"Apa aku mengatakan Pasaigi?" tanya Theo berpura-pura salah bicara."Maksudku rumah sakit," lanjutnya mencoba mengkoreksi perkataannya semula. Theo lega karena sepertinya Rachel dan Nadine mempercayainya karena mereka tidak bertanya lebih jauh lagi.Namun Sarah cukup kaget karena Theo menutupi kenyataan bahwa dia tinggal di Pasaigi. 'Kenapa? Apa dia ingin menyelamatkanku dari cibiran Rachel dan Nadine? Atau dia tidak ingin orang-orang tau kalau dia ke Pasaigi bersamaku demi menyelamatkan mukanya?' batin Sarah."Baik, jadi mari kita mulai pertemuannya," sahut Rachel yang tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi sebelumnya..Theo mengangguk lalu mempersilakan Nadine untuk menjelaskan. Nadine menyerahkan proposal yang sudah disiapkan kepada Theo dan Rachel, lalu meletakkan milik Sarah yang masih melamun di atas meja."Sarah!" panggil Rachel sambil menyikut tangannya. Sarah langsung tersadar dan mengambil proposalnya."Jadi dalam rangka ulang tahun perusahaan, kami akan mengadakan lo
"Tolong jawab Nona Sarah, apa benar anda mengajar salah satu murid secara privat?" desak kepala sekolah. Sarah terdiam beberapa saat lalu menganggukkan kepalanya perlahan. Kepala sekolah menghela napas panjang."Katanya anda dibayar mahal untuk itu dan anda juga menawarkan jasa les privat kepada anak-anak lain, dengan syarat harus dirahasiakan. Apa itu benar?" Mata Sarah terbelalak. Siapa yang sudah memfitnahnya dengan kejam seperti ini?"Tidak Pak, saya tidak pernah menawarkan jasa les privat kepada anak-anak lain. Saya mengajar privat karena diminta oleh sekolah musik tempat saya bekerja. Saya tidak tahu kalau dia murid Pioneer sebelumnya," jelas Sarah."Tapi setelah tahu anda tetap melanjutkan?" Sarah kembali mengangguk dengan pelan."Anda tahu peraturannya dan anda tetap melanggarnya. Apa anda tahu kalau orangtua murid sangat sensitif dengan hal-hal seperti ini? Mereka semua membayar dengan harga yang sama, tentu saja mereka mengharapkan anak-anaknya diperhatikan dengan sama. T
"Mau membicarakan apa Tuan?" tanya Sarah kaget."Saya akan mengantar Nona Sarah pulang, kita bicara di jalan," jawab Theo sambil menunjuk ke arah mobilnya. Sarah mengikuti Theo dengan patuh."Saya mau minta maaf karena les privat Grace ini sudah membuat anda menghadapi masalah," ucap Theo setelah mereka mulai meluncur di jalan.Sarah menatap keluar jendela."Tidak apa-apa, itu bukan salah anda dan Grace. Saya seharusnya lebih hati-hati dalam bertindak," jawab Sarah pelan."Jadi, apa anda sudah memutuskan akan memilih yang mana?"Sarah menatap Theo sebentar lalu kembali menatap keluar jendela."Masih saya pertimbangkan.""Karena masalah ini ada kaitannya dengan saya, boleh saya mengatakan sesuatu?" Theo melirik Sarah."Silakan.""Kalau anda memilih Pioneer saya akan tetap membayar anda. Tapi kalau anda memilih untuk terus mengajar Grace maka saya berharap anda dapat mengajar dia tiap hari, Saya akan membayar gaji anda sebesar yang anda terima di Pioneer atau lebih. Uang sama sekali buk
"Saya mengerti. Bagaimanapun juga bekerja di sekolah lebih menguntungkan bagi anda," ucap Theo pelan lalu mengambil kopi yang sudah selesai dibuat dan menyerahkan salah satunya kepada Sarah. "Terima kasih untuk pengertian anda," jawab Sarah lembut sambil menerima kopi yang diberikan Theo. Mereka berdua lalu berjalan masuk. Theo sangat kecewa karena sangat berharap Sarah akan terus datang ke rumahnya. Dia tidak mengerti mengapa dia merasa seperti ini. Padahal Sarah bukan siapa-siapa. Mereka bahkan tidak begitu dekat, tapi Theo merasa seperti akan berpisah dengan seseorang yang sangat dia sayangi. Nadine dan ibunya, Angel ternyata sudah menunggu di kantor notaris dengan tidak sabar. Sarah masuk dan sama sekali tidak menyapa mereka. "Sarah, anakku. Bagaimana kabarmu, nak?" sapa Angel seakan-akan sangat merindukan Sarah. Sarah diam saja. Dia tahu ibu tirinya sedang bersandiwara di depan Theo, tapi dia tidak ingin terlibat. Dia muak melihat wajah munafik ibu tirinya. "Sepertinya kit
"Kenapa dia tidak mengangkat teleponku?" tanya Theo khawatir. Dia sangat kesal dengan dua pengawal yang dia tugaskan. Bagaimana mungkin mereka ketahuan mengawasi Sarah, setelah Theo jelas-jelas memberi instruksi agar mereka melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Theo sangat cemas sesuatu akan terjadi dengan Sarah. Apalagi karena Sarah tidak mengangkat teleponnya. Theo memutuskan untuk meminta bantuan Rachel. "Apakah kau bisa membantuku menghubungi Sarah?" "Ada apa? Kau bahkan tidak menjawab sapaanku dan langsung mencari Sarah." jawab Rachel berpura-pura kesal. "Dia sama sekali tidak menjawab teleponku. Ada sesuatu yang harus aku sampaikan kepadanya." "Jadi?" "Tolong hubungi dia dan tanyakan dimana dia berada," pinta Theo. "Dia pasti sedang bekerja di kafe kofee. Aku tidak mau dimarahi karena mengganggunya. Lagipula ... hari ini dia memutuskan untuk keluar dari sekolah musik ini." "Apa? Kenapa?" tanya Theo bingung. "Dia tidak menjelaskan apa-apa. Tapi sepertinya dampak dari m
"Tiga tahun yang lalu?" tanya Theo kaget."Iya Tuan," jawab asistennya dengan yakin. Theo hanya menganggukkan kepalanya lalu masuk ke mobilnya."Tiga tahun yang lalu, bukankah itu saat dia pindah ke Pasaigi dan ... Itu dia! Aku baru ingat!" seru Theo dengan mata terbelalak.Dia baru ingat kalau Sarah pernah memintanya untuk menunda atau membatalkan pembelian rumah itu. Entah mengapa saat itu dia tidak menganggapnya serius dan merasa Sarah hanya bersandiwara."Nadine, dia yang waktu itu membuatku yakin Sarah adalah orang yang menginginkan rumah ini dijual," guman Theo pelan.Kemampuan analisisnya yang bagus, ditambah dengan intuisinya yang kuat membuat Theo yakin rumah ini adalah alasan Sarah meninggalkan semuanya.***"Nadine, masuk ke ruangan saya!" perintah Theo begitu dia tiba di kantor pagi ini.Nadine segera mengikuti Theo masuk ke ruangan bos nya itu."Duduk!" "Baik Pak."Melihat raut wajah Theo, Nadine tahu dia sedang menghadapi masalah."Jawab saya dengan jujur. Apakah benar
"Kirimkan alamat lengkapnya!" perintah Theo kepada anak buahnya yang tadi mengirimkan foto Sarah.Perjalanan ke tempat Sarah berada saat ini, cukup jauh. Mereka harus berkendara selama 2 jam, bila tidak ada kemacetan. Karena itu, Theo sudah membawa banyak persiapan, apabila Grace membutuhkan sesuatu selama perjalanan.Entah Grace atau Theo yang lebih bersemangat untuk menemui Sarah. Tapi yang pasti wajah mereka berdua sangat bahagia. Senyuman terus tersungging di bibir mereka.Theo mencoba mengarang kalimat-kalimat yang akan dia katakan bila bertemu Sarah nanti di dalam kepalanya. Dia sangat berharap Sarah mau pulang bersamanya. Theo melirik Grace yang sudah mulai tertidur. Dia kelelahan setelah tadi mengamuk cukup lama.Mereka tiba di penginapan milik keluarga ibu Sarah setelah matahari terbenam. Maranet Tops adalah dataran tinggi yang terkenal dengan pemandangannya yang indah. Udaranya juga sangat sejuk dan segar. Theo juga memiliki sebuah penginapan di daerah ini, namun dia jarang
"Enak Grace?" tanya Sarah sambil memperhatikan Grace yang makan dengan lahap."Dia pasti makan lahap karena kelaparan," sahut Theo dengan kesal."Tuan tidak makan?""Tidak usah!"Theo tidak menutupi kekesalannya karena Sarah bersikap tegas kepada putrinya dan Sarah menyadarinya."Tambah?" tanya Sarah tersenyum begitu Grace menganggukkan kepalanya.Sarah kembali memotong-motong kentang dan menyuwir ayam untuk Grace. Theo melirik Grace yang tampak tidak sabar menunggu makanannya. Begitu Sarah menyerahkan piring yang sudah diisi ulang, Grace langsung menghabiskannya dengan cepat.Setelah Grace selesai makan, dia langsung membersihkan diri dan mengganti baju dengan pakaian rumah yang memang dibawa oleh Theo untuk jaga-jaga, kalau bajunya kotor atau basah."Grace, kita pulang ya. Kapan-kapan kita main ke sini lagi," ajak Theo dengan lembut."Grace tidur disini!" bentak Grace lalu langsung masuk ke kamar yang tadi Sarah tunjukkan kepadanya.Sarah segera mengikuti Grace masuk ke dalam kamar.