Edgar pulang tepat saat Kaluna dan anak-anaknya sedang menikmati makan malam. Masih dengan kemeja kerja yang tidak serapi tadi pagi, Edgar memasuki ruang makan dan mengecup puncak kepala Damian dan Lavanya. Tak ketinggalan kecupan singkat di pelipis Kaluna ia labuhkan sebelum menarik kursi untuk diduduki.
Damian dan Lavanya makan dengan cepat dan langsung kembali ke kamar masing-masing setelah selesai. Mereka rupanya sudah sangat mengantuk dan semakin ingin tertidur setelah perut terasa kenyang.
"Saya dengar dari Sarah kamu ajak anak-anak ketemu dengan teman kamu tadi," ucap Edgar mengawali percakapan.
Kaluna yang masih duduk menemani Edgar makan, meski ia sendiri sudah selesai dan hanya mengisi ulang gelas jus delimanya, mengalihkan pandangan dari teko kaca. "Ya," jawabnya singkat.
Edgar belum boleh mengetahui tentang sesi konseling anak-anaknya, kalau Kaluna tidak mau semuanya bertambah rumit. Setidaknya, sampai urusan ajuan tuntutannya pada Liliana ke
Hari ini jadwal Kaluna benar-benar padat.Pagi hari setelah mengantar Damian ke sekolah, ia memiliki janji bertemu dengan salah satu pengacara dari firma hukum.Siangnya, Daniel sudah mengatur pertemuan Kaluna dengan pihak EO untuk membicarakan konsep pesta ulang tahun Damian di salah saturesortmilik Edgar. Kaluna tidak menyangka Daniel akan menemukan EO secepat itu dan langsung membuat janji temu hari ini.Setelah menjemput Damian pulang sekolah, Kaluna berniat membawa anak itu ikut serta bertemu tim EO pilihan Daniel. Meski sudah mengantongi beberapa konsep acara ulang tahun, hasil penjelajahannya kemarin di internet, Kaluna tetap ingin Damian memilih sendiri tema dan konsep ulang tahun yang diinginkannya.Sore hari, Kaluna belum bisa pulang ke rumah dan bersantai. Ia masih memiliki satu pertemuan lagi dengan editor dari perusahaan penerbit, Kak Ratu, juga Cintya selaku penanggung jawab pamerannya.Mereka akan membahas
Tidak Kaluna sangka, pertemuannya dengan EO yang telah dipesan oleh Daniel memakan waktu cukup lama. Semua karena beberapa keperluan di luar acara utama, yaitu ulang tahun Damian, yang turut harus Kaluna urus.Siapa yang menyangka kalauresorttempat berlangsungnya acara ulang tahun tersebut terletak di salah satu pulau pribadi milik keluarga Mahawira? Bahkan Kaluna pun tidak berpikir sejauh itu. Ia kiraresortyang Edgar maksud adalah salah saturesortmiliknya di pantai pinggiran kota.Kalau begini, Kaluna harus mengatur transportasi tim EO dan memikirkan ulang susunan acara yang beberapa waktu lalu telah dirancangnya secara kasar. Dia tadi sempat menghubungi Edgar untuk mengkonfirmasi ulangresort yang akan mereka gunakan.Well, sebenarnya itu hanya alasan Kaluna untuk mengomel dan mengeluh pada Edgar. Kalau saja ia diberitahu sejak awal di mana lokasi tepatnya resort itu
Hari demi hari berlalu. Jauh dari perkiraan awal Kaluna, banyak jadwal pertemuannya yang akhirnya ditunda guna mempersiapkan acara ulang tahun Damian.Awalnya ia akan memiliki beberapa kali pertemuan dengan Pak Juniver dari firma hukumJ&F Partners, untuk membahas kelanjutan kasus tuntutannya. Pertemuan-pertemuan tersebut akhirnya Kaluna tunda karena ia merasa terlalu sayang jika tidak mengawal persiapan acara ulang tahun Damian dari awal.Mengingat ini bisa jadi salah satu langkah pemulihan mental dan trauma Damian juga Lavanya, begitu kata Bu Asma pada sesi konsultasi dua hari lalu, Kaluna jadi ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak itu.Sesi konsultasi dan terapi bersama Bu Asma memang sudah berlanjut. Satu minggu dua kali pertemuan. Di luar terapi psikologis dengan Bu Asma, Kaluna juga disarankan untuk melakukan terapi keluarga di rumah.Hal itu juga menjadi alasan tambahan Kaluna menunda sebagian jadwalnya selama dua pekan me
Pulang ke rumah tepat waktu, Edgar berhasil memenuhi janjinya untuk kembali sebelum acara perayaan ulang tahun Damian di taman rumah dimulai.Taman samping rumah yang sebelumnya hanya diisi oleh kursi dan meja taman, kini disulap penuh dekorasi cantik dan lampu-lampu pesta yang gemerlap. Sisi kolam renang juga penuh dengan dekorasi serupa. Tak lupa meja panjang berisi aneka makanan dan dua set besar perlengkapan barbequedi sudut kolam.Saat Edgar tiba, area taman samping sudah ramai. Chef Hardy dan beberapa asisten koki tampak sibuk menyiapkan hidangan pesta. Daging-daging sapi berkualitas tinggi dipanggang di atas arang, tidak ketinggalan berbagai macam sayur dan sosis premium.Bau harum sudah tercium di seluruh rumah, mengundang semua orang untuk datang mendekat. Musik ceria diputar melalui speaker, menambah meriah suasana sore hari itu.Edgar menghampiri Kaluna dan anak-anaknya yang tampak bercengkrama bersama beberapa pelayan d
The Royal Melawa Resorts hanya menyediakan dua tipe kamar resort. Kamar tipe suite dan tipe royal suite. Terbentang di seluruh sisi barat pulau, kamar-kamar tipesuiteyang disediakanresorttersebut merupakan bangunan rumah panggung individu yang dibangun di atas permukaan air pantai.Birunya lautan, cantiknya terumbu karang dan ikan-ikan laut yang bebas berenang, menjadikan tipe kamar suitesebagai pilihan favorit orang-orang yang berlibur ke sana. Kedalaman air yang hanya mencapai dua meter di bawah bangunan kamar resorttersebut memudahkan para tamu yang menginap untuk berenang secara bebas dan aman di sekitar kamar mereka.Kalau saja kamar-kamar bentuk rumah panggung tersebut dibangun dengan material kayu, maka penampakannya benar-benar menyerupairesort-resort milik Pulau Maladewa yang Kaluna lihat lewat banyak media di kehidupannya dulu.Saa
Kaluna terbangun saat kapal mereka sudah mendekati dermaga Pulau Melawa. Edgar sendiri masih pulas di tempatnya, belum berubah posisi sama sekali. Menatap ke depan, ke arah pemandangan kerlipan lampu dari resort di pulau, Kaluna menyadari kalau Pulau Melawa di depan sana tidak sekecil bayangannya. Ia bisa melihat jajaran lampu bangunan resort yang terbentang cukup panjang, jauh ke arah utara.Berniat meregangkan sedikit badannya yang terasa pegal, gerakan Kaluna malah membangunkan Edgar. Pria itu mengerjapkan mata perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya redup lampu di atas.Tanpa mengatakan apapun, tangan Edgar terulur ke atas untuk menyentuh rambut panjang Kaluna yang menjuntai, memainkannya perlahan."Mas udah bangun?" sahut Kaluna terkejut. Ia baru sadar saat mendapati rambutnya dalam lilitan jari-jari pria yang masih terbaring itu.Edgar mengulas senyum, menatap keindahan paras Kaluna dari bawah. Gurat lelah dan kantuk di wajah wanita itu tidak mengurangi sepersen pun kecantika
Malam tadi, setelah menata koper dengan kilat, Kaluna tidak lagi banyak protes perkara ia yang harus tidur sekamar dengan Edgar. Secepat kilat wanita itu berganti pakaian dengan baju tidur, mencuci wajah dan menyikat gigi, kemudian bergegas terjun ke atas ranjang untuk bergelung di balik selimut.Edgar menyusul tak lama kemudian, merebahkan tubuhnya yang tak kalah lelah dengan Kaluna di sisi ranjang yang kosong. Pria itu mendengus kecil melihat dua buah guling yang diletakkan Kaluna di tengah-tengah ranjang sebagai pembatas.Membiarkan saja guling-guling itu tetap di sana, Edgar mematikan lampu dan terlelap dengan cepat. Kaluna sendiri sudah pulas semenit setelah meletakkan kepalanya di atas bantal. Ia butuh tidur yang berkualitas karena besok akan sangat sibuk mengurus keperluan pesta ulang tahun Damian.Esoknya, pagi-pagi saat matahari baru saja terbit, Kaluna sudah bangun dalam pelukan Edgar. Entah ke mana perginya dua guling yang ia letakkan sebagai pembatas semalam.Melepaskan li
Sesuai janjinya tadi pagi, Kaluna menyerahkan sisa pengawasan persiapan acara dan penyambutan tamu undangan pada Sarah dan Daniel, agar bisa segera menyusul Edgar dan anak-anak menghabiskan sore bersama.Kaluna sudah bisa sedikit lega karena sejauh ini seluruh persiapan berjalan dengan baik. Saat ia meninggalkan restoran tadi, dekorasi acara ulang tahun Damian besok sudah rampung sekitar 80%.Sekarang sudah pukul tiga sore lebih sepuluh, udara di pulau sudah lebih dingin dari pagi tadi. Sampai di kamar, Kaluna tidak mendapati Edgar dan anak-anak di dalam maupun area kolam renang. Ia memutuskan untuk menyusuri jalan menuju pantai di bawah, dan matanya langsung menangkap keberadaan mereka yang sedang asyik bermain pasir.“Mamiii!” Lavanya menjadi orang pertama yang menyadari kedatangan Kaluna.Seruan Lavanya membuat Edgar dan Damian menoleh bersamaan ke arah belakang, kemudian sama-sama tersenyum lebar menyambut Kaluna yang mempercepat langkahny
"Abang, Kak Lava, tolong bantu Arlo cari sepatu yang udah Mami siapin kemarin, ya. Mami mau urus Adek Sean dulu," Kaluna melongok ke ruang bersantai di lantai dua tempat Damian dan Lavanya berada."Okay, Mam," Damian meninggalkan tabletnya di atas sofa dan menarik tangan Lavanya yang masih asyik menonton tayangan televisi di depan."Abang! Nanggung ini, bentar lagi selesai acaranya!" Lavanya bersungut, berusaha menarik tangannya dari tarikan Damian."Mami udah capek-capek ke sini buat minta tolong, lho, Va," Damian tetap tidak melepaskan tangan sang adik dan semakin berusaha menariknya, meski tidak kuat. "Ayo, ah. Itu tontonan besok juga bisa diulang lagi."Akhirnya dengan ogah-ogahan Lavanya bangkit dari posisi nyamannya dan mengikuti sang abang menuju kamar adik mereka di lantai yang sama."Arlooo," Lavanya memanggil saat Damian membuka pintu kamar Arlo di samping kamar orang tua mereka.Tampak seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang sudah rapi dengan setelan tuxedo-nya sedan
"Kau yakin tidak ingin tinggal di sini saja, Dear?" Benedict menatap Kaluna penuh harapan.Sudah beberapa hari berlalu sejak lamaran tidak romantis Edgar pada Kaluna. Setelah itu mereka berdiskusi dengan serius tentang rencana kepulangan Kaluna dan anak-anak. Sebagai seseorang yang paling memahami tentang kondisi Damian juga Lavanya, Kaluna mengajukan beberapa pertimbangan pada Edgar.Meski selama satu tahun ini terapi Damian dan Lavanya berjalan baik di tangan Luca, tapi tidak menutup kemungkinan trauma mereka dapat muncul kembali saat dihadapkan dengan situasi atau lokasi tertentu. Seperti kolam renang di rumah mereka misalnya.Kaluna tidak ingin kepulangan mereka berbalik menjadi hal yang menyulitkan bagi Damian maupun Lavanya. Dengan segala kekhawatiran tersebut, Kaluna jadi banyak berpikir ulang tentang kembalinya mereka.Di tengah dilemma yang melanda, Edgar menggenggam kedua tangan Kaluna dan meyakinkan wanita itu, bahwa semua akan baik-baik saja. Edgar berjanji akan mengurus s
Langit sudah gelap meski jam dinding masih menunjuk pada pukul setengah lima petang. Udara di luar menjadi jauh lebih dingin dari siang tadi. Rumah Kaluna sudah temaram, suasana yang sebelumnya ramai kini berubah tenang.Di kamar utama, Damian juga Lavanya sudah lelap dalam tidur. Bergelung nyaman di balik selimut tebal yang membungkus tubuh keduanya. Sisa hari ini mereka habiskan untuk bermain, bercerita, dan menempel pada sang papa.Selepas menghabiskan makan malam yang Kaluna berikan lebih awal, rasa kantuk langsung menyergap dua anak tersebut dengan cepat. Alhasil, Damian dan Lavanya tidur tiga jam lebih awal dari biasanya.Berbeda dengan suasana kamar yang sudah gelap dan sunyi, lampu di dapur masih menyala terang. Di sana tampak Kaluna yang sedang memasak makan malam sederhana, ditemani Edgar yang betah berlama-lama menatap punggung sang wanita dari kursipantry.Makan malam Damian dan Lavanya tadi hanyalah sisa dari menu makan s
Udara di luar semakin dingin, Damian dan Lavanya sudah berhenti bermain salju sejak beberapa menit yang lalu. Keduanya kini bergabung dengan Luca yang menggantikan Kaluna untuk mengawasi mereka bermain."Kenapa Uncle kemari?" tanya Damian dengan nada kesal setelah menyesap cokelat hangat dari tumblr miliknya."Kenapa? Tentu saja karena aku merindukan kalian," Luca menebar senyuman ramahnya. "Teganya kalian berlibur tanpa mengajakku ikut serta," sambungnya pura-pura merajuk.Damian langsung mengernyitkan dahinya mendengar gaya bicara Luca yang diimut-imutkan. Ekspresi tidak senang kentara sekali terlihat di wajahnya."Kalau Uncle ikut, semuanya jadi nggak seru. Iya, kan, Dek? No Uncle, more fun, right?" Damian menole pada Lavanya, meminta dukungan sang adik.Dan tentunya Lavanya langsung mengangguk setuju tanpa berpikir lebih lama. "No Uncle, more fun!" sahutnya dengan senyuman lebar.Luca seketika mencebik. Susah sekali mengambil dua hati anak itu."Mami mana? Kenapa tidak kembali-kem
Mulut Kaluna terbuka sebelum akhirnya tertutup kembali. Ia terlalu terkejut dengan keberadaan Edgar di balik pintu rumahnya. Kaluna tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.Tidak. Lebih tepatnya, Kaluna bingung harus mengatakan apa pada Edgar.Buongiorno? Halo? Lama tak jumpa?Semuanya tidak ada yang terasa tepat. Terlebih dengan adanya masalah yang belum juga selesai di antara keduanya.Jadi, Kaluna hanya diam, memandangi wajah Edgar lurus-lurus. Pria itu tampak lebih kurus dari terakhir kali Kaluna mengingatnya. Gurat letih tampak jelas di garis-garis wajahnya. Kaluna juga dapat melihat dengan jelas kantung mata Edgar yang menghitam juga tebal.Edgar bahkan membiarkan rambut-rambut tumbuh di sekitar mulut dan dagunya. Pria itu sekarang memiliki brewok tipis yang entah mengapa membuatnya tampak berkali lipat lebih berkharisma.Kaluna buru-buru mengerjap dan berdehem, mengalihkan pandangannya dari wajah Edgar yang masih dipenuhi sen
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu oleh Edgar akhirnya tiba.Pagi tadi, James memberi kabar kalau Benedict akan kembali dan tiba di kediaman sore ini. Jadi begitu mobil pria tua tersebut memasuki halaman, Edgar sudah berdiri di samping James, siap menyambut kedatangan Benedict di teras."Oho! Lihat siapa yang menyambutku di sini!" sahut Benedict terkesan, begitu dirinya keluar dari mobil dan mendapati putranya bersandar di pilar teras dengan kedua tangan bersedekap di dada."You've really tested my patience these past few days," Edgar menyorot Benedict dengan tatapan tidak bersahabat.Benedict hanya tertawa sambil menepuk-nepuk pundak sang anak, lalu dirinya melenggang masuk begitu saja. Edgar menghembuskan napas lelah sebelum menyusul sang ayah ke dalam."Di mana Kaluna sama anak-anak saya?" tanya Edgar tidak sabar."Seriously, Son?" masih tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar utama, Benedict menanggapi sang ana
Meskipun merasa luar biasa lelah setelah terbang lebih dari dua puluh jam menuju Italia, Edgar tidak mau membuang waktunya lebih banyak lagi. Pria itu memilih langsung memesan taksi di bandara, bergegas untuk menyambangi rumah sang ayah.Harusnya dulu Edgar mempercayai instingnya saja dan mengabaikan amarah Benedict. Kalau begitu, kan, sudah lama ia bertemu dengan Kaluna, Damian, juga Lavanya. Ia tidak perlu susah payah mencari keberadaan mereka di seluruh dunia.Hari sudah sore saat Edgar sampai di kediaman Benedict. James, kepala pelayan rumah ayahnya, menyambut kedatangan Edgar."Di mana ayahku?" tanya Edgar tanpa basa-basi, mengabaikan sapaan James.Lelaki pertengahan empat puluh tahun tersebut tidak menjawab segera pertanyaan Edgar, James lebih dulu menginstruksikan dua pelayan yang ikut bersamanya untuk membongkar koper dan tas sang tuan muda dan membawanya ke dalam rumah."Tuan Benedict sedang tidak ada di kediaman saat ini, Tuan Muda," jawab James akhirnya, mengiringi langkah E
Pagi ini Benedict mengajak Kaluna dan cucu-cucunya untuk sarapan bersama di rumahnya. Berbagai macam hidangan yang lebih banyak dan fancy dari biasanya terhidang di meja makan luas itu. Suasanya ramai membuat ruang makan Benedict yang biasanya lengang menjadi terasa lebih hidup."Tell mei, Mio Nipote (Cucuku), kau ingin hadiah apa dari Nonno (Kakek) atas kelulusanmu?" Benedict memandang Damian penuh minat di sela sarapan mereka."Nggak perlu berlebihan, Pa. Lagi pula Damian baru lulus TK," timpal Kaluna sebelum si sulung menjawab pertanyaan kakeknya."No, no. Biarkan aku memberi hadiah. Anggap saja sebagai ganti hadiah ulang tahunnya kemarin yang tidak bisa kuberi karena kalian lupa mengundangku," tangkas Benedict dengan sindiran di akhir ucapannya, membuat Kaluna tidak lagi bisa membalas."Come on, Nipote. Kau ingin apa dari Nonno?" ulang Benedict pada Damian."Aku mau lihat pantai, Nonno! Boleh tidak?" sahut Damian setelah melihat maminya mengangguk."Kau ingin ke pantai?" Benedict
Hari ini menandai satu tahun setelah Kaluna, Damian, dan Lavanya menghilang. Dalam kurun waktu tersebut, Edgar tidak pernah putus dan lelah mencari keberadaan mereka. Sudah ia lakukan berbagai macam cara, tapi orang-orang yang sangat dirindukannya itu tak kunjung ia temukan.Sudah Edgar coba bertanya pada sang ayah yang kebetulan juga sudah lama memilih tinggal di Italia sejak pensiun. Tapi yang pria itu dapat hanya bentakan marah saat Benedict Emiliano Mahawira mengetahui kalau kedua cucu tersayangnya hilang dari pengawasan sang anak.Nada jengkel kentara sekali dari suara Benedict saat mereka bertemu sejenak di salah satu restoranfine diningdi pusat ibukota Italia. Edgar saat itu sedang ada urusan bisnis di sana, berniat memperluas cabang perusahaan.Karena dirinya sudah ada di negara tempat Kaluna dan anak-anaknya pertama menghilang tanpa jejak, Edgar memanfaatkan kedatangannya kali itu untuk mencari sekali lagi dalam waktu yang hanya seb