"Ehm, kalau begitu aku yang salah dengar. Amel, aku dengar ibuku bilang kalau Bibi Lili membeli rumah?" tanya Lidya. Dia mengganti topik pembicaraan dengan cepat."Iya, sudah beli. Uang mukanya 600 juta.""Hei, nona-nona. Apa yang sedang kalian bicarakan? Kami juga mau mendengarkan!" tanya Zaki Alfred, seorang pria kaya baru yang mengenakan kalung rantai emas besar di lehernya. Dia menatap Amel dan Lidya sambil tersenyum."Bukan apa-apa, Zaki. Kalung rantai emas besarmu sangat bagus!" goda Lidya."Biasa saja," sahut Zaki sambil melambaikan tangannya, berpura-pura rendah hati."Kita sudah bertahun-tahun nggak bertemu. Sekarang kita semua berkumpul bersama lagi. Aku akan bersulang untuk kalian!" kata Richard sebagai mantan ketua kelas sambil berdiri dari duduknya."Kalau kamu nggak bisa minum alkohol, jangan ikut minum. Minum minuman ringan saja," saran Lidya pada Amel.Sejak masih kecil, Amel sudah menjadi anak yang penurut dan bijaksana. Dia tidak pernah menyentuh setetes anggur pun se
Mendengar itu, Amel merasa sedikit tidak yakin. Pakaian ini dibeli oleh Dimas dengan harga murah di pusat perbelanjaan. Dia khawatir jika pakaiannya palsu. Jika benar palsu, bukankah dia akan sangat malu ...."Aku nggak akan menyesal," sahut Amel setelah ragu-ragu sejenak dan kemudian memutuskan untuk bertaruh."Baiklah, kalau pakaianmu palsu, aku ingin tahu bagaimana kamu menghadapi mantan teman sekelasmu ini di masa depan," sahut Jeny seraya melirik Amel.Amel melepas mantelnya, lalu menyerahkannya kepada Lana. Semua orang tampak bersemangat dan menunggu untuk menonton pertunjukan ini.Lana dengan hati-hati melihat label dan posisi label pada mantel itu sambil mengerutkan keningnya.Melihat hal ini, Jeny terlihat bangga seolah dia sudah memutuskan bahwa mantel Amel itu palsu."Lana, bagaimana?" tanya Jeny dengan tidak sabar."Aku baru saja melihat dan menemukan kalau mantel ini memang asli dari LX. Kalau aku melihatnya dengan benar, mantel ini harusnya menjadi produk baru untuk musim
"Aku punya sopir, jangan sungkan. Cepat masuk dan ambil barang-barangmu. Aku akan menunggumu di garasi bawah tanah," kata Richard yang tidak memberi kesempatan pada Amel untuk menolak dan segera berjalan menuju lift secepat yang dia bisa.Amel berlari ke dalam ruangan itu, lalu berpamitan pada semua orang, "Maaf, semuanya, ada yang harus kulakukan di rumah. Aku pergi dulu. Mari kita berkumpul lagi lain kali kalau ada kesempatan.""Amel, apa yang terjadi? Biarkan aku menemanimu pulang," sahut Lidya seraya meraih lengan Amel."Nggak perlu, Lidya. Jeny, transfer biaya kompensasinya langsung ke Lidya saja," ujar Amel yang tidak lupa mengingatkan sebelum dia pergi.Jeny menggigit bibirnya erat-erat seraya menjawab, "Iya." Dia sudah tidak sombong lagi seperti sebelumnya.Amel tidak ingin semua orang tahu tentang urusan keluarganya, jadi dia tidak memberi tahu Lidya di depan semua orang.Begitu Amel meninggalkan lobi restoran, dia melihat Richard sedang bersandar di mobil dan melambaikan tang
Lidya menatap Dimas di depannya dengan bingung, kemudian menjawab, "Amel sudah pulang. Kenapa kamu datang ke sini lagi?""Aku datang untuk menjemputnya.""Amel sudah pergi dua jam yang lalu. Dia menjawab panggilan telepon dan bilang kalau dia ada urusan di rumah, jadi dia pulang lebih awal," kata Lidya. Dia memberi tahu Dimas dengan jujur.Mendengar itu, Dimas mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu tentang hal ini sama sekali. Dia pun segera berbalik dan berjalan cepat menuju mobilnya. Ketika melihat ini, Lidya segera mengikutinya."Aku ikut denganmu!" sahut Lidya yang juga merasa agak khawatir. Dia mengikuti Dimas ke rumah Amel. Ketika mereka memasuki rumah, mereka melihat bahwa rumah sedikit berantakan dan tidak ada seorang pun di sana.Dimas segera menelepon Amel."Halo, nomor yang Anda tuju sedang sibuk. Silakan hubungi lagi nanti." Sambungan nada sibuk langsung terdengar dari ujung telepon.Di sisi lain, Amel yang berjalan mondar-mandir di rumah sakit tidak mendengar nada dering po
"Sama-sama, Paman.""Ayah, Ibu, ini Richard. Dia ketua kelasku waktu SMA." Demi sopan santun, Amel pun memperkenalkan Richard."Paman, Bibi, kalau ada yang bisa kubantu, langsung katakan saja," kata Richard dengan penuh perhatian."Richard, kami sudah banyak merepotkanmu. Mengantarkan kami kemari saja sudah cukup, sekarang cepatlah pulang dan istirahat," kata Amel. Dia tidak ingin merepotkan Richard lagi."Kalau begitu, aku pulang dulu." Richard tidak berlama-lama lagi di tempat itu.Saat Amel mengantar Richard keluar dari pintu, tiba-tiba saja Richard berhenti dan mengeluarkan ATM dari kantongnya.Amel mengerutkan kening dan menatap Richard dengan bingung."Amel, di ATM ini ada 600 juta. Berikan pada Bibi. Katakan saja kalau uangnya sudah dikembalikan. Dengan begitu, Bibi akan merasa lebih baik," jelas Richard.Amel pun buru-buru menolaknya, "Nggak usah, nggak usah. Aku nggak bisa menerima uangmu."Dimas dan Lidya yang buru-buru datang ke tempat itu, secara kebetulan melihat hal terse
Dimas merasa agak kecewa. Dia tidak tahu apa-apa mengenai hal ini. Bahkan, istrinya sendiri, Amel, yang merupakan orang terdekatnya, tidak memberitahukan masalah ini kepadanya."Dimas, aku dan ayahmu meminta maaf kepadamu. Aku nggak bermaksud menyembunyikan hal ini darimu." Melihat ekspresi Dimas berubah, Lili pun menatap Dimas dengan berlinang air mata."Nggak apa-apa, Bu. Istirahatlah dulu. Masalah uang nggak perlu dipikirkan. Aku akan mencari cara untuk mengatasi masalah ini." Kata-kata Dimas membuat Amel dan Lili merasa makin bersalah. Lili sudah ditipu untuk membeli rumah karena dia terlalu mudah percaya omongan orang lain. Lili tidak ingin menyusahkan putri dan menantunya lagi. Bagaimanapun, Amel dan Dimas juga tidak terlalu kaya."Amel, Dimas, kalian berdua pulang saja dulu. Ibu kalian baik-baik saja. Cukup aku sendiri saja yang menjaganya," kata Gibran dengan nada agak tidak berdaya."Ayah, bukankah besok Ayah masih harus menghadiri acara seminar akademik? Biar aku saja yang me
Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya diam saja. Setelah memarkir mobilnya di tempat parkir, Dimas langsung membuka pintu dan keluar dari mobil, yang menegaskan bahwa dia tidak peduli pada Amel yang ada di belakangnya. Dimas tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya.Amel menghela napas panjang. Dia tahu betul di dalam hati bahwa semua ini memang kesalahannya sendiri.Begitu masuk rumah, Dimas langsung mengurung diri di ruang kerjanya. Dimas tidak bisa mengerti dan memahami. Kenapa orang yang diperlakukannya dengan tulus malah tega kepada dirinya.Amel berpikir Dimas seharusnya belum makan malam. Dia pun pergi ke dapur untuk membuat bubur sumsum favorit Dimas. Kemudian, dia membawa bubur sumsum yang masih panas itu dan berdiri di depan pintu ruang kerja Dimas. Dia merasa ragu-ragu selama beberapa saat, sebelum akhirnya mengetuk pintu.Dimas tidak mengucapkan sepatah kata pun, sekalipun dia mendengar suara ketukan di pintu. Dimas merasa begitu terluka. Dia marah kepada Amel karen
"Mungkin, Ibu juga nggak menyangka kalau mereka benar-benar akan kabur membawa uangnya."Alasan kenapa Dimas bisa mengetahui sejak awal jika proyek Amarilis tidak bisa diandalkan adalah karena Dio, pengembang dalam proyek itu, menggunakan material yang tidak memenuhi standar saat membangun kompleks perumahan tersebut. Selain itu, saat ini, Dio juga memfokuskan semua tenaga dan sumber keuangannya untuk membangun pusat perbelanjaan. Itu sebabnya, Dio tidak peduli lagi pada kemajuan pembangunan Amarilis.Uang yang dibawa kabur dalam proyek Amarilis ini juga diinvestasikan sepenuhnya dalam pembangunan pusat perbelanjaan itu. Dimas mengetahui hal ini dengan sangat baik."Enam ratus juta benar-benar bukan jumlah yang kecil. Sayang, ayo kita lapor polisi. Kalau kita nggak bisa mendapatkan kembali uang ini, Ibu pasti nggak akan pernah merasa tenang." Amel benar-benar sangat mengkhawatirkan Lili.Jika Lili sampai benar-benar jatuh sakit karena uang 600 juta ini, semua itu akan sangat tidak sepa
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,