"Enak Grace?" tanya Sarah sambil memperhatikan Grace yang makan dengan lahap."Dia pasti makan lahap karena kelaparan," sahut Theo dengan kesal."Tuan tidak makan?""Tidak usah!"Theo tidak menutupi kekesalannya karena Sarah bersikap tegas kepada putrinya dan Sarah menyadarinya."Tambah?" tanya Sarah tersenyum begitu Grace menganggukkan kepalanya.Sarah kembali memotong-motong kentang dan menyuwir ayam untuk Grace. Theo melirik Grace yang tampak tidak sabar menunggu makanannya. Begitu Sarah menyerahkan piring yang sudah diisi ulang, Grace langsung menghabiskannya dengan cepat.Setelah Grace selesai makan, dia langsung membersihkan diri dan mengganti baju dengan pakaian rumah yang memang dibawa oleh Theo untuk jaga-jaga, kalau bajunya kotor atau basah."Grace, kita pulang ya. Kapan-kapan kita main ke sini lagi," ajak Theo dengan lembut."Grace tidur disini!" bentak Grace lalu langsung masuk ke kamar yang tadi Sarah tunjukkan kepadanya.Sarah segera mengikuti Grace masuk ke dalam kamar.
"Aku tidak tahan lagi!" Theo masuk ke dalam rumah Sarah lalu menutup pintunya dengan satu tangan tanpa melepaskan tatapannya dari Sarah. Langkahnya semakin lebar, sehingga dia menjadi semakin dekat dengan Sarah. Sarah terus mundur tapi kakinya tidak sepanjang Theo. Tiba-tiba Theo menarik lengan Sarah dan mendekatkan tubuh Sarah ke tubuhnya."Saya minta maaf kalau sudah membuat anda marah," guman Sarah yang dadanya terasa mau meledak dan napasnya yang tersengal-sengal.Bukan karena takut atau sungguh-sungguh merasa bersalah. Namun karena tatapan mata Theo menyiratkan keinginan terpendamnya. "Tuan Theo, saya hanya-""Panggil aku Theo.""Tapi Tuan-""Panggil aku Theo," desak Theo yang wajahnya semakin dekat dengan Sarah. "Theo," panggil Sarah dengan suara bergetar.Dia mungkin salah menduga maksud pria pujaannya itu, namun cara Theo memandangnya dan mendekap pinggangnya membuat Sarah percaya bahwa pria itu menginginkannya."Apakah kau selalu suka ikut campur urusan orang lain?" bisik
"Ada apa Tuan?" tanya Sarah bingung. "Sarah, bisakah kau berhenti memanggilku Tuan?" Hari Sarah berbunga-bunga, mendengar Theo menyebutkan namanya tanpa menggunakan panggilan nona. Dia tersenyum malu sambil mengangguk. Dia akan berlatih memanggil nama Theo tanpa tambahan lain. "Grace mengamuk, sepertinya dia kaget menyadari bahwa dia sudah di rumah. Pelayan mengatakan dia terus memanggil namamu. Aku takut kepulanganku tidak akan membawa dampak apapun, tapi kalau kau ikut denganku dia pasti akan menjadi lebih tenang. Jadi, aku mohon. Hari ini saja, tolong aku," pinta Theo memohon. "Baiklah. Aku akan mengganti bajuku sebentar." Theo menarik napas dan membuangnya perlahan karena lega dan bahagia. Dia lega karena yakin Grace akan senang bertemu dengan Sarah. Bahagia, karena paling tidak malam ini hingga besok dia akan bersama Sarah. Sarah mengunci rumah dengan terburu-buru, lalu menyerahkan kuncinya kepada penjaga penginapan. Theo menunggu Sarah dengan sabar, lalu membukakan pintu m
"Selamat pagi," jawab Sarah lembut.Ini adalah momen yang tidak pernah ada dalam kepala Sarah. Bahkan membayangkannya pun tidak. Bagi Sarah ini hanya ada dalam adegan film atau novel romantis tapi tidak di kehidupan nyata."Mana Grace?" tanya Sarah mencoba mengalihkan rasa gugupnya."Dia sudah tidak sabar menunggumu. Ayo," ajak Theo.Mereka berjalan menyusuri lorong dengan banyak pintu, yang dindingnya dihiasi dengan berbagai lukisan mahal. Semalam Sarah sudah terlalu lelah sehingga tidak bersemangat untuk memperhatikan sekitarnya.Ternyata lorong itu langsung menuju ke ruang makan. Grace sedang duduk tenang sambil menikmati sarapannya, beberapa potong roti dengan selai stroberi. Grace menyadari kedatangan Sarah dan Theo."Miss Sarah! Miss Sarah!" teriak Grace kegirangan. Dia segera berlari ke arah Sarah lalu melompat-lompat sambil bertepuk tangan. "Selamat pagi Grace," sapa Sarah dengan senyuman tulus."Selamat pagi! Selamat pagi!" seru Grace bersemangat sambil terus melompat."Grac
"Syarat?" tanya Sarah dengan jantung berdetak cepat. Theo masih menatap Sarah, membuat pikiran Sarah terbang jauh. Apakah Theo memiliki pemikiran yang sama dengannya ataukah dia berharap terlalu banyak?"Ya, hanya satu syarat." Theo menghela napas perlahan tanpa melepaskan pandangannya dari Sarah."Kau harus menjadi guru privat Grace dan mengajarinya setiap hari."Sarah menyunggingkan senyum paksa di bibir merah mudanya. Dia tidak menyangka Theo akan meminta syarat semudah ini. Dia sempat berharap Theo akan memintanya untuk menikah atau paling tidak bertunangan. Sarah merasa kasihan dengan dirinya sendiri, karena terlalu banyak bermimpi."Bagaimana?" tanya Theo pelan.Theo tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Dia sudah menyiapkan semuanya dengan baik. Dia bahkan sudah mengatur kata-kata apa yang harus dia ucapkan. Dia akan meminta Sarah menjadi kekasihnya sebagai syarat untuk mendapatkan rumah itu. Namun, dia gentar. Theo tidak yakin akan keinginan Sarah untuk berkomitmen
"Apa maksudmu?" tanya Sarah heran. "Temui aku jam 7 malam nanti di restoran yang berada di samping sekolah musik. Sekarang berikan teleponmu kepada Theo." Sarah menyerahkan telepon genggamnya kepada Theo. "Siapa?" tanya Theo sambil menerima telepon Sarah. "Rachel." "Kenapa kau mematikan teleponmu tadi?" tanya Theo kesal. "Dayanya habis. Aku lupa mengisinya semalam. Selamat untuk kalian berdua. Hati-hati denganku! Jangan berani macam-macam, Sarah adalah gadis yang baik!" ucap Rachel sambil tertawa. "Siap!" jawab Theo menggoda Rachel. Theo kembali menyerahkan telepon Sarah setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Rachel. "Dia mengancamku. Katanya aku tidak boleh macam-macam, karena kau adalah gadis yang baik." Sarah dan Theo tertawa bersamaan. Namun Sarah menyimpan sesuatu dalam hatinya. Theo dan Sarah tiba di rumah bersamaan dengan Grace yang sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Sarah. Selama berjam-jam, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama. Theo sengaja tidak bekerja
Sarah kembali ke penginapan diantar supir Theo. Pikirannya kacau, dia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Dia sadar tidak adil menghakimi Theo karena masa lalunya. Tapi bagaimanapun perkataan Rachel tersimpan di kepalanya. Kalau Theo tidak terbuka dengannya, berarti dia tidak mempercayainya. Berarti bagi Theo, Sarah hanya sekedar persinggahan. "Pak, sudah berapa lama bapak bekerja dengan Theo?" tanya Sarah tiba-tiba. "Saya? Sudah bertahun-tahun Nona. Saya dulu supir dari ayahnya Tuan Theo, lalu setelah Tuan Velasco meninggal, saya menjadi supir Tuan Theo," jelas sang supir panjang lebar. "Berarti bapak sudah bekerja di keluarga ini sejak Theo masih bujangan?" "Betul Non." "Kalau begitu saya mau menguji bapak. Apakah bapak ingat umur berapa Theo pertama kali menikah?" tanya Sarah mencoba memancing sang supir. "Wah, saya tidak ingat, Nona. Tapi pastinya Tuan Theo masih sangat muda saat itu. Kalau tidak salah dia masih kuliah waktu pernikahan pertamanya berlangsung. Mungkin kare
"Panjang ceritanya. Kita harus berangkat sekarang. Ayo," ajak Theo tanpa menjawab pertanyaan Sarah.Sarah mengikuti Theo dalam diam. Dia tidak ingin memaksa Theo mengatakan hal yang tidak ingin dia katakan. Tapi hati Sarah sedikit terluka karena ternyata Theo belum juga mempercayainya.***Proses perpindahan kepemilikan berlangsung sangat cepat, karena asisten Theo sudah mengurus hal-hal yang diperlukan. Sehingga, Sarah dan Theo hanya perlu datang dan menandatangi beberapa dokumen yang dibutuhkan lalu menunggu beberapa hari untuk pengesahan dan selesai. Setelah itu mereka mengunjungi rumah orang tua Sarah. Beberapa orang sudah menunggu mereka. Sarah yang sudah membayangkan bagaimana dia ingin rumah itu di renovasi, segera menjelaskan semuanya dengan detail.Theo terkesima melihat cara Sarah berinteraksi dengan para kontraktor. Dia tidak ragu, sangat yakin dan mengerti apa yang dia inginkan. Untuk seorang pemusik yang tidak memiliki latar belakang teknik, Sarah cukup mengagumkan bagin