Beranda / Romansa / Terjerat Pesona Ibu Anakku / Bab 2. Tawaran Tanpa Batas

Share

Bab 2. Tawaran Tanpa Batas

Penulis: Kaiwen77
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-26 10:41:28

"Calon ...."

Mata Aisyah memandang Wanhan lekat lagi. Teringat dengan adik dari ayah Luna yang tiba-tiba mengajak ke jenjang pernikahan. Aisyah mulai tersenyum lebar, mengetahui sosok pelamar itu ternyata Wanhan.

Lelaki yang dilihat sekilas pun sudah bisa ditebak berasal dari keluarga kaya.

"Oh ya benar, kamu calon menantu ibu, kan?" Aisyah langsung mengakui Wanhan begitu cepat.

Rasa percaya diri Wanhan yang semula sedikit, kini menggunung karena Aisyah sepertinya memberikan lampu hijau.

Mata Arumi memandang tidak percaya ke arah ibunya yang malah menerima Wanhan. Padahal dulu sewaktu Luna hadir dan mengacaukan hidupnya, Aisyah orang pertama yang membenci Valdi dan keluarganya.

"Benar, Ibu mertua," sahut Wanhan sembari tersenyum.

"Saya ingin bicara dengan Bapak."

Belum juga kepala Wanhan menoleh, tangan sudah ditarik oleh Arumi keluar ruangan. Wanhan sama sekali tidak menolak perbuatan mendadak dari Arumi.

Meski, biasanya Wanhan sangat tidak suka disentuh oleh wanita. Berhadapan dengan Arumi, sepertinya Wanhan rela.

"Nek," sebut Luna pelan. "Paman itu siapanya bunda?"

Aisyah langsung tersenyum lebar.

"Apa maksud Bapak mengakui saya sebagai calon istri? Bahkan di hadapan Luna dan ibu saya."

Di depan ruangan rawat, Arumi mempertanyakan dengan suara yang pelan. Takut pasien di ruangan lain terganggu.

Wanhan menatap Arumi yang nampak tidak senang.

"Bukankah kita akan segera menikah?"

"Saya tidak pernah bilang ingin menikah dengan Bapak."

"Tapi, sepertinya ibu kamu sudah setuju," ujar Wanhan dengan penuh percaya diri.

Arumi menarik napas. Sebenarnya, penolakan seperti apa lagi yang harus ia lakukan supaya Wanhan menyerah.

Mata Arumi memandang perawat yang masuk dengan biasa saja. Namun, menyadari perawat itu bicara dengan ibunya. Arumi langsung masuk ke ruangan dengan terburu.

"Katanya ibu mau pindah ruangan, Arumi," ujar Aisyah saat berhadapan dengannya.

Dahi Arumi mengerut. "Kenapa harus pindah? Apa Ibu saya ada penyakit atau bagaimana?"

Perawat menatap pada Wanhan.

"Bapak ini meminta Ibu Aisyah dipindahkan ke ruangan lain."

Arumi langsung menoleh pada Wanhan yang malah mendekati ibunya. Membantu perawat memindahkan Aisyah untuk duduk di kursi roda.

"Aku tidak suka keramaian."

Itulah yang Wanhan katakan saat Aisyah sudah dipindahkan ke kamar inap VIP, di mana hanya ada ibunya seorang pasien di ruangan ini.

Arumi memandang Wanhan yang duduk santai di sofa tunggu.

"Kalau memang Bapak tidak suka keramaian, kenapa tidak pulang saja?" celetuknya.

"Arumi, jangan begitu dengan calon suami sendiri," komen ibunya.

Arumi melirik Aisyah yang sedang memandang sekeliling ruangan sembari tersenyum. Perhatiannya mulai tertuju pada Luna yang perlahan mendekati Wanhan.

"Ayah?"

Wanhan tertegun dengan Luna yang tiba-tiba memanggil demikian. Namun, bibir mengulas senyum dan tangan terulur untuk menggapai Luna.

"Kemarilah! Anak ayah."

***

"Buka hatimu, Arumi. Wanhan itu pria yang baik."

Arumi memandang ibunya yang selesai minum obat. Wanhan telah pergi sejak siang tadi, hanya menyisakan Arumi, Luna dan ibunya di ruangan ini.

Hingga pukul 7 malam, Arumi dan ibunya masih mendebatkan hal yang sama. Sebab, Arumi belum mau menerima Wanhan.

"Bukan hanya baik, dia juga dari keluarga kaya," sambung ibunya.

"Yang Ibu pikirkan bukan sifatnya, kan? Tapi, hartanya."

Aisyah menarik napas. "Ibu tidak munafik. Dengan kamu bersama pria kaya, hidup kamu akan lebih baik. Setidaknya kamu tidak akan menderita seperti ibu."

"Tapi, aku tidak merasa menderita hidup di tangan Ibu."

Aisyah meraih tangannya. "Kamu tidak mengerti, Arumi. Demi kamu dan kakakmu, ibu baru bisa bertahan dengan ayahmu."

"Tanpa kalian berdua, ibu juga mungkin akan memilih pria kaya di luar sana."

Apakah harta adalah hal utama yang menciptakan kebahagiaan?

"Tapi, Bu. Status kami yang berbeda, tentu akan jadi permasalahan. Baik antar keluarga mau pun orang sekitar."

Aisyah membisu sejenak mendengar penuturan Arumi.

"Lalu, kapan kamu mau menikah?"

Arumi menundukkan kepala. "Jarang lelaki yang memandang ibu satu anak tanpa adanya pernikahan sebelumnya, Bu."

"Luna ...."

Aisyah langsung berhenti bicara, ketika Luna yang semula menonton televisi mulai menoleh. Lantas, dengan ceria berjalan ke arah Arumi.

"Bunda."

Luna memeluk kakinya yang duduk di sebelah ibunya. Arumi mengelus kepala keponakan yang sudah ia anggap anak sendiri.

"Kenapa, Sayang?"

"Ayah kapan ke sini lagi?"

Pertanyaan Luna membungkam bibir Arumi.

Luna menaiki tubuh Arumi dan langsung dibantu olehnya. Sesekali Luna mengayunkan kedua kaki dengan ceria.

"Akhirnya Luna punya ayah juga."

Mata Arumi berkaca, sedari dulu Luna kerap menangis mencari keberadaan seorang ayah. Tapi, Arumi tidak bisa membayangkan seberapa kecewanya Luna kelak, jika tahu kalau Wanhan mau pun dirinya bukan orang tua kandung.

Sementara itu, di kediaman Wanhan.

Duduk Wanhan di kursi balkon, menikmati angin malam yang menerpa wajah. Dia mengambil segelas alkohol, menggoyangkan sejenak tanpa berniat meneguknya.

"Bagaimana pun caranya, aku harus dapatkan Luna."

Ekspresi Wanhan berubah suram.

"Rasa bersalah ini harus ditebus, dengan Luna ada di sisiku mungkin aku bisa tidur nyenyak."

Wanhan meneguk habis alkohol di tangan. Dia baru bisa tidur setelah dibuat mabuk oleh minuman ini.

Ponsel yang berbunyi menyita perhatian Wanhan. Amat malas dia berdiri dari duduk, tujuannya memeriksa si penelpon yang kemungkinan sekretaris atau kolega bisnis.

"Nomor baru."

Wanhan menggumamkan nomor yang tidak dia simpan ini. Rasa malas semakin menjalar hingga Wanhan hanya mendiamkan dan telepon tidak terjawab.

"Orang tidak ...."

Mulut Wanhan berhenti bicara, padahal dia mengira hanya orang tidak berkepentingan. Ternyata pesan masuk setelah telepon tidak dijawab.

"Saya Arumi, apakah tawaran Bapak masih berlaku?"

Tanpa basa-basi, Wanhan langsung menghubungi nomor yang mengaku bernama Arumi ini.

"Halo Pak Wanhan--"

"Kamu di mana?"

Wanhan langsung memotong pembicaraan sembari mengambil kunci mobil dan berjalan cepat, tepatnya setelah dia mendengar suara Arumi di telepon.

"Saya masih di rumah sakit."

"Tunggu aku di luar gedung."

Belum sempat Arumi menjawab, Wanhan sudah lebih dulu mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuju rumah sakit tempat ibu Arumi dirawat.

Mengendarai mobil dengan cepat, Wanhan hanya butuh 15 menit untuk sampai di sana. Tanpa parkir, Wanhan keluar dari mobil dan menghampiri Arumi yang sudah bisa dilihat dari jauh.

"Pak Wanhan," sebut Arumi.

Mata Arumi terbelalak kaget ketika tubuhnya direngkuh oleh Wanhan.

"Tawaran itu tidak ada batas kadaluarsa," ujar Wanhan.

Namun, Arumi dibuat heran dengan mobil polisi yang berhenti di jalan dan nampak menghampiri mobil milik Wanhan. Dua polisi itu mencari keberadaan Wanhan selaku pemilik kendaraan.

"Pak, apa Anda terlibat kecelakaan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 3. Kesepakatan Bersama

    Wanhan tersadar akan satu hal. Dia yang memeluk Arumi perlahan mulai menjauhkan diri dan sepenuhnya melepas wanita ini. Sosok yang Wanhan harap membawa perubahan. "Pak." Mata Arumi yang bulat memandang dia lekat. Kepedulian sedang Arumi berikan, namun Wanhan sadari itu bukan karena adanya hubungan yang sebentar lagi terjalin. Melainkan, karena Wanhan selaku atasan di tempat kerja. Mulut Wanhan tertawa. "Aku tidak kecelakaan." "Lantas, kenapa Bapak membawa serta polisi ke rumah sakit?" Wanhan melirik polisi yang mulai berjalan mendekat. "Aku sepertinya ketahuan mengebut dalam kondisi mabuk." Pengakuan yang Wanhan berikan itu menimbulkan keterkejutan bagi Arumi. Sosok atasan yang dikenal sempurna ini, rupanya memiliki celah di malam hari. "Apakah Anda pemilik mobil itu?" Wanhan tersenyum dan memandang Arumi. "Tunggulah aku." Arumi hanya bisa diam dengan cemas, melihat Wanhan yang berjalan sempoyongan bersama polisi ke lain arah. Nampaknya identitas yang dimin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 4. Tidur Bersama

    Pernikahan yang hanya dihadiri sedikit orang ini, membuat Aisyah memandang Arumi dengan cemas. Merasa kalau keluarga Wanhan yang kaya itu tidak menyetujui. Bahkan, tak ada banyak foto. Wanhan dan Arumi juga saling berjauhan meski sudah diarahkan berulang kali oleh fotografer. "Karena kami sudah menikah, aku berniat mengajak Arumi tinggal di rumahku, Bu." Wanhan langsung mengutarakan niat setelah acara pernikahan selesai. Aisyah sendiri tak perlu mempertimbangkan lama. "Tentu saja, Wanhan. Kamu sebagai suami berhak membawa Arumi serta Luna." Arumi hanya mendengarkan percakapan tersebut. Jika menolak, maka ia harus membawa Wanhan yang berasal dari keluarga kaya ini ke kontrakan. Tinggal bertiga saja sudah sempit, apalagi nanti ditambah Wanhan. Belum lagi, Wanhan yang terbiasa tidur di bawah AC justru harus menikmati kipas angin. *** Mata Arumi tersihir hingga mulut membisu, tepat setelah pintu rumah Wanhan terbuka. Perbedaan sangat jelas jika dibandingkan dengan kontraka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 5. Jangan Coba Sentuh

    "Naiklah! Aku antar sampai samping kantor." Arumi hanya membisu karena tidak percaya dengan omongan Wanhan. Takutnya berhenti di depan kantor dan dilihat banyak karyawan. Mata Wanhan menyipit. "Kenapa tidak naik?" "Paling Bapak akan menjalankan mobil setelah saya mendekat." Pemikiran buruk itu membuat Wanhan menarik napas. "Apa aku selicik itu di matamu, Arumi?" Bukankah terbukti dari niatan Wanhan yang ingin menyeretnya paksa jika tidak setuju menikah? Arumi benar-benar ragu dan masih berdiam diri di tempatnya. "Masuk!" seru Wanhan. Wanhan yang kesal sampai membunyikan klakson beberapa kali. Pengendara banyak yang melirik membuat Arumi terpaksa memasuki mobil milik suaminya sendiri. "Kamu sungguh menguji kesabaran, Arumi," sindir Wanhan. Dari yang Arumi tahu, sifat Wanhan dan Valdi sangat jauh berbeda. Terbukti dari sosok Wanhan yang tingkat kesabarannya setipis tisu. "Bukankah saya sudah naik, Pak?" Wanhan mendelik, memang Arumi sejak dulu selalu membuat dia

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 6. Wanita Malam

    “Pak,” sebut Arumi dengan mata terbelalak kaget. “Itu tidak perlu. Jika ingin belikan, lebih baik untuk Luna saja.” Wanhan tak mendengarkan dirinya sama sekali, tetap menyuruh pegawai dengan lirikan mata. “Mari, Bu. Ikut dengan saya untuk memilih!” pinta pegawai. “Tidak perlu,” Wanhan langsung menolak. “Kamu saja yang pilihkan.” Kalau Arumi sampai ikut, jangankan mencoba pakaian memilihnya saja pasti tidak akan dilakukan. Wanhan tidak bisa memasrahkan pakaian pada Arumi. “Baik, Pak.” Pegawai tersebut mulai meninggalkan mereka bertiga. Arumi memandang Wanhan sedikit kesal. “Apa? Diberikan hadiah harusnya kamu senang, bukannya tidak tahu terima kasih begini,” sindir Wanhan pelan, tentu takut Luna ikut dengar. Arumi menarik napas. “Jangan keluarkan uang Bapak, saya tidak sanggup menerimanya.” Tidak ingin meladeni Arumi, Wanhan lebih memilih berkeliling untuk mencarikan pakaian yang cocok untuk Luna. “Luna ke mari! Ikut dengan ayah memilih baju.” Amat ragu Luna

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 7. Janda Lebih Menantang

    Tenaga Wanhan sedikit melemah, setelah dia menembus Arumi dengan paksa. Arumi yang kesal mulai memukuli suaminya amat keras, Wanhan sesekali menghindar namun tidak pernah membalas. "Bapak jahat sekali pada saya," adu Arumi masih menangis. Wanhan berusaha menenangkan Arumi, dia cium dahi sang istri cukup lama. "Arumi tenanglah! Aku tidak akan menyakiti kamu lagi." Tangisan Arumi mulai mereda, hingga meminta Wanhan untuk melepaskan dirinya. "Pak, lepaskan saya. Tolong, bangun dari tubuh saya!" pintanya. Bukannya menuruti, Wanhan justru mengangkat dagu Arumi dan mulai melayangkan beberapa kecupan di bibirnya. Arumi pun kaget dengan bagian bawah yang mulai digerakkan oleh suaminya. "Sebentar saja, Arumi," bisik Wanhan lembut. Arumi berusaha memberontak, namun Wanhan mencekal tangannya dan hasrat dia makin menggebu. Arumi yang belum merasakan kenikmatan hanya bisa meringis, menahan perih dan panas di bawah sana yang dijelajahi paksa. *** Wanhan menyugar rambut sembari

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 8. Rekan Kerja Lelaki

    Desas-desus itu masih terdengar oleh telinga Arumi, namun Arumi tidak ingin meladeni mereka, sementara Dani hanya diam merasa kalau Arumi pantas mendapatkannya. "Ada apa pak Wanhan mencariku?" tanya Arumi. Dani mendelik dengan raut kesal. "Mana aku tahu kamu bisa tanya setelah tiba di sana. " Arumi memandang punggungan Dhani yang berjalan dengan cepat di hadapannya. Sebenarnya Arumi tidak ingin bertemu dengan Wanhan sekarang, teringat dengan kelakuan suaminya semalam. Namun, Arumi tidak bisa menunjukkan ketidaksenangan hatinya di hadapan banyak karyawan. Bagaimanapun pernikahan mereka berdua dirahasiakan, tidak boleh ada perasaan pribadi saat di kantor. Hanya butuh waktu 2 menit untuk sampai di depan ruangan kerja milik suaminya, Arumi mulai memasuki ruangan tersebut sendirian karena Dani meninggalkan dirinya setibanya di sana. “Kenapa Bapak mencari saya di tengah pekerjaan waktu bekerja?“ Wanhan yang semula telah menyiapkan beribu kata yang dia rangkai untuk mengkritik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 9. Mas Wanhan

    “Dia karyawan tetap atau magang?” Bahkan saat makan malam, Wanhan yang masih penasaran mulai membahas kembali sosok Rehan. Arumi yang selesai menyuapi Luna sampai melirik. “Kenapa Bapak ingin tahu sekali?” Luna memandang kedua orang tua secara bergantian. “Iya, kenapa Bapak ingin tahu?” ulang Luna. Mata Wanhan dan Arumi menatap sang putri dengan raut kaget. Embel-embel “bapak” yang ditambahkan itu membuat Wanhan berkomentar. “Kenapa Luna berubah jadi panggil bapak? Kan Luna anak ayah.” Bibir Luna mengulas senyum. “Karena Bunda yang panggil, berarti Luna juga harus.” Begitu mendapat penjelasan, Wanhan langsung melirik pada Arumi yang menghindari tatapan suaminya. “Gara-gara kamu, Arumi. Luna jadi sembarangan panggil ayahnya sendiri,” keluh Wanhan. Arumi melirik, merasa tidak ingin disalahkan. Dirinya sama sekali tidak menyuruh Luna menyebut Wanhan demikian. “Mulai sekarang panggil aku lebih mesra di depan Luna,” ujar Wanhan menekankan. Namun, Arumi tidaklah meny

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 10. Orang Kaya Bukan Manusia

    Wanhan berdehem sembari menghindari tatapan mata Arumi. “Luna main ke mana?” tanya Wanhan berusaha mengalihkan perhatian dia. “Dengan anak tetangga, di depan sana.” Mata Wanhan nampak melirik ke arah yang istri tunjuk, namun dia tidak menemukan siapa pun. “Luna di dalam, hari sore begini saya tidak bisa biarkan Luna berkeliaran di luar.” Soal itu, Wanhan sepertinya harus mengacungkan jempol pada Arumi karena telaten merawat Luna. “Ibu di rumah?” “Iya, Mas.” Mata Wanhan kembali meliriknya. Sebutan mas itu memang belum terbiasa terdengar di telinga, namun menurut Wanhan itu lebih baik ketimbang bapak. “Nanti langsung pulang?” Kepala Arumi menoleh sembari menemani suami berjalan ke arah rumah. “Memangnya mau ke mana lagi, Mas?” “Menginap,” sahut Wanhan cepat. Mendadak kaki Arumi berhenti melangkah, mata Wanhan melirik atas reaksi darinya. “Saya rasa itu tidak pantas.” Dahi dia mengerut, tidak pantas itu baru terucap jika Wanhan hanya orang lain. Sementara d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 34. Anak Lelaki Lain

    "Jadi, Luna dijemput oleh kak Airin dan diajak pergi?"Setelah suasana tenang, Arumi duduk di ruang tengah dengan Luna di pelukannya. Wanhan yang duduk di depan mereka berdua mengangguk pelan.Arumi memandang sembari mengusap kepala Luna dengan lembut. "Luna dipaksa atau ikut sendiri?""Ikut sendiri," sahut Luna sembari bersembunyi di tubuhnya."Maaf ya, Bunda."Jemari Arumi masih mengusap. "Tidak apa. Tapi, lain kali harus tunggu bibi atau paman sopir kalau mau ikut sama tante, ya."Kepala Luna mengangguk pelan. Wanhan memandang padanya yang bisa dengan tenang saat bicara. "Ayah sudah minta maaf sama Luna? Begitu pun sebaliknya.""Sudah," sahut Luna dan Wanhan hampir bersamaan.Pandangan Arumi dan Wanhan saling bertemu. Menurutnya Airin berhak jika ingin bertemu dengan Luna, toh wanita itu ibu kandung dari Luna. Bedanya Airin pasti ada tujuan tertentu sampai menemui Luna, seperti halnya menginginkan uang lebih banyak. Arumi paham kenapa Wanhan bisa sampai marah."Nah, sekarang Lun

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 33. Wanhan Marah

    Matahari yang mulai bersiap untuk tenggelam satu jam lagi, terlihat Arumi memasuki mobil milik Wanhan yang terparkir cukup jauh dari kantor.Namun, Arumi merasa ada yang tidak beres dengan suaminya. Biarpun Wanhan mulai mengemudikan mobil, suaminya ini terlihat diam membisu dengan raut wajah yang menahan amarah."Ada apa, Mas? Apa di kantor sedang ada masalah?" Arumi langsung bertanya.Wanhan menoleh. "Tidak ada."Jawaban singkat dan raut wajah yang masih belum berubah membuat Arumi yakin, kalau suaminya ini sedang kesal."Apa aku yang buat masalah?""Kamu tidak buat masalah apa pun."Arumi jadi heran. "Kalau bukan masalah di kantor, bukan karena aku juga. Terus kenapa Mas kelihatan kesal begini?"Wanhan pun melirik wajah sendiri di spion. Memang kemarahan dia tidak bisa disembunyikan. Wanhan menarik napas dan berusaha untuk menenangkan diri."Aku tidak kesal atau marah kok, Arumi."Kepala Arumi mengangguk. "Baiklah."Meski penasaran, tapi Arumi tidak mungkin terus mendesak Wanhan unt

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 32. Luna Hilang

    "Ya?" Wanita tersebut berusaha mencerna ucapan dari Wanhan. "Maksud Bapak, Arumi bersuami dan sudah menikah?" Kepala Wanhan mengangguk membenarkan. Pandangan wanita tersebut tertuju pada Wanhan dengan pemikiran yang buruk. "Arumi sedang mengandung dan sudah bersuami, lalu Bapak masih mendekatinya?" Wanita tersebut bertanya dengan hati-hati. "Itu anakku." Pengakuan itu berhasil membuat ketua divisi Arumi menahan napas sejenak. Merasa dugaan yang buruk ternyata benar adanya. Arumi wanita yang murahan. Sudah tahu bersuami, tapi masih berselingkuh dengan atasan sendiri di kantor. Melihat karyawan dia yang hanya diam, tak memberikan reaksi terkejut membuat Wanhan berbicara lagi. "Sepertinya kamu masih belum paham ya." "Soal apa, Pak?" Wanhan menarik napas. "Aku suami Arumi itu, jadi sangat wajar kalau aku yang menghamilinya." Begitu mendengar pengakuan lagi, wanita tersebut barulah membulatkan mata dengan menunjukkan raut wajah yang terkejut luar biasa. Bahkan tangan sempa

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 31. Wanita Bersuami

    "Bapak sudah tidak waras, ya?"Datang-datang Dani langsung mengeluhkan kelakuan Wanhan. Sampai Wanhan yang semula sibuk bekerja, terpaksa mengalihkan pandangan pada sang sekretaris."Kamu punya adab, kan? Sekali pun pintu terbuka, kamu wajib mengetuknya dahulu," protes Wanhan.Bukannya mendengarkan dan intropeksi, Dani justru menghela napas kemudian mengeluarkan ponsel."Bapak minta saya untuk bertemu lagi dengan kakaknya Arumi dan memberinya uang.""Bagaimana mungkin saya ingat untuk mengetuk pintu?"Wanhan sepenuhnya berhenti dari kegiatan dia membuka halaman demi halaman dokumen. "Aku hanya menyuruh kamu seperti biasanya, kenapa masih saja mengeluh?"Dani langsung menarik napas panjang. "Masalahnya, uang yang Bapak berikan itu besar. Hampir 200 juta, sebenarnya apa yang sudah dia lakukan sampai Bapak seloyal ini?" keluh Dani panjang lebar.Mulut Wanhan membisu sejenak. Dia tatap sekretaris yang mungkin seharusnya tahu."Dia sudah tahu soal hubunganku dengan kak Valdi," sahut Wanh

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 30. Ketahuan

    "Kalau bukan perumpamaan, sudah saya tambah beras supaya tidak jadi bubur," sahut Dani membuat Wanhan melirik. "Oh ya, hari ini jangan lupa ada jadwal makan dengan pak Anggara." Dani tiba-tiba saja mengingatkan hal yang ingin Wanhan lupakan. Wanhan menarik napas kesal. "Kenapa kamu harus mengatakannya sekarang sih?" Dani mengerutkan dahi, melihat atasan yang malah marah diingatkan. "Kalau saya tidak bicara sekarang, saat Bapak sibuk justru lebih tidak mendengarkan." Lirikan Wanhan menjadi tajam. Sekretaris dia benar-benar butuh pendamping yang memikat hati pria lain sekali pun hanya diam, supaya Dani ikut merasakan seperti apa kesalnya hati dia. ** Wanhan makan malam bersama sang kakek dengan mulut membisu, kalau ditanya baru sesekali jawab. "Sebenarnya kamu kenapa sih? Seperti wanita yang lagi haid saja," sindir Anggara saking herannya. Wanhan melirik sejenak, kemudian meletakkan alat makan karena sudah selesai. "Aku sedang sibuk-sibuknya di kantor, Kakek malah m

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 29. Berani Bertanggung Jawab

    Pandangan Arumi dan Wanhan saling bertemu. Berusaha ia cari kebohongan di mata suaminya, namun tak ditemukan olehnya. Hanya ada keseriusan yang Wanhan tunjukkan."Bu, aku rasa Arumi lelah," ujar Wanhan tiba-tiba setelah suasana hening."Aku akan bantu Arumi kembali ke kamar."Mendengar maksud dari sang menantu yang ingin bicara berdua dengan Arumi, membuat Aisyah langsung mengerti dan segera bangun dari tempat duduk."Tentu saja Nak Wanhan. Kalau begitu ibu melihat Luna dulu."Jemari Wanhan terulur ke arahnya. Mulanya Arumi merasa ragu, namun pada akhirnya ia mulai meraih suaminya dan bangun dibantu oleh Wanhan."Aku tidak lumpuh, Mas," ujarnya karena berjalan pun tangan masih dituntun oleh Wanhan."Diam."Arumi menurut dan langsung membisu. Namun, Wanhan yang menyadari ucapan dia sendiri telah salah, Wanhan langsung mengeratkan tangan yang menggandeng Arumi."Kamu tidak lumpuh, kok. Aku cuma mau gandeng kamu sampai kamar saja."Mata Arumi memandang pada suaminya yang terlihat damai h

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 28. Aborsi

    Arumi membulatkan matanya. "Buat apa ke klinik, Mas?" Wanhan mengulurkan tangan untuk digapai olehnya. "Periksa, barangkali memang kamu lagi hamil," sahut Wanhan. Arumi meraih tangan suaminya dan dituntun untuk keluar dari area kamar mandi. Terlepas benar tidaknya Arumi mengandung, Wanhan hanya tidak ingin istri tergelincir karena lantai yang barangkali licin. "Aku tidak hamil, Mas. Hanya masuk angin saja, serius," ujar Arumi terdengar kekeh. "Apa salahnya periksa, Arumi?" Dorong ibunya. Sementara Luna sudah tersenyum senang semenjak tadi. Sangat berharap benar-benar memiliki seorang adik. Melihat Arumi yang hanya diam, terlihat tidak ingin pergi dan memeriksakan diri membuat Wanhan angkat bicara. "Kamu sudah telat Arumi, masih tidak mau periksa?" Pandangan Arumi dan Wanhan saling bertemu. Dirinya sedikit terkejut karena suaminya ternyata tahu kapan tanggal datang bulannya. Memang tidak dipungkiri, Arumi sadar namun pemikirannya justru menganggap paling hanya te

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 27. Percaya Sedikit Saja

    Bibir Arumi mengulas senyum sedikit. Dirinya tahu, siapa orang yang dimaksudkan oleh Wanhan. Sosok yang membungkam para karyawan duluan sebelum diperintah. Tentu saja orangnya Dani, sosok yang sangat tidak ingin pernikahannya dengan Wanhan diketahui. "Jadi, kakakmu yang buat kamu basah saat makan siang?" Arumi sempat menjawab saat Wanhan bercerita di tengah hubungan badan mereka barusan. Kepala Arumi mengangguk mengiyakan. Wanhan menarik napas, merasa kalau kakak dari Arumi makin lama makin ngelunjak. "Aku akan menyuruh Dani untuk menemui kakakmu itu," putus Wanhan. Mata Arumi membulat. "Jangan, Mas!" Dirinya langsung saja melarang, tentu saja Arumi seperti ini bukan tanpa alasan. "Kalau Mas suruh pak Dani, maka ujungnya Mas bakal memberi uang," ujarnya. Wanhan mengerutkan dahi. "Lantas, menurut kamu aku harus bagaimana, Arumi?" Bibir Arumi langsung membisu, dirinya juga bingung harus menghadapi kakaknya dengan sikap seperti apa. Kalau menuruti kemauan Airin, maka Wanhan h

  • Terjerat Pesona Ibu Anakku   Bab 26. Istriku

    Arumi kaget dengan rasa dingin yang datang karena kelakuan kakaknya. Terburu Arumi berdiri dari duduk dan terpaksa menyudahi makan siangnya."Apa yang Kakak lakukan!"Airin memandang Arumi sengit, sama sekali tidak ada rasa bersalah."Kamu lupa, dulu sewaktu kecil siapa yang mengurus saat ibu bapak kerja? Orang ini, Arumi!""Kamu jadi orang sangat tidak tahu terima kasih!"Mulut Arumi membisu dengan mata melirik sekeliling. Mereka berdua telah jadi pusat perhatian, namun Airin sama sekali tidak terlihat malu.Setelah berdebat sebentar dan berujung membuat Airin marah. Arumi terlihat memasuki gedung kantor dengan langkah cepat."Arumi."Kepalanya menoleh dan menemukan Rehan berjalan mendekat dengan menunjukkan raut heran."Ada apa dengan rambut dan pakaianmu?"Padahal Arumi sudah mengeringkan diri di toilet cafe, namun Rehan masih saja menyadarinya. Arumi mengulas senyum dengan kepala menggeleng."Tidak sengaja membuat kekacauan di cafe."Rehan memandang Arumi dengan rasa tidak percaya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status