Setiap tetesan air hujan menemani kesunyian malam seorang pria yang sedang patah hati. Dia terdiam sendiri di sebuah taman malam ini. Terlalu sakit dan benar-benar terluka dengan keadaan yang harus membuat dia melepaskan cinta yang pertama kali dia rasakan. Sebelumnya, dia tidak pernah menyangka kalau dia akan mengalami sesuatu yang dinamakan dengan patah hati. Rupanya hal itu terasa dan benar-benar membuat dia rapuh. Beberapa kali dia bertempur di Medan perang gelap dengan berbagai macam marabahaya dan bisa melewatinya dengan kemenangan. Sekarang, hanya karena satu wanita yang tengah mengandung, akhirnya dia mengaku kekalahan. Dia benar-benar kalah dan menyerah.Seorang Ivander Brixian Dxel merasa kalah hanya karena satu wanita lemah yang bahkan tidak mengakui bahwa dia adalah ayah yang mengandung benihnya. “Ivander Brxian Dxel, kau adalah pria yang memang tidak ditakdirkan untuk memiliki cinta. Itulah dirimu …,” ucap Ivander dengan guyuran hujan yang terus membasahi tubuhnya. Dia
Ivander mulai tersadar. Dia pun mendengar suara Omelan seseorang. Ivander dengan cepat langsung saja membuka mata dan melihat Lysia yang sedang mengomel dengan lucu sambil melihat perutnya sendiri. Namun, Ivander tersentak ketika mendengar bahwa Lysia tidak akan membiarkan dia menemui anaknya sendiri. “Apa yang kamu katakan, Lysia?” tanya Ivander dengan mata yang terbelalak.Lysia tergagap, terbongkar sudah kalau dia memang mengandung anak Ivander. “Tidak, memangnya apa urusannya denganmu? Maksudku memang aku tidak akan mempertemukan anakku dengan ayahnya Yandi, karena aku sedang kesal dengannya,” ucap Lysia masih terus mencoba untuk mengelak.Ivander rasanya ingin tertawa, dia merasa sedang berhadapan dengan anak kecil yang polos. Bagaimana bisa Lysia terus berbohong kepada orang seperti dia. Namun, Ivander pun malah ingin berpura-pura bodoh. “Baiklah, kalau begitu. Jadi, kamu kesal sama suamimu?” tanya Ivander, beringsut duduk. Lysia mengangguk, “bukan hanya kesal, tapi aku san
“Dia hanya mengatakan bahwa dia hidup sendiri, hanya itu,” jawab Ibu-ibu itu. Lalu, dia menoleh ke dalam rumah dan melihat tirai gorden tertutup. “Apakah neng Lysia ada di dalam?” tanyanya. “Dia ada di dalam, dia masih marah kepada saya sampai-sampai mengunci pintu dan menutup gordennya. Padahal saya sudah berusaha untuk meminta maaf, bahkan saya akan tetap diam disini sampai dia mau membuka pintu,” jelas Ivander. Ibu-ibu itu terharu mendengar bahwa Ivander akan terus berjuang sampai Lysia mau membuka pintu.Sementara itu, Lysia mengintip dari dalam rumah. Dia menggerutu melihat Ivander yang berbicara dengan pelanggannya. “Mereka berdua berbicara apa? Jangan sampai Ivander berkata macam-macam,” gerutu Lysia. Dia pun langsung saja mengambil pakaian ibu-ibu itu dan membuka pintu. Dia melangkah menghampiri Ivander dan ibu-ibu itu yang masih mengobrol. “Ibu, ini pakaiannya,” jelas Lysia. Ibu-ibu itu langsung saja menoleh dan tersenyum, dia mengambil kresek pakaiannya yang sudah ber
“Ya ampun, Ivander. Ada apa, Nak?” ucap Kylie yang langsung memegangi wajah Ivander. Rupanya dia baru sadarkan diri. Keyla datang dengan terburu-buru saat mendapatkan kabar bahwa Ivander di rawat di rumah sakit. Ivander membeku, dia masih memikirkan Lysia, “Ma, Lysia mana?” tanya Ivander. Kylie mengerutkan kening, “Lysia?” Kylie menoleh ke seluruh ruangan dan sama sekali tidak menemukan siapapun. “Lysia tidak ada, Ivan. Ada apa?” Ivander menelan rasa sakit hatinya, “Lysia sudah mencintai pria lain, Ma. Aku hanya bisa memohon untuk meminta maaf saja darinya. Juga, aku ingin agar dia mau mempertemukan aku dengan bayiku nanti,” jelas Ivander. Kylie merasa kesal, “kamu ini lelaki bukan Ivan? Jangan sampai menyerah dan putus asa seperti ini! Kejar Lysia sebisa mungkin,” tekan Kylie. “Tapi, Ma. Aku sudah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta, jadi aku tidak ingin kalau Lysia merasakan sakit seperti apa yang aku rasakan ketika jauh dari cinta yang kita harapkan!” ***Dorr!!! Irfan mene
Wajah Ivander begitu geram, dia melihat Lysia yang sudah hampir kehabisan tenaga karena terus mengejan di dalam mobil. “Bagaimana ini, kenapa mobilnya tidak bergerak juga?” teriak Ivander murka. Rasanya dia ingin menghancurkan setiap mobil yang berbaris. Padahal rumah sakit ada di depan, tapi kemacetan terjadi dan tidak bergerak sama sekali. “Sabarlah, Tuan. Entah mengapa macetnya begitu lama,” jawab supir, dia begitu gugup melihat amarah Ivander dan rasanya ingin langsung bersembunyi saking takutnya melihat amarah di mata atasannya. “Sial!” gerutu Ivander, lalu dia menatap Lysia yang terlihat begitu lemas. Ivander langsung saja menarik pedal pintu mobil, lalu membopong tubuh Lysia keluar dari mobil. Dengan gagah Ivander membawa Lysia berlari untuk membawanya ke rumah sakit. Lysia yang masih memiliki kesadaran, langsung saja tersentuh dengan sikap Ivander yang sampai rela menggendongnya pergi ke rumah sakit. Jaraknya tidak begitu jauh dan dalam lima belas menit pun bisa sampai ka
“Ada apa dengan, Lysia?” bentak Ivander menatap tajam ke arah dokter. “Nyonya Lysia kehabisan banyak darah, kita harus segera menghentikan pendarahannya,” jelas Dokter dan langsung mengambil tindakan. “Ayo, Pak, Bu, mari keluar dulu agar kami bisa langsung menangani pasien,” ucap perawat kepada Ivander. Ivander tidak ingin keluar ruangan dan ingin menemani Lysia. Namun, dia tahu hal itu hanya akan mengganggu konsentrasi dokter yang akan menangani. Sehingga Ivander pun dengan langkah yang berat langsung saja pergi meninggalkan ruangan. ***“Lysia,” panggil Yandi. Dia mengetuk pintu dan ingin memberikan jus segar untuk Lysia seperti biasanya. Namun, setelah mencoba memanggil nama Lysia sambil mengetuk pintu, rupanya Yandi tidak mendapatkan balasan apapun dan rumah itu terlihat kosong. “Kemana Lysia? Biasanya jam segini dia sedang menyetrika pakaian,” gumam Yandi. Dia mencoba untuk mengintip dan melihat ke dalam rumah yang isinya benar-benar sepi. “Sepertinya Lysia memang tidak ada
“Fathan Alberto,” jawab Lysia. Dia memang sudah menyiapkan nama untuk putranya sendiri selama ini. Ivander mengangguk dan tersenyum, “nama yang bagus, ‘Fathan Alberto Dxel,” balas Ivander. Lysia tidak menjawab dan memilih diam. Dia tahu kalau nama Ivander tidak bisa dihilangkan dari putranya dan hal itu tidak ingin dia perdebatkan. Yang terpenting, putranya tidak diambil oleh Ivander. Seketika, Fathan menangis dan mengejutkan Ivander serta Lysia yang sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Oek … Oek … Oek ….“Ya ampun, Nak. Ada apa, Sayang?” tanya Ivander menyentuh kepala Fathan yang mengenakan kupluk lucu. “Dia pasti ingin minum susu, lebih baik Nyonya Lysia memberikannya asi eksklusif,” timpal perawat yang masih ada disana. Lysia hendak membuka bajunya, tapi dia melirik Ivander. “Ada apa?” tanya Ivander yang melihat tatapan tajam dari Lysia. “Keluarlah, tidakkah kau dengar bahwa aku akan memberikan Fathan asi eksklusif?” geram Lysia. “Ow, baiklah kalau begitu,” jawab
Yandi datang membawa sebuah bunga dan kado. Dia terlihat begitu rapih dengan tampangnya yang pas-pasan. Begitu jauh jika dibandingkan dengan Ivander. Namun, Yandi begitu percaya diri bahwa dia akan segera menikah dengan Lysia. “Selamat siang, Lysia,” sapa Yandi memasuki ruangan rawat dan tersenyum ke arah Lysia. Ivander yang tadinya sedang duduk langsung saja bangkit dari tempatnya dan menghampiri Lysia. Rupanya walaupun dia bertekad untuk melepaskan Lysia. Hati kecilnya sungguh tidaklah rela. “Ya, Siang ….” Lysia menjawab dengan ramah. Yandi mendekati ranjang dan menyerahkan buket bunga serta kado yang begitu besar. “Kapan kamu melahirkan? Kenapa baru kabari aku sekarang?” tanya Yandi. Ivander menjentik-jentikan jarinya di besi penyangga selang infus. Dia berpura-pura bersikap tenang, padahal rasanya ingin sekali untuk meninju bibir Yandi yang pandai berkata manis. “Aku sudah melahirkan dari tiga hari yang lalu,” jawab Lysia. Yandi langsung mengarsir rambutnya dan bergaya sok