"Mungkin, Ibu juga nggak menyangka kalau mereka benar-benar akan kabur membawa uangnya."Alasan kenapa Dimas bisa mengetahui sejak awal jika proyek Amarilis tidak bisa diandalkan adalah karena Dio, pengembang dalam proyek itu, menggunakan material yang tidak memenuhi standar saat membangun kompleks perumahan tersebut. Selain itu, saat ini, Dio juga memfokuskan semua tenaga dan sumber keuangannya untuk membangun pusat perbelanjaan. Itu sebabnya, Dio tidak peduli lagi pada kemajuan pembangunan Amarilis.Uang yang dibawa kabur dalam proyek Amarilis ini juga diinvestasikan sepenuhnya dalam pembangunan pusat perbelanjaan itu. Dimas mengetahui hal ini dengan sangat baik."Enam ratus juta benar-benar bukan jumlah yang kecil. Sayang, ayo kita lapor polisi. Kalau kita nggak bisa mendapatkan kembali uang ini, Ibu pasti nggak akan pernah merasa tenang." Amel benar-benar sangat mengkhawatirkan Lili.Jika Lili sampai benar-benar jatuh sakit karena uang 600 juta ini, semua itu akan sangat tidak sepa
"Itu ide yang bagus." Amel menyetujui usulan itu."Tahun ini pengeluaranku agak banyak, aku hanya punya tabungan 200 juta saja. Aku akan meminta uang pada ibuku sampai terkumpul 600 juta. Lalu, kamu bisa memberikannya pada Bibi Lili.""Nggak perlu, aku dan Dimas masih ada uang, kok. Kamu nggak perlu meminta uang lagi pada Bibi Mirna.""Bukannya uang yang kalian berdua simpan akan digunakan untuk operasional toko? Aku punya uang yang nggak aku pakai, jadi kalian bisa menggunakannya dulu. Nggak perlu sungkan denganku. Kita ini 'kan sahabat baik," kata Lidya dengan nada berpura-pura marah."Kemarin Dimas tiba-tiba mengeluarkan kartu ATM berisi 400 juta. Dia mengatakan kalau itu adalah uang yang ditabung orang tuanya untuk membeli rumah. Sekarang dia bahkan sampai mengeluarkan uang itu. Sejujurnya, aku merasa sangat bersalah padanya," kata Amel sambil menggigit bibirnya."Kalian adalah suami istri, berbagi suka duka adalah hal yang wajar. Tapi kamu harus bersikap lebih baik pada Dimas di m
"Bu, kami datang menjengukmu! Kamu pasti belum makan, 'kan? Kami membawakanmu makanan," kata Amel sambil meletakkan kotak makan di atas meja.Lili menatap Dimas dengan tatapan yang masih dipenuhi rasa bersalah.Melihat mata Lili yang merah dan bengkak, Dimas merasa sedikit tidak nyaman. Dia berujar, "Bu, nggak perlu khawatir tentang uangnya. Aku juga bekerja di lokasi konstruksi, aku pasti akan mencari cara untuk mengembalikan uang 600 juta itu padamu."Lili mengangguk dengan berat, lalu berkata, "Dimas, ini semua salahku karena nggak mendengarkanmu dan Amel. Sekarang aku sangat menyesalinya.""Bu, karena semuanya sudah terjadi, kita harus menghadapinya sekarang. Uang dalam kartu ATM ini adalah simpananku dan Dimas. Ibu ambil uang ini, lalu kembalikan dulu uang Bibi Mirna," kata Amel sambil memberikan uang yang dia dan Dimas simpan.Andi mengerutkan kening, lalu berbicara lebih dulu, "Kak, Kak Dimas, kami sangat berterima kasih atas perhatian kalian. Ibu tertipu karena dia ingin membel
Dio selalu mengira bahwa dia bisa selalu lolos. Dia pikir bisa lepas dari pantauan Dimas. Namun, dia tidak akan menyangka bahwa hari-hari baiknya akan segera berakhir."Pak Dimas, aku dengar Ibu Bu Amel ditipu sebesar 600 juta. Apakah kamu mau mengambil uang itu kembali dulu?" tanya Irfan dengan ragu."Nggak perlu, tapi aku tentu saja akan memberinya uang," kata Dimas dengan santai. Uang 600 juta tidak berarti apa-apa bagi Dimas. Dia sama sekali tidak peduli dengan jumlah uang yang sekecil itu.Pada sore hari itu, kesehatan Lili sudah jauh lebih baik. Dia menjalani prosedur untuk keluar dari rumah sakit ditemani oleh Amel dan Andi.Dalam perjalanan pulang, Lili tetap diam. Ketika mereka sampai di rumah, dia baru berkata perlahan, "Andi, Amel, aku sudah memutuskan untuk bekerja kembali di rumah sakit besok.""Bu, kamu baru saja keluar dari rumah sakit hari ini, nggak perlu terburu-buru kembali bekerja karena uang. Sekarang sebaiknya Ibu memulihkan kesehatan dulu. Keluarga kita akan beke
"Ini hari pertamamu bekerja, kenapa sudah harus bekerja shift malam?" Amel mengerutkan kening ketika mendengar ini."Kalau memang giliranku untuk jaga malam, aku harus bertugas. Ini nggak ada hubungannya dengan hari pertamaku bekerja. Amel, Ibu tutup dulu teleponnya. Ini sudah waktunya pergi berkeliling bangsal untuk memeriksa pasien." Segera setelah mengatakan ini, Lili menutup teleponnya.Amel merasa sedikit getir di hatinya. Dia tiba-tiba merasa bersalah. Jika dia memiliki kemampuan, ibunya bisa seperti Bibi Mirna, menjalani hidup bebas dan bahagia setiap hari.Sekarang, ibunya kembali bekerja di rumah sakit pada usia di mana dia seharusnya menikmati hidup. Meskipun pekerjaan kepala perawat tampaknya sangat terhormat bagi orang luar, hanya orang yang terlibat dan keluarga mereka saja yang tahu betapa melelahkan dan sulitnya pekerjaan ini.Amel merasa kasihan pada ibunya yang harus bekerja shift malam. Jadi, dia menyalakan sepeda listrik kecilnya, lalu pergi ke pasar untuk membeli sa
Jefri mengambil tongkat di samping, lalu mengarahkannya ke Amel. Dia berkata, "Aku sudah bilang uang itu nggak ada padaku. Kalau kamu terus bermain-main denganku, jangan salahkan aku. Kamu yang memaksaku."Jefri melambaikan tongkat di tangannya dengan ekspresi garang. Melihat itu, Amel jadi merasa sedikit ketakutan. Bagaimanapun juga, dia hanya seorang wanita lemah. Mana mungkin dia bisa melawan pria besar seperti Jefri?Amel menelan ludah dengan gugup, tapi dia tetap menunjukkan ekspresi tenang. Dia berujar, "Karena kamu mengatakan uang itu nggak ada padamu, kamu bisa memberitahuku siapa yang membawa uang itu. Pasti ada yang membawa uang itu. Kalau uang itu nggak ada padamu, tentu saja kami akan mencari orang yang bersangkutan."Jefri memukulkan tongkatnya dengan keras ke sepeda listrik Amel, membuat lampu sepeda listriknya hancur seketika."Kalau kamu merusak sepeda listrikku, kamu harus menggantinya dengan yang baru," kata Amel sambil menatap Jefri dengan dingin.Jefri mengabaikan p
Amel merasa sangat kecewa di dalam hatinya. Bahkan polisi pun tidak dapat membantu mereka."Baiklah, aku mengerti." Amel keluar dari kantor polisi dengan perasaan tertekan."Amel." Tiba-tiba, suara cemas Dimas terdengar. Saat mengetahui dari Irfan bahwa Amel sedang berada di kantor polisi, Dimas segera meninggalkan pekerjaannya, lalu bergegas datang ke sini.Hidung Amel terasa masam. Dia segera melemparkan diri ke pelukan Dimas, lalu menangis dengan sedih, "Sayang, bahkan polisi juga nggak bisa berbuat apa-apa. Tampaknya akan sangat sulit untuk mendapatkan kembali uang 600 juta itu."Dimas merasa sangat tidak nyaman saat melihat istrinya menangis sedih karena uang 600 juta itu. Dia pun menepuk punggung Amel dengan lembut."Sayang, sudahlah, berhentilah menangis. Kalau cara satu nggak berhasil, kita akan cari cara lainnya." Dimas menghibur Amel untuk sesaat. Kemudian, suasana hati pun Amel menjadi sedikit lebih baik.Dimas memperhatikan bahwa Amel tampak pincang saat berjalan. Dia pun m
Senyuman akhirnya muncul di wajah Amel. Jaringan koneksi Dimas memang sangat luas. Sepertinya, suaminya ini mengenal semua bos besar dari berbagai lapisan masyarakat. Hal ini membuat Amel sangat kagum padanya."Aku yakin suamiku tercinta pasti memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah ini." Amel memutuskan bertaruh dengan memercayai Dimas.Dalam perjalanan pulang, Dimas menerima pesan lain dari Irfan."Pak Dimas, Dio baru saja meminta sekretarisnya untuk memberitahuku kalau dia ingin mentraktirku makan malam hari ini."Dimas melirik isi pesan teks dengan ekspresi sinis di wajahnya, lalu membalas, "Dia akhirnya sudah siap untuk mulai bertindak. Setujui saja."Saat mobil menunggu di lampu lalu lintas, Dimas dengan cepat membalas pesan itu.Amel bersandar di kursi penumpang dengan sedikit lelah. Dua hari terakhir ini, dia benar-benar sudah kelelahan secara fisik maupun mental."Bagaimana hari pertama Ibu bekerja?" Dimas merasa suasana di dalam mobil agak sunyi, jadi dia berinisiatif