"Apa maksudmu?" tanya Sarah heran. "Temui aku jam 7 malam nanti di restoran yang berada di samping sekolah musik. Sekarang berikan teleponmu kepada Theo." Sarah menyerahkan telepon genggamnya kepada Theo. "Siapa?" tanya Theo sambil menerima telepon Sarah. "Rachel." "Kenapa kau mematikan teleponmu tadi?" tanya Theo kesal. "Dayanya habis. Aku lupa mengisinya semalam. Selamat untuk kalian berdua. Hati-hati denganku! Jangan berani macam-macam, Sarah adalah gadis yang baik!" ucap Rachel sambil tertawa. "Siap!" jawab Theo menggoda Rachel. Theo kembali menyerahkan telepon Sarah setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Rachel. "Dia mengancamku. Katanya aku tidak boleh macam-macam, karena kau adalah gadis yang baik." Sarah dan Theo tertawa bersamaan. Namun Sarah menyimpan sesuatu dalam hatinya. Theo dan Sarah tiba di rumah bersamaan dengan Grace yang sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Sarah. Selama berjam-jam, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama. Theo sengaja tidak bekerja
Sarah kembali ke penginapan diantar supir Theo. Pikirannya kacau, dia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Dia sadar tidak adil menghakimi Theo karena masa lalunya. Tapi bagaimanapun perkataan Rachel tersimpan di kepalanya. Kalau Theo tidak terbuka dengannya, berarti dia tidak mempercayainya. Berarti bagi Theo, Sarah hanya sekedar persinggahan. "Pak, sudah berapa lama bapak bekerja dengan Theo?" tanya Sarah tiba-tiba. "Saya? Sudah bertahun-tahun Nona. Saya dulu supir dari ayahnya Tuan Theo, lalu setelah Tuan Velasco meninggal, saya menjadi supir Tuan Theo," jelas sang supir panjang lebar. "Berarti bapak sudah bekerja di keluarga ini sejak Theo masih bujangan?" "Betul Non." "Kalau begitu saya mau menguji bapak. Apakah bapak ingat umur berapa Theo pertama kali menikah?" tanya Sarah mencoba memancing sang supir. "Wah, saya tidak ingat, Nona. Tapi pastinya Tuan Theo masih sangat muda saat itu. Kalau tidak salah dia masih kuliah waktu pernikahan pertamanya berlangsung. Mungkin kare
"Panjang ceritanya. Kita harus berangkat sekarang. Ayo," ajak Theo tanpa menjawab pertanyaan Sarah.Sarah mengikuti Theo dalam diam. Dia tidak ingin memaksa Theo mengatakan hal yang tidak ingin dia katakan. Tapi hati Sarah sedikit terluka karena ternyata Theo belum juga mempercayainya.***Proses perpindahan kepemilikan berlangsung sangat cepat, karena asisten Theo sudah mengurus hal-hal yang diperlukan. Sehingga, Sarah dan Theo hanya perlu datang dan menandatangi beberapa dokumen yang dibutuhkan lalu menunggu beberapa hari untuk pengesahan dan selesai. Setelah itu mereka mengunjungi rumah orang tua Sarah. Beberapa orang sudah menunggu mereka. Sarah yang sudah membayangkan bagaimana dia ingin rumah itu di renovasi, segera menjelaskan semuanya dengan detail.Theo terkesima melihat cara Sarah berinteraksi dengan para kontraktor. Dia tidak ragu, sangat yakin dan mengerti apa yang dia inginkan. Untuk seorang pemusik yang tidak memiliki latar belakang teknik, Sarah cukup mengagumkan bagin
"Aku?" tanya Theo berpura-pura bingung. "Apa kau mau mendengar cerita ketika aku berada di fase terpuruk juga?" tanya Theo mengalihkan topik. Tubuh Sarah menegang. Bukan itu yang dia tanyakan, tapi kalau Theo mau menceritakannya, Sarah tentu dengan senang hati mendengarkannya. "Kalau kau tidak keberatan," jawab Sarah pelan. Theo menghembuskan napas lega, karena Sarah begitu gampang teralihkan perhatiannya. "Sebenarnya, sebelum Grace aku sudah pernah menikah dengan orang lain. Kami sudah berpacaran sejak sekolah menengah. Setelah 5 tahun berpacaran, kami memutuskan untuk menikah pada saat kami masih duduk di bangku kuliah. Namun, ternyata kehidupan pernikahan jauh berbeda dengan berpacaran. Kami terlalu sering ribut dan berbeda pendapat. Hingga suatu hari aku mulai menemukan banyak kejanggalan dari sikapnya. Aku pikir itu karena dia belum terbiasa dengan pernikahan, namun ternyata penyebabnya adalah pria lain." Theo menghela napas. Dia masih merasa sakit hati setiap kali membayang
"Kekasih?" tanya Nadine terkejut."Apa kau dan Tuan Theo-""Ya, aku adalah kekasih Theo. Sekarang aku permisi dulu," potong Sarah lalu mengajak Grace keluar dari butik itu.Nadine membeku. Dia berdiri tegak dengan tatapan tidak percaya. Rasanya dia ingin berteriak dan memaki Sarah dengan kata-kata terkasar tapi dia menahan diri. Dia sadar sedang berada di mana.Nadine membatalkan niatnya berbelanja dan segera keluar dari butik itu. Rencananya hari ini dia akan membeli gaun indah untuk dipamerkan pada Theo saat perayaan ulang tahun perusahaan. Tapi kini semua sia-sia, dia tidak berminat lagi memakai gaun mahal.Nadine tidak menyangka, setelah semua investasi yang dia tanamkan pada dokter kulit, ahli gizi, salon mewah, pakaian dan aksesoris mahal serta perawatan yang jumlahnya tidak sedikit, Sarah masih juga bisa mengalahkannya. Dia tidak mengerti, daya tarik apa yang dimiliki Sarah hingga para pria lebih memilih dia daripada Nadine. Padahal Theo adalah harapan terakhir dan terbesar Nad
"Siapa yang kau panggil sayang?" tanya Sarah dengan marah."Kenapa kau bersikap seperti ini Sarah? Apakah status orangtuaku begitu penting hingga kau meninggalkan aku?" tanya George sambil berusaha mendekati Sarah.Theo langsung menghalangi George dengan berdiri diantara George dan Sarah."Maaf, anda siapa? Tolong minggir dan jangan ikut campur urusan kami!" bentak George kepada Theo."Kau yang minggir! Sarah adalah kekasihku!" balas Theo dengan suara yang lebih keras.George terlihat gentar, tapi berusaha menutupinya."Secepat itu kau menggantikan aku dengan pria ini, Sarah.""Apa maksudmu George? Apa kau mabuk?" tanya Sarah sambil menghentakkan kakinya karena frustrasi. Grace menutup kupingnya dan mulai meringkuk karena ketakutan. Sarah segera mendekap Grace dari belakang, agar dia tidak semakin panik."Sebaiknya hentikan omong kosong ini dan pergi dari sini!" perintah Theo kepada George."Ini bukan omong kosong. Kami benar-benar sepasang kekasih. Tapi dia meninggalkanku karena apa
Theo hanya diam dan membiarkan Sarah keluar dari apartemen itu sendirian. Theo tidak ingin tahu apa yang akan terjadi dengan Sarah. Dia bisa kembali ke Pasaigi, Theo tidak peduli dan dia senang karena tidak pernah mencintainya. Dia yakin, akan mudah melupakan Sarah karena wanita itu tidak menempati hatinya.Sarah berjalan keluar lobi apartemen. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya, membuat Sarah menggigil."Kemana aku harus pergi?" guman Sarah sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Hatinya sakit tapi dia tidak punya waktu untuk menangis. Perasaannya hancur tapi dia tidak punya waktu untuk memikirkan dan menyesalinya. Sarah masih harus menjalani hidup, bagaimanapun beratnya.Sarah berjalan menyusuri jalan panjang yang entah akan berakhir dimana. Wajahnya hampir beku karena udara dingin. Sesekali Sarah mengusap pipinya dengan tangan yang sudah dia gosok-gosokkan. Lalu melanjutkan perjalanannya. Beberapa taksi kosong lewat, tapi Sarah tidak peduli. Kalaupun dia menghentikan taksi koso
Sarah duduk sendirian di ruang tamu yang masih penuh dengan debu karena renovasi. Para pekerja sudah keluar dan membawa semua barang-barang mereka. Asisten Theo menyerahkan semua kunci rumah itu kepada Sarah."Nanti sore saya akan kembali untuk menyerahkan surat-surat rumah ini," ucap asisten Theo sebelum pergi. Sarah memandangi nomor rekening yang diberikan oleh asisten Theo. Ini adalah rekening pribadi Theo. Sarah segera mengibaskan pakaiannya dan berjalan keluar. Setelah mengunci rumah, Sarah berjalan kaki ke bank terdekat."Saya mau mengirimkan uang," jawab Sarah ketika ditanya oleh sekuriti.Sarah langsung di antarkan ke salah satu petugas Bank.Sarah terlebih dahulu memeriksa jumlah uang yang sudah dia kumpulkan. Jumlahnya cukup besar, namun masih sangat jauh dari harga rumah orangtuanya. Setelah berhitung dan mempertimbangkan banyak hal. Sarah menulis jumlah uang 4 Milyar. Dia akan mengirimkan seluruh tabungannya ke rekening Theo dan menyisakan secukupnya untuk Sarah bertahan