Ketika Ilyas melihat hal ini, dia mulai berusaha mendamaikan suasana. Dia berencana menyuruh putrinya untuk meminta maaf, lalu membiarkan masalah ini berlalu."Paman, ini bukan masalah meminta maaf atau nggak. Ketika kalian datang ke sini, aku sudah bilang kalau rumah yang kami sewa ini adalah milik temannya Dimas. Kalau temannya Dimas pulang nanti, bagaimana kami bisa menjelaskan tentang barang-barangnya yang hilang? Bagaimana kami menjelaskan pada orang itu?" Emosi Amel yang telah lama tertahan meledak pada saat ini."Apa kamu benar-benar berencana membuat kami membayar kompensasi? Heh, kamu benar-benar nggak tahu terima kasih. Setelah menjunjung ilmu tinggi-tinggi, kamu malah berubah jadi nggak tahu terima kasih," kutuk Erna sambil menunjuk ke arah Amel dengan emosi.Wajah Dimas tiba-tiba menjadi muram, lalu dia berkata, "Kenapa kamu mengatai Amel seperti itu? Apa kalian nggak tahu tata krama? Kalian sudah dewasa, tapi masih saja nggak tahu malu. Kalau bukan karena kalian adalah ker
"Lupakan saja, kita akan membahasnya lagi sepulang kerja malam ini. Ayo, kita pergi sarapan di luar, lalu berangkat kerja."Amel bangun, lalu bersiap-siap. Dia menyapa kerabatnya, lalu langsung melarikan diri bersama Dimas.Amel berjalan ke toko sambil menatap dua lingkaran hitam besar di bawah matanya."Kak Amel, apa kamu nggak tidur tadi malam? Kenapa kamu terlihat sangat lelah?" tanya Sarah dengan penuh perhatian sambil menuangkan secangkir kopi untuk Amel."Jangan ditanya lagi. Beberapa kerabat datang ke rumahku kemarin, jadi aku nggak bisa istirahat dengan baik tadi malam. Mereka juga sudah membuat keributan pagi-pagi, menyebalkan sekali," kata Amel sambil menopang kepalanya dengan satu tangan. Dia sangat mengantuk hingga nggak bisa membuka matanya."Kak Amel, aku punya tempat tidur kecil untuk istirahat siang. Bagaimana kalau kamu pergi ke dapur untuk beristirahat sebentar?" saran Clara.Amel mengangguk sambil berkata, "Baiklah, kalau kalian berdua terlalu sibuk, jangan lupa untu
Erna mengetahui lokasi toko makanan penutup Amel dari Gibran. Jadi, dia naik taksi bersama Yeri untuk pergi ke sana.Begitu keduanya memasuki toko, mereka dengan rakus melihat semua kue yang ada di toko."Halo, makanan penutup apa yang kalian cari? Ini adalah produk baru di toko kami, rasanya sangat enak. Kalian bisa mencobanya," kata Clara dengan sopan sambil melangkah maju. Dia mengambil potongan kue black forest, lalu memberikannya pada mereka berdua untuk dicoba.Erna mengambil seluruh bagian kue black forest, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya, seolah-olah takut ada orang yang akan merebut kue itu darinya.Clara telah lama berkecimpung dalam bisnis ini, dia juga sudah bertemu dengan berbagai macam pelanggan. Jadi, dia tidak merasa aneh melihat hal seperti ini."Kue ini rasanya enak. Beri aku dua potong," kata Erna sambil menunjuk ke kue black forest yang dia makan."Baiklah. Kue apa lagi yang kalian inginkan?" tanya Clara sambil mengambil nampan di sampingnya, lalu meletakkan du
"Bos nggak memberi tahu kami berdua apa pun, jadi kalian nggak bisa seenaknya mengambil barang-barang ini. Sarah, aku akan menghentikan mereka. Kamu pergi panggil Kak Amel." Setelah mengatakan itu, Clara menutup pintu toko makanan penutup secara langsung untuk mencegah Erna dan Yeri kabur saat mereka tidak memperhatikan.Sebelum Sarah mencapai pintu dapur, Amel sudah keluar dengan wajah mengantuk. Ketika dia sedang tidur nyenyak, dia mendengar suara ribut di luar."Ada apa ....""Amel, lihat betapa kasarnya kedua karyawanmu ini terhadap kami." Sebelum Amel selesai berbicara, Erna langsung menyela.Ketika Amel melihat kedua orang ini, dia langsung tersadar, lalu bertanya, "Bibi, Kak Yeri, kenapa kalian berdua ada di sini?""Aku dan Yeri merasa sedikit bosan di rumah. Jadi, kami bertanya pada ayahmu di mana tokomu berada, lalu kami datang ke sini," jawab Erna dengan jujur."Ternyata begitu. Lalu kenapa kalian membuat keributan di luar?" tanya Amel sambil menatap Clara."Kak Amel, tadi me
"Baiklah, sepertinya kamu benar-benar berani meminta uang pada kami. Aku akan menelepon ayahmu sekarang." Erna meletakkan barang-barang itu di lantai dengan marah, lalu mengeluarkan ponselnya untuk segera menelepon Gibran."Kak Erna, apakah kalian sudah tiba di toko Amel?" Suara ramah Gibran terdengar dari ujung telepon."Sudah sampai. Gibran, lihatlah anakmu, seorang putri yang diajar oleh seorang profesor universitas. Sekarang dia hanya memikirkan uang saja. Aku dan Yeri hanya mengambil beberapa kue dari tokonya, tapi dia nggak mengizinkan kami pergi sebelum membayar," omel Erna sambil mendengus.Saat Gibran mendengar itu, senyum di wajahnya membeku. Dia juga tahu betul sifat kakak iparnya ini. Jika mereka tidak bertindak berlebihan, Amel pasti tidak akan meminta uang pada mereka."Kak Erna, Amel masih muda, jangan perhitungan dengannya. Amel juga membuka toko ini untuk menghasilkan uang. Kalau semua kerabat pergi ke tokonya untuk mengambil kue, toko Amel pasti nggak akan bisa bertah
Sarah duduk di meja depan sambil mengawasi toko, sementara Amel dan Clara membuat kue di ruang produksi. Waktu berlalu dengan cepat, saat mereka sudah selesai membuat kue, hari sudah mulai siang.Perut Amel keroncongan, dia pun bertanya, "Apa ada yang mau kalian makan untuk siang ini? Aku akan membelikannya untuk kalian. Apa yang terjadi pagi ini juga berkat kalian berdua. Kalau nggak, toko pasti akan mengalami kerugian yang sangat besar."Amel hendak membeli makanan enak untuk mentraktir mereka berdua."Kak Amel, kalau begitu aku akan sangat berterima kasih. Siang ini, aku mau makan bihun kuah," kata Sarah, menjadi orang pertama yang membuka suara."Aku mau makan hotpot pedas.""Kalau begitu, kalian berdua jaga tokonya dulu, aku akan keluar untuk membelinya," sahut Amel. Begitu Amel selesai berbicara, dia melepas celemeknya, kemudian mengambil ponselnya dan bergegas keluar.Jalanan tempat mereka berjualan sangat ramai dan ada berbagai macam hal yang tersedia. Amel membungkus seporsi b
Lidya yang sudah tidak tenang, menggelengkan kepalanya sambil menyahut, "Uang itu masih jauh dari cukup. Amel, apa yang harus kulakukan? Aku sangat takut."Kondisi keluarga Lidya selalu tercukupi sejak dia masih kecil, jadi Lidya tidak pernah mengkhawatirkan tentang uang. Ketika hal terjadi seperti ini, Lidya tentu saja tidak bisa menghadapinya dengan tenang."Berapa banyak yang kalian butuhkan?" tanya Amel dengan serius sambil mengerutkan keningnya samar."Aku nggak tahu persis berapa banyak. Yang aku tahu, ayahku sudah menggadaikan rumah dan bahkan juga menjual mobilnya," kata Lidya dengan suara gemetar.Amel tidak tahu harus berkata apa untuk sesaat. Dia sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk membantu. Walaupun Amel harus menghabiskan seluruh tabungannya, jumlahnya hanya akan menjadi setetes air dalam ember untuk keluarga Lidya."Lidya, aku masih punya tabungan di sini. Aku akan meneleponmu nanti. Aku tahu uangku yang sedikit ini mungkin nggak bisa banyak membantu, tapi ini lebi
"Sayang, kamu kenapa? Kenapa suaramu terdengar nggak senang? Apakah ada yang membuatmu marah?" tanya Dimas dengan prihatin."Nggak ada yang membuatku marah. Keluarga Sentana sepertinya sedang menghadapi kebangkrutan. Mereka sudah menjual rumah dan mobil mereka. Itu .... Mereka sangat membutuhkan uang sekarang. Sebagai sahabat Lidya selama bertahun-tahun, aku sudah memberikan semua uang yang aku punya. Aku benar-benar nggak bisa melihat Lidya dan Bibi Mirna menghadapi kesulitan. Maaf, aku nggak mendiskusikannya denganmu lebih dulu," jelas Amel. Setelah kembali tenang, Amel merasa sedikit bersalah pada Dimas.Sebagian besar uang itu adalah milik Dimas, jadi sebenarnya agak tidak pantas bagi Amel untuk mentransfer uang itu tanpa memberi tahu Dimas terlebih dahulu."Kamu meminjamkan semua uangmu pada mereka?""Ya, aku ingin meminjamkan lebih banyak pada mereka. Maafkan aku," kata Amel. Dia meminta maaf lagi karena merasa bersalah."Nggak masalah, Sayang. Kalau aku jadi kamu, aku juga akan
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,