"Aku tidak tahan lagi!" Theo masuk ke dalam rumah Sarah lalu menutup pintunya dengan satu tangan tanpa melepaskan tatapannya dari Sarah. Langkahnya semakin lebar, sehingga dia menjadi semakin dekat dengan Sarah. Sarah terus mundur tapi kakinya tidak sepanjang Theo. Tiba-tiba Theo menarik lengan Sarah dan mendekatkan tubuh Sarah ke tubuhnya."Saya minta maaf kalau sudah membuat anda marah," guman Sarah yang dadanya terasa mau meledak dan napasnya yang tersengal-sengal.Bukan karena takut atau sungguh-sungguh merasa bersalah. Namun karena tatapan mata Theo menyiratkan keinginan terpendamnya. "Tuan Theo, saya hanya-""Panggil aku Theo.""Tapi Tuan-""Panggil aku Theo," desak Theo yang wajahnya semakin dekat dengan Sarah. "Theo," panggil Sarah dengan suara bergetar.Dia mungkin salah menduga maksud pria pujaannya itu, namun cara Theo memandangnya dan mendekap pinggangnya membuat Sarah percaya bahwa pria itu menginginkannya."Apakah kau selalu suka ikut campur urusan orang lain?" bisik
"Ada apa Tuan?" tanya Sarah bingung. "Sarah, bisakah kau berhenti memanggilku Tuan?" Hari Sarah berbunga-bunga, mendengar Theo menyebutkan namanya tanpa menggunakan panggilan nona. Dia tersenyum malu sambil mengangguk. Dia akan berlatih memanggil nama Theo tanpa tambahan lain. "Grace mengamuk, sepertinya dia kaget menyadari bahwa dia sudah di rumah. Pelayan mengatakan dia terus memanggil namamu. Aku takut kepulanganku tidak akan membawa dampak apapun, tapi kalau kau ikut denganku dia pasti akan menjadi lebih tenang. Jadi, aku mohon. Hari ini saja, tolong aku," pinta Theo memohon. "Baiklah. Aku akan mengganti bajuku sebentar." Theo menarik napas dan membuangnya perlahan karena lega dan bahagia. Dia lega karena yakin Grace akan senang bertemu dengan Sarah. Bahagia, karena paling tidak malam ini hingga besok dia akan bersama Sarah. Sarah mengunci rumah dengan terburu-buru, lalu menyerahkan kuncinya kepada penjaga penginapan. Theo menunggu Sarah dengan sabar, lalu membukakan pintu m
"Selamat pagi," jawab Sarah lembut.Ini adalah momen yang tidak pernah ada dalam kepala Sarah. Bahkan membayangkannya pun tidak. Bagi Sarah ini hanya ada dalam adegan film atau novel romantis tapi tidak di kehidupan nyata."Mana Grace?" tanya Sarah mencoba mengalihkan rasa gugupnya."Dia sudah tidak sabar menunggumu. Ayo," ajak Theo.Mereka berjalan menyusuri lorong dengan banyak pintu, yang dindingnya dihiasi dengan berbagai lukisan mahal. Semalam Sarah sudah terlalu lelah sehingga tidak bersemangat untuk memperhatikan sekitarnya.Ternyata lorong itu langsung menuju ke ruang makan. Grace sedang duduk tenang sambil menikmati sarapannya, beberapa potong roti dengan selai stroberi. Grace menyadari kedatangan Sarah dan Theo."Miss Sarah! Miss Sarah!" teriak Grace kegirangan. Dia segera berlari ke arah Sarah lalu melompat-lompat sambil bertepuk tangan. "Selamat pagi Grace," sapa Sarah dengan senyuman tulus."Selamat pagi! Selamat pagi!" seru Grace bersemangat sambil terus melompat."Grac
"Syarat?" tanya Sarah dengan jantung berdetak cepat. Theo masih menatap Sarah, membuat pikiran Sarah terbang jauh. Apakah Theo memiliki pemikiran yang sama dengannya ataukah dia berharap terlalu banyak?"Ya, hanya satu syarat." Theo menghela napas perlahan tanpa melepaskan pandangannya dari Sarah."Kau harus menjadi guru privat Grace dan mengajarinya setiap hari."Sarah menyunggingkan senyum paksa di bibir merah mudanya. Dia tidak menyangka Theo akan meminta syarat semudah ini. Dia sempat berharap Theo akan memintanya untuk menikah atau paling tidak bertunangan. Sarah merasa kasihan dengan dirinya sendiri, karena terlalu banyak bermimpi."Bagaimana?" tanya Theo pelan.Theo tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Dia sudah menyiapkan semuanya dengan baik. Dia bahkan sudah mengatur kata-kata apa yang harus dia ucapkan. Dia akan meminta Sarah menjadi kekasihnya sebagai syarat untuk mendapatkan rumah itu. Namun, dia gentar. Theo tidak yakin akan keinginan Sarah untuk berkomitmen
"Apa maksudmu?" tanya Sarah heran. "Temui aku jam 7 malam nanti di restoran yang berada di samping sekolah musik. Sekarang berikan teleponmu kepada Theo." Sarah menyerahkan telepon genggamnya kepada Theo. "Siapa?" tanya Theo sambil menerima telepon Sarah. "Rachel." "Kenapa kau mematikan teleponmu tadi?" tanya Theo kesal. "Dayanya habis. Aku lupa mengisinya semalam. Selamat untuk kalian berdua. Hati-hati denganku! Jangan berani macam-macam, Sarah adalah gadis yang baik!" ucap Rachel sambil tertawa. "Siap!" jawab Theo menggoda Rachel. Theo kembali menyerahkan telepon Sarah setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Rachel. "Dia mengancamku. Katanya aku tidak boleh macam-macam, karena kau adalah gadis yang baik." Sarah dan Theo tertawa bersamaan. Namun Sarah menyimpan sesuatu dalam hatinya. Theo dan Sarah tiba di rumah bersamaan dengan Grace yang sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Sarah. Selama berjam-jam, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama. Theo sengaja tidak bekerja
Sarah kembali ke penginapan diantar supir Theo. Pikirannya kacau, dia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Dia sadar tidak adil menghakimi Theo karena masa lalunya. Tapi bagaimanapun perkataan Rachel tersimpan di kepalanya. Kalau Theo tidak terbuka dengannya, berarti dia tidak mempercayainya. Berarti bagi Theo, Sarah hanya sekedar persinggahan. "Pak, sudah berapa lama bapak bekerja dengan Theo?" tanya Sarah tiba-tiba. "Saya? Sudah bertahun-tahun Nona. Saya dulu supir dari ayahnya Tuan Theo, lalu setelah Tuan Velasco meninggal, saya menjadi supir Tuan Theo," jelas sang supir panjang lebar. "Berarti bapak sudah bekerja di keluarga ini sejak Theo masih bujangan?" "Betul Non." "Kalau begitu saya mau menguji bapak. Apakah bapak ingat umur berapa Theo pertama kali menikah?" tanya Sarah mencoba memancing sang supir. "Wah, saya tidak ingat, Nona. Tapi pastinya Tuan Theo masih sangat muda saat itu. Kalau tidak salah dia masih kuliah waktu pernikahan pertamanya berlangsung. Mungkin kare
"Panjang ceritanya. Kita harus berangkat sekarang. Ayo," ajak Theo tanpa menjawab pertanyaan Sarah.Sarah mengikuti Theo dalam diam. Dia tidak ingin memaksa Theo mengatakan hal yang tidak ingin dia katakan. Tapi hati Sarah sedikit terluka karena ternyata Theo belum juga mempercayainya.***Proses perpindahan kepemilikan berlangsung sangat cepat, karena asisten Theo sudah mengurus hal-hal yang diperlukan. Sehingga, Sarah dan Theo hanya perlu datang dan menandatangi beberapa dokumen yang dibutuhkan lalu menunggu beberapa hari untuk pengesahan dan selesai. Setelah itu mereka mengunjungi rumah orang tua Sarah. Beberapa orang sudah menunggu mereka. Sarah yang sudah membayangkan bagaimana dia ingin rumah itu di renovasi, segera menjelaskan semuanya dengan detail.Theo terkesima melihat cara Sarah berinteraksi dengan para kontraktor. Dia tidak ragu, sangat yakin dan mengerti apa yang dia inginkan. Untuk seorang pemusik yang tidak memiliki latar belakang teknik, Sarah cukup mengagumkan bagin
"Aku?" tanya Theo berpura-pura bingung. "Apa kau mau mendengar cerita ketika aku berada di fase terpuruk juga?" tanya Theo mengalihkan topik. Tubuh Sarah menegang. Bukan itu yang dia tanyakan, tapi kalau Theo mau menceritakannya, Sarah tentu dengan senang hati mendengarkannya. "Kalau kau tidak keberatan," jawab Sarah pelan. Theo menghembuskan napas lega, karena Sarah begitu gampang teralihkan perhatiannya. "Sebenarnya, sebelum Grace aku sudah pernah menikah dengan orang lain. Kami sudah berpacaran sejak sekolah menengah. Setelah 5 tahun berpacaran, kami memutuskan untuk menikah pada saat kami masih duduk di bangku kuliah. Namun, ternyata kehidupan pernikahan jauh berbeda dengan berpacaran. Kami terlalu sering ribut dan berbeda pendapat. Hingga suatu hari aku mulai menemukan banyak kejanggalan dari sikapnya. Aku pikir itu karena dia belum terbiasa dengan pernikahan, namun ternyata penyebabnya adalah pria lain." Theo menghela napas. Dia masih merasa sakit hati setiap kali membayang
"Aku memikirkan perkataan Derick tadi," ucap Theo saat dia dan Sarah sudah selesai membersihkan diri. Malam ini adalah malam pertama mereka. Kemarin mereka kelelahan setelah pesta yang diadakan hingga lewat tengah malam. Mereka segera tidur dan menyiapkan fisik untuk pesta hari ini. Sarah dan Theo duduk berdampingan di atas tempat tidur besar milik Theo. "Kenapa? Apa kau tidak ingin punya anak?" tanya Sarah berhati-hati. "Memiliki anak terasa seperti mimpi buruk bagiku," desah Theo lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Sarah mendekati Theo lalu memeluknya perlahan. "Apa karena Grace?" "Ya, karena aku takut kehilanganmu. Bagaimana kalau kau juga mengalami hal yang sama dengan Grace?" Sarah terdiam. Ternyata Theo khawatir dengan dirinya. Dia khawatir melahirkan seorang anak bisa mencabut nyawa Sarah. Sementara Sarah memiliki kekhawatiran yang berbeda. Dia takut akan melahirkan anak seperti Grace. Dia takut akan melahirkan anak yang harus berjuang lebih keras dari orang lai
"Kau tidak anti pernikahan?" tanya Theo lagi untuk memastikan."Aku? Anti pernikahan? Tidak mungkin. Aku selalu menginginkan pernikahan," jawab Sarah tanpa penjelasan lebih jauh.Dia tidak ingin membuat Theo menjauhinya karena terlalu bersemangat membicarakan pernikahan."Tadi katamu ingin minuman hangat. Mau ke kafe sebentar?" ajak Theo sambil menunjuk sebuah kafe yang ada di depan mereka."Ayo," jawab Sarah berpura-pura bersemangat.Dia kecewa karena Theo tidak menanggapi perkataannya. Dia tahu Theo pasti kecewa dan merasa tertekan karena ternyata Sarah menginginkan pernikahan."Masuklah duluan, aku harus menelepon seseorang. Aku akan menyusul," ucap Theo setelah mereka keluar dari mobil.Sarah masuk ke dalam kafe yang sepi. Dia duduk di pojok dan mulai memeriksa buku menu yang diberikan pelayan. Sarah memesan coklat hangat dan sepotong kue manis. Tidak berapa lama kemudian Theo masuk sambil tersenyum."Maaf, ada beberapa pekerjaan penting yang cukup mendesak," ucap Theo lalu memes
"Apa? Menikah sekarang? Tapi Tuan-""Kalau kau tidak mau menikah sekarang, maka sebaiknya kalian berhenti berhubungan." Theo memotong perkataan Derick dengan perintah yang jelas. Derick dan Mona saling bertatapan dengan bingung. Mereka sama sekali belum merencanakan hubungan yang sejauh itu. Tapi Theo malah memaksa mereka menikah."Mengapa kami harus menikah sekarang, Tuan?" tanya Derick yang tidak mengerti dengan pikiran Theo."Aku tidak mau keponakanku bingung. Kau sudah terlalu dekat dengan mereka tapi mereka tidak bisa mengatakan bahwa kau ayahnya di hadapan teman-temannya. Kau akan selalu menjadi teman ibunya, yang bersikap seperti ayahnya. Lebih baik kalau kalian menikah dan kau menjadi ayah mereka.""Tapi aku memang bukan ayah mereka. Bagaimanapun juga, Tuan Tommy adalah ayah mereka.""Aku tahu itu! Tapi apa kau bisa berhubungan dengan Mona dan tidak berinteraksi dengan si kembar?"Derick menggelengkan kepalanya."Atau bisakah kau memperlakukan mereka seperti anak-anak lain? K
Derick mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap Mona dan Theo bergantian. Lalu berdiri dan menatap Theo dengan berani."Tuan, saya minta maaf.""Minta maaf untuk apa?" tanya Theo yang sepertinya sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Derick."Saya dan Mona saling jatuh cinta. Sebenarnya kami kemari untuk meminta restu Tuan untuk hubungan kami," jawab Derick yakin dengan suara yang hampir berbisik."Apa?" teriak Theo tidak percaya.Sarah menutup mulut menganganya dengan tangan. Dia juga tidak percaya dengan apa yang di dengarnya."Tuan, tolong maafkan saya. Saya juga tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini," jelas Derick mencoba menenangkan tuannya.Sementara Mona hanya bisa diam menatap lelaki yang dicintainya memohon di hadapan kakak iparnya yang juga atasan kekasihnya."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Theo mencoba menenangkan pikirannya.Theo tidak percaya bagaimana bisa adik iparnya berhubungan dengan Derick. Bukan karena derajat atau pekerjaan Deri
Theo yang sebenarnya tidak suka Sarah bekerja dengan orang dewasa, tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sarah ingin melakukannya. Dia tidak punya alasan yang masuk akal selain tidak suka Sarah berinteraksi dengan pria lain. Membayangkannya membuat Theo cemburu dan kesal. Tapi Sarah akan menganggap dia picik jika terus memaksanya untuk menolak pekerjaan yang berhubungan dengan orang dewasa. Karena itu Theo akhirnya tidak punya pilihan selain menerima dengan pikiran terbuka. Lagipula Sarah sama sekali tidak meminta izinnya, dia hanya memberitahu Theo bahwa dia menerima pekerjaan mengajar di salah satu instansi pemerintahan.Sarah memberitahu Theo bahwa dia hanya akan mengajar sampai sebelum jam makan siang. Karena itu, Theo ingin memberikan kejutan dengan mendatangi tempat Sarah mengajar dan mengajaknya makan siang.Theo sengaja menunggu di luar gedung, dia tahu Sarah harus keluar dari pintu depan karena dia akan naik taksi. Dia ingin mengejutkan kekasihnya itu di hari pertama dia kembali
"Ada apa? Kenapa kau tampak marah?" tanya Theo bingung.Dia hanya berusaha membuat Sarah yakin kalau dia akan selalu ada di sisi Sarah apapun pilihan Sarah. Kalau Sarah tidak mau menikah, maka Theo akan mendukungnya meski dia sangat menginginkan Sarah menjadi istrinya."Ayo kita sapa Frank dan Claudia lalu pulang," sahut Sarah tidak menjawab pertanyaan Theo.Sarah tahu Theo tidak mau menikah, tetapi mengapa dia harus sesenang itu hidup tanpa ikatan dengan Sarah. Apakah Sarah tampak seperti wanita yang tidak perlu diperjuangkan, dijaga dan dimiliki selamanya.Sarah benar-benar marah dan kali ini dia tidak dapat menyembunyikannya."Baik, kalau itu maumu," jawab Theo yang masih bingung.Mereka berjalan ke arah pengantin tanpa memperhatikan apa yang sedang terjadi. Sarah dan Theo kaget karena tiba-tiba sebuah buket bunga muncul dari langit dan jatuh tepat di dada Sarah. Secara otomatis Sarah menangkapnya. Seluruh ruangan bertepuk tangan sambil tertawa bahagia.Sarah menatap Theo heran dan
"Nadine, bagaimana ini?" bisik Angel yang juga terkejut melihat rekaman yang ditunjukkan asisten Theo."Itu pasti rekaman palsu!" teriak Nadine panik, meski dia tahu rekaman itu asli."Kalau begitu mari kita buktikan di kantor polisi," ajak Theo santai."Kan ... kantor polisi? Tuan Theo saya rasa anda tidak perlu bertindak sejauh itu," ucap Angel dengan gugup."Kenapa tidak? Kalian sudah menjebak dan mengancam saya. Itu adalah tindak pidana!" bentak Theo yang sudah tidak tahan lagi."Sarah, Sarah, aku mohon bujuklah Tuan Theo untuk tidak memperpanjang masalah ini. Kami tidak bermaksud seperti itu," mohon Angel kepada Sarah yang langsung menyingkirkan tangan Angel.Sementara Nadine hanya berdiri dengan tegang. Dia tidak tahu harus bertindak apa. Semua rencananya sudah sempurna. Dia sudah merusak kamera pengawas dan bersandiwara di hadapan seluruh rekan kantornya. Siapa yang tahu kalau ada kamera pengawas lain di ruangan Theo? Itu benar-benar mengacaukan semuanya."Ayo mama, kita pergi
"Ada apa?" tanya Sarah penasaran melihat wajah Theo yang berseri-seri."Ayo, ikut aku kembali ke kantor," ajak Theo sambil menarik tangan Sarah.Theo segera menghentikan taksi dan memberitahu alamat tujuannya."Apa kau tidak mau memberitahuku, ada apa?" tanya Sarah sekali lagi."Nanti juga kau akan tahu," jawab Theo sambil mencubit pipi Sarah dengan lembut.Setibanya di kantor Theo langsung menghubungi asistennya dan memintanya menemui Theo di ruangannya."Panggilkan kepala pengawas keamanan gedung ini!" perintah Theo kepada asistennya."Tapi tuan, hari ini dia tidak bertugas-""Suruh dia datang ke kantor sekarang!" bentak Theo yang kesal mendengar jawaban asistennya."Baik, Tuan," jawab asisten Theo sambil berlari keluar.Sarah hanya duduk di sofa tamu, memperhatikan Theo yang tampak sangat bersemangat sekaligus emosional."Dia benar-benar berbeda dengan Derick," guman Theo sambil menatap Sarah."Mana ada orang yang sama di dunia ini. Kalau kau tidak bisa hidup tanpa Derick sebaiknya
"Apa? Tidak ada gambarnya? Apa maksudnya tidak ada gambar?" tanya Theo panik. Itu adalah satu-satunya alat bukti yang dapat menyelamatkan Theo. Kalau itu tidak ada maka dia tidak punya pilihan lain kecuali memberikan 10 milyar yang diminta Nadine."Sepertinya seseorang merusaknya, Tuan." "Merusaknya? Apakah para petugas di ruang pengawasan tidak menyadari kalau kameranya rusak?" tanya Theo marah."Sepertinya tidak, Tuan.""Brengsek! Kapan kameranya rusak?" bentak Theo yang tidak percaya dengan kinerja para pegawainya."Gambar terakhir yang terekam adalah gambar tadi pagi, Tuan," jawab asisten Theo ketakutan."Siapa yang terakhir masuk ke ruanganku sebelum kameranya rusak?""Saya ... saya tidak memeriksanya, Tuan.""Pergi dan periksa sekarang!" perintah Theo dengan nada tinggi.Di saat-saat seperti ini, Theo benar-benar membutuhkan Derick. Asistennya yang satu itu benar-benar tahu apa yang harus diperbuat. Theo selalu merasa bahwa Derick bisa membaca pikirannya. Selain itu, Derick ju