah dia tahu persis apa yang sedang terjadi dalam kepala Elera.Seolah-olah dia menikmati bagaimana pertahanannya perlahan runtuh.Dan sialnya, dia benar.Elera meneguk anggur merahnya dengan gugup, tetapi bahkan itu tidak bisa menenangkan degup jantungnya."Kau terlalu diam," suara Leon rendah, penuh nada menggoda.Elera menghela napas panjang. "Kau terlalu menyebalkan."Leon menyeringai. "Tapi kau tetap di sini."Sial.Dia benar lagi.Elera meletakkan gelasnya dengan hati-hati di meja, lalu menatap Leon dengan ekspresi serius."Jadi, bagaimana ini akan berakhir?" katanya pelan.Leon mencondongkan tubuhnya, membiarkan wajahnya semakin dekat dengan Elera."Sayang…" bisiknya, "ini tidak akan berakhir. Ini baru saja dimulai."Elera kehilangan kata-kata.Karena dalam detik berikutnya, Leon sudah berdiri d
Pagi di mansion Santiago dimulai seperti biasa—dengan suara gaduh dan aroma kopi yang menyengat. Elera turun dengan rambut acak-acakan dan ekspresi setengah sadar, sementara Leon sudah duduk rapi di meja makan dengan laptop terbuka dan ekspresi serius.“Kenapa kau sudah seperti pebisnis sejati jam segini?” gerutu Elera sambil duduk di seberang Leon.Leon menoleh, menyunggingkan senyum menggoda. “Karena istriku tidak memberiku pilihan lain selain bekerja keras demi membelikan semua perlengkapan dapur barunya.”Elera menyipitkan mata. “Kau yang bilang ingin rumah tangga normal.”“Kau yang bilang ingin rumah tangga penuh cinta, bukan daftar belanja,” balas Leon dengan nada santai.Kai, yang muncul entah dari mana, langsung ikut menyela sambil menggigit sepotong roti. “Kalau pagi kalian gak berantem, rasanya bukan pasangan pengantin baru ya.”Maya muncul dari belakang Kai dengan gaya dramatis. “Berantem? Itu bukan berantem, itu flirty fight. Beda tipis dengan foreplay.”Elera melempar bant
Malam telah turun dengan lembut, memeluk kota dalam semilir angin yang membawa aroma bunga musim semi. Setelah sambutan heboh dan pesta kecil di mansion Santiago bersama para sahabat mereka, Elera akhirnya bisa menghela napas lega. Ia duduk di balkon kamarnya, mengenakan gaun santai tipis dan secangkir teh hangat di tangannya. Cahaya lembut dari lampu taman menyinari wajahnya yang tampak tenang—setidaknya untuk malam ini.Dari dalam kamar, langkah kaki Leon terdengar mendekat. Ia baru saja selesai mengganti pakaian, mengenakan kaus hitam dan celana santai. Sejenak ia berdiri di ambang pintu balkon, memandangi istrinya yang kini terlihat jauh lebih damai dibandingkan saat pertama kali ia menculik—eh, menyelamatkan—gadis itu.“Kau tidak lelah?” Leon bertanya pelan, duduk di kursi seberang Elera.Elera menoleh, tersenyum tipis. “Bersama kalian semua? Lelah mental iya, fisik… belum tentu.”Leon tertawa kecil. “Kau bisa minta aku mengurut kakimu kalau mau.”“Terima kasih, tapi aku masih tak
Uap hangat mulai memenuhi ruangan saat air pancuran menyala, mengalir lembut di dalam kamar mandi hotel yang luas dan elegan. Elera berdiri di depan wastafel, baru saja melepas jubah tidurnya, ketika suara langkah kaki yang terlalu familiar membuatnya menegang.Ia menoleh pelan, dan seperti yang ia duga—Leon sudah berdiri di ambang pintu, hanya mengenakan handuk putih melingkar di pinggangnya, rambutnya masih sedikit berantakan, wajahnya menyimpan senyum nakal yang terlalu berbahaya di pagi hari.“Apa kau tahu arti dari ‘privasi’, Tuan Santiago?” tanya Elera dengan alis terangkat.Leon mengangkat bahu sambil berjalan santai ke arahnya. “Aku tahu. Tapi kau istriku. Dan kamar mandi ini luas… dan airnya cukup untuk dua orang.”Elera memutar mata. “Kalau aku menendangmu keluar sekarang, itu termasuk kekerasan dalam rumah tangga, kan?”Leon tertawa pelan, lalu mendekat dan menyentuh pinggang Elera dengan satu tangan, menariknya sedikit lebih dekat. “Sayang, aku cuma ingin membantu. Kau tadi
Suara hujan yang mengetuk lembut jendela kaca hotel mereka menjadi latar sempurna malam itu. Cahaya dari layar televisi memantul pelan di permukaan kulit Elera dan Leon yang duduk berdampingan di atas ranjang king-size, dibalut selimut tipis dan kenyamanan hangat kamar hotel mereka yang mewah.Film yang mereka tonton awalnya terasa biasa saja, drama romantis berlatar kota tua yang cantik. Tapi perlahan, adegan-adegan di layar mulai bergeser ke arah yang lebih intim—kecupan lembut, sentuhan hangat, napas yang tercekat di udara tipis… Semuanya tertata indah, begitu nyata, dan entah bagaimana… membakar suasana.Elera menggigit bibirnya perlahan, duduk bersandar dengan tangan terlipat di dada. Tapi posisinya justru memperlihatkan kelembutan garis leher dan bahunya. Leon melirik dari samping, tidak berkata apa-apa, tetapi senyumnya perlahan terangkat.“Kenapa film ini seperti... panas ya?” gumam Elera, suaranya serak tertahan.Leon tidak langsung menjawab. Ia hanya mencondongkan tubuh, satu
Pagi itu terasa berbeda.Matahari Swedia menyapa perlahan dari balik tirai tipis, menyebarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan yang masih sepi. Elera terbangun lebih dulu, matanya mengerjap perlahan saat menyadari tempat tidurnya terasa… terlalu nyaman.Lengan hangat Leon masih melingkar di pinggangnya, nafas pria itu teratur dan lembut, membelai tengkuknya seperti irama yang menenangkan. Ia tidak tahu kapan tepatnya Leon menariknya mendekat semalam. Yang pasti, tidak ada keraguan, tidak ada rasa canggung. Hanya ada kedekatan yang mendalam… dan menenangkan.Elera menatap wajah pria itu dalam diam. Garis rahangnya yang tegas, alis yang sedikit berkerut bahkan saat tidur, dan bibir yang semalam disentuhnya dengan penuh keberanian. Ia mengingat lagi ciuman itu. Lembut. Nyaman. Hangat.Ia, Elera Vasquez, benar-benar mencium Leon Santiago.Bukan karena tantangan. Bukan karena gertakan.Tapi karena perasaan yang perlahan, diam-diam… dan tak tertolak."Aku tahu kau menatapku," suara berat Leo
Pagi yang seharusnya tenang berubah menjadi langkah-langkah cepat dan bisikan singkat di antara Leon dan tim keamanannya. Elera berdiri di balik dinding kamar hotel, mengenakan mantel tipis di atas gaun santainya, menatap Leon yang kini tengah berbicara melalui earphone kecil di telinganya dengan nada rendah namun tegas.Ia tahu, saat Leon berubah menjadi sosok itu—dingin, penuh perhitungan—maka ada sesuatu yang tidak baik sedang terjadi.“Leon,” panggilnya pelan saat pria itu selesai berbicara.Leon menoleh, matanya langsung melunak saat melihatnya. Dalam sekejap, ia berjalan mendekat dan menggenggam tangan Elera.“Kita harus pindah,” katanya tanpa basa-basi.Elera mengernyit. “Pindah? Ke mana?”“Hotel ini tidak lagi aman. Ada aktivitas mencurigakan di sekitar perimeter,” jawabnya, lalu meraih koper kecil milik Elera dan menariknya dengan satu tangan. “Kita akan pindah ke lokasi yang lebih aman, dan setelah itu, aku janji akan mengajakmu berkeliling. Seharian penuh. Tidak ada gangguan