"Kalau Ibu dan Ayah ingin pergi, pergi saja dulu. Kita bertiga nggak terburu-buru untuk kembali. Selain itu, kenapa merasa nggak nyaman? Kita semua adalah keluarga," jawab Erna tanpa menganggap dirinya sebagai orang luar."Nenek, aku datang ke sini kali ini untuk mencari pekerjaan yang cocok di kota," timpal Yeri yang sedang berkonsentrasi untuk makan. Dia akhirnya meletakkan sendoknya dan berkata dengan serius.Awalnya Yeri mendapatkan pekerjaan sebagai agen penjual rumah di kampung halamannya. Namun, karena terlalu malas dan hanya menerima gaji pokok sebanyak 4 juta sebulan, Yeri bahkan hampir tidak mampu membayar biaya sewa. Oleh karena itu, Yeri mendapat ide untuk mencari nafkah di kota besar.Setelah mendengar itu, Amel tiba-tiba mendapat firasat buruk. Benar saja, tak lama kemudian, Yeri menatap ke arahnya."Amel, bukankah kamu membuka toko makanan penutup? Bagaimana kalau aku membantu di tokomu? Kamu nggak perlu memberiku gaji yang tinggi, cukup memberiku gaji 12 juta saja sebul
Lili takut Amel akan marah pada keluarga Ilyas. Itu sebabnya, dia mengirimkan pesan secara khusus kepada Amel untuk memperingatkan putrinya itu."Jangan khawatir, Bu. Selama mereka nggak berlebihan, aku juga nggak akan mempermasalahkannya."Mobil Dimas memasuki area vila. Ilyas, Erna dan Yeri yang duduk di kursi belakang pun tercengang. Mereka tidak menyangka jika Amel dan Dimas akan tinggal di tempat yang begitu mewah."Dimas, rumah di sini pasti sangat mahal, 'kan?" tanya Erna dengan iri sambil menelan ludah."Lumayan.""Amel, kamu benar-benar mendapatkan suami yang kaya. Aku nggak menyangka kalian akan tinggal di rumah yang begitu mewah. Kamu benar-benar seperti seorang gadis desa yang berubah menjadi tuan putri." Kata-kata Erna terdengar agak kasar, membuat Amel merasa seolah-olah dirinya tidak berharga."Bibi berpikiran terlalu jauh. Kami punya uang dari mana untuk membeli rumah semahal ini? Kami menyewa rumah ini dari teman Dimas yang lebih banyak tinggal di luar negeri. Itu seba
Erna mengedarkan pandangannya dengan mata berbinar."Rumah ini memang bagus." Ilyas juga sangat menyukai rumah ini. Mereka tidak pernah tinggal di rumah sebesar ini saat tinggal di desa."Paman dan Bibi, silakan duduk dulu di sofa. Aku akan membuatkan teh hangat untuk kalian." Amel berdiri, lalu pergi ke dapur. Tak lama kemudian, dia kembali sambil membawa satu teko teh panas.Amel mengeluarkan gelas untuk mereka bertiga, lalu menuangkan teh ke gelas masing-masing."Paman, Bibi, kami pindah kemari dengan agak tergesa-gesa. Jadi, hanya ada satu tempat tidur di rumah ini. Malam ini, kalian berdua bisa tidur di kamarku dan Dimas. Tapi, harus menyusahkan Kak Yeri, karena dia hanya bisa tidur di lantai." Amel menjelaskan situasinya terlebih dahulu kepada mereka agar mereka tidak merasa kecewa karena Yeri tidur di lantai."Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Tidur di lantai juga nggak masalah," kata Yeri dengan bijak."Amel, rumah ini sangat besar. Apa kalian nggak merasa hampa hanya tinggal berdu
"Pantas saja kakek dan nenekmu bilang kalau pernikahan kalian rasanya terlalu terburu-buru. Kamu ini gadis yang punya nyali besar. Baru pertama kali bertemu saja sudah berani menikah dengan orang itu," kata Erna sambil mendecakkan lidahnya dan merasa agak aneh."Waktu itu aku juga nggak membencinya. Mungkin, kami berdua saling merasa cocok. Ditambah lagi, Ibu selalu mendesakku agar segera menikah. Itu sebabnya, aku memutuskan untuk segera menikah dengan Dimas.""Yeri, pamanmu adalah seorang profesor di kampus. Dia pasti mengenal banyak orang. Bagaimana kalau kamu meminta pamanmu untuk memperkenalkanmu pada seseorang? Alangkah bagusnya kalau kamu bisa tinggal di sini nantinya," usul Erna sambil menatap putrinya dengan sungguh-sungguh.Erna juga sangat berharap putrinya bisa menemukan pria seperti Dimas. Dimas bukan hanya tampan, tetapi juga pandai menghasilkan uang."Bu, apa yang Ibu bicarakan? Bukankah Ibu sudah bilang kalau Ibu nggak akan memaksaku untuk menikah?" tanya Yeri dengan ke
"Nggak peduli tas itu asli atau palsu, kita tetap untung karena mendapat satu tas gratis."Setelah melihat itu, Ilyas berkata, "Sudahlah, kalian berdua nggak usah mencari-cari lagi di sana. Jangan sampai orang-orang mentertawakan kita karena baru pertama kali datang, tapi sudah menginginkan barang milik orang lain. Itu benar-benar keterlaluan.""Apa salahnya dengan semua itu? Kita ini 'kan keluarga, jadi apa yang mesti ditakutkan? Yeri adalah kakaknya Amel. Memangnya kenapa kalau tas itu diberikan pada Yeri? Apa dia nggak bisa memberikan tas itu pada Yeri?" Setelah berkata seperti itu, Erna membawa tas tersebut dan berjalan keluar dengan angkuh.Saat Amel sedang bersiap-siap kembali ke kamarnya untuk beristirahat, dia melihat Erna berdiri di depan pintu sambil membawa tasnya yang paling berharga."Bi, kenapa Bibi mengambil tasku?" Amel melangkah maju dengan cemas untuk mengambil tas itu dari tangan Erna.Namun, Erna mencengkeram tas itu erat-erat dan tidak mau melepaskannya. "Amel, tas
"Amel, aku tahu kamu nggak menyukai mereka. Tapi bagaimanapun juga, mereka tetaplah kerabatmu. Kalau kita membuat masalah jadi buruk, orang tua kita yang akan mendapat masalah," bujuk Dimas dengan sabar, membuat amarah Amel sedikit mereda."Aku tahu. Besok aku akan bertanya kapan mereka pergi. Aku nggak akan tahan kalau mereka tinggal di sini untuk waktu yang lama," gumam Amel dengan marah sambil memanyunkan bibirnya."Baiklah. Ini sudah larut, ayo istirahat!"Mereka berdua baru saja berbaring dan hendak tertidur ketika suara keras tiba-tiba datang dari luar. Amel sangat terkejut hingga langsung membuka matanya dan buru-buru bangun."Sayang, apa terjadi sesuatu?""Aku nggak tahu. Ayo kita keluar melihatnya."Mereka segera bangun, lalu berlari keluar dengan tergesa-gesa. Ketika mereka membuka pintu, mereka melihat vas besar di ruang tamu telah pecah berkeping-keping."Apa yang terjadi?" tanya Amel sambil menatap Yeri dengan alis berkerut."Aku ... aku nggak sengaja. Aku hanya sedikit la
Ketika Ilyas melihat hal ini, dia mulai berusaha mendamaikan suasana. Dia berencana menyuruh putrinya untuk meminta maaf, lalu membiarkan masalah ini berlalu."Paman, ini bukan masalah meminta maaf atau nggak. Ketika kalian datang ke sini, aku sudah bilang kalau rumah yang kami sewa ini adalah milik temannya Dimas. Kalau temannya Dimas pulang nanti, bagaimana kami bisa menjelaskan tentang barang-barangnya yang hilang? Bagaimana kami menjelaskan pada orang itu?" Emosi Amel yang telah lama tertahan meledak pada saat ini."Apa kamu benar-benar berencana membuat kami membayar kompensasi? Heh, kamu benar-benar nggak tahu terima kasih. Setelah menjunjung ilmu tinggi-tinggi, kamu malah berubah jadi nggak tahu terima kasih," kutuk Erna sambil menunjuk ke arah Amel dengan emosi.Wajah Dimas tiba-tiba menjadi muram, lalu dia berkata, "Kenapa kamu mengatai Amel seperti itu? Apa kalian nggak tahu tata krama? Kalian sudah dewasa, tapi masih saja nggak tahu malu. Kalau bukan karena kalian adalah ker
"Lupakan saja, kita akan membahasnya lagi sepulang kerja malam ini. Ayo, kita pergi sarapan di luar, lalu berangkat kerja."Amel bangun, lalu bersiap-siap. Dia menyapa kerabatnya, lalu langsung melarikan diri bersama Dimas.Amel berjalan ke toko sambil menatap dua lingkaran hitam besar di bawah matanya."Kak Amel, apa kamu nggak tidur tadi malam? Kenapa kamu terlihat sangat lelah?" tanya Sarah dengan penuh perhatian sambil menuangkan secangkir kopi untuk Amel."Jangan ditanya lagi. Beberapa kerabat datang ke rumahku kemarin, jadi aku nggak bisa istirahat dengan baik tadi malam. Mereka juga sudah membuat keributan pagi-pagi, menyebalkan sekali," kata Amel sambil menopang kepalanya dengan satu tangan. Dia sangat mengantuk hingga nggak bisa membuka matanya."Kak Amel, aku punya tempat tidur kecil untuk istirahat siang. Bagaimana kalau kamu pergi ke dapur untuk beristirahat sebentar?" saran Clara.Amel mengangguk sambil berkata, "Baiklah, kalau kalian berdua terlalu sibuk, jangan lupa untu