"Selamat datang, ada yang bisa aku .... Kenapa kamu?" Amel mendongak, melihat bahwa itu adalah Jessica."Amel, dasar kamu wanita jalang. Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah denganmu hari ini. Kenapa kamu menghalangi rumah sakit untuk menerimaku?" tanya Jessica sambil memelototi Amel dengan marah.Jika tatapan bisa membunuh, Amel mungkin sudah mati dengan tragis sekarang."Apa yang kamu bicarakan? Aku nggak mengerti." Amel bingung dengan apa yang dikatakan wanita itu."Jangan berpura-pura bodoh di sini. Kalau bukan karena kamu, bagaimana mungkin aku diusir dari rumah sakit? Perban di kakiku bahkan belum dilepas, kamu sangat kejam." Semakin berbicara, Jessica semakin emosional.Jessica melemparkan semua kue di etalase yang baru saja dipanggang Clara ke lantai, menyebabkan kekacauan di toko."Berhenti, aku memperingatkanmu untuk nggak membuat masalah di sini. Ini bukan tempat bagimu untuk berbuat onar." Amel segera berjalan keluar dari meja kasir."Jessica, aku nggak pernah mem
Ketika Mirna bertemu pria itu di pusat perbelanjaan, dia mengira pria itu telah mengkhianati putrinya. Dia pun mendatangi pria itu, memarahi pria itu dengan begitu keras, bahkan hampir saja memukul pria itu!"Ibu, Ibu, tolong tenanglah. Aku tahu aku salah. Bukankah aku melakukan ini hanya untuk membuatmu bahagia? Aku berjanji nggak akan pernah melakukan ini lagi di masa depan." Lidya tahu bahwa tidak peduli betapa banyak alasan yang dia berikan, dia tidak akan bisa menutupi masalah ini. Jadi, dia hanya bisa mengakuinya."Biar kuberi tahu, kamu harus pergi kencan buta sore ini. Usahakan untuk menikah dalam waktu dua bulan. Kalau kamu nggak bisa melakukannya, kamu nggak perlu kembali ke rumah lagi. Ayahmu dan aku juga akan memblokir semua kartu ATM-mu. Aku mau lihat apa yang bisa kamu lakukan." Mirna sangat marah sehingga dia ingin segera mengusir Lidya dari rumah.Saat mendengar itu, Lidya merasa tidak senang. Dia berujar, "Bu, meskipun aku nggak menikah, aku juga nggak mengganggu Ibu,
"Keterlaluan sekali. Ibuku benar-benar keterlaluan!" gumam Lidya dengan marah, lalu berjalan masuk ke dalam toko."Ada apa? Apakah kamu bertengkar lagi dengan Bibi Mirna?""Hah, jangan bicarakan hal ini. Ibuku tahu kalau aku membayar seseorang untuk berpura-pura menjadi pacarku. Dia meneleponku, menyuruhku pulang, lalu memarahiku. Hampir saja atap rumah kami terbang karena omelannya." Lidya mulai mengeluh."Saat kamu membayar seseorang untuk berpura-pura menjadi pacarmu, kamu harusnya sudah tahu kalau suatu hari kebohonganmu akan terungkap. Apa kamu nggak tahu seperti apa sifat Bibi Mirna?""Amel, ini juga karena kamu, kenapa kamu menikah begitu cepat? Kalau bukan karena kamu menikah secepat ini, ibuku nggak akan terus mendesakku. Bagaimana kalau kamu bercerai saja? Kita berdua bisa menjalani hidup lajang bersama. Bukankah itu menyenangkan?"Sudut mulut Amel berkedut. Dia berkata, "Hubungan kami sangat baik, aku nggak akan bercerai. Tapi kamu memang sudah nggak muda lagi, sudah saatnya
Dimas tidak menganggap hal ini aneh karena memang dia yang mengaturnya.Dimas berkendara menjauh dari pusat kota."Kita mau ke mana? Sepertinya aku belum pernah pergi ke tempat ini," kata Amel sambil melihat pemandangan asing di luar jendela."Kamu akan tahu setelah kita sampai." Dimas tetap bersikap penuh rahasia.Amel pun berhenti bertanya lebih lanjut. Lagi pula, kalau kejutan itu terungkap, itu namanya bukan kejutan lagi.Setelah sekitar setengah jam perjalanan, Dimas berhenti di depan sebuah hotel di pinggiran kota."Kita sudah sampai." Dimas memarkir mobil di tempat parkir.Amel memandang lingkungan sekitar dengan mata terbelalak. Hotel ini terletak di pinggiran kota, lingkungan sekitarnya sangat bagus dengan area yang sangat luas. Hotel ini terlihat sangat mewah.Dimas melangkah cepat menuju pintu hotel. Sementara itu, Amel mengejar Dimas, lalu menahannya dan bertanya, "Kenapa kamu membawaku ke tempat seperti ini? Dilihat dari dekorasinya, biaya di sini pasti nggak murah. Ayo ce
Ketika mendengar perkataan Dimas, Amel tiba-tiba merasa seolah dia telah melakukan kejahatan besar."Sudah, sudah. Sebenarnya, kamu sangat penting di hatiku, jangan berpikir macam-macam," bujuk Amel dengan cepat. Dia benar-benar takut Dimas akan menangis di depan banyak orang!"Baiklah kalau begitu, aku akan memaafkanmu kali ini." Setelah selesai mengatakan ini, Dimas tersenyum lagi.Pelayan mulai menyajikan hidangan satu per satu."Steik di restoran ini rasanya cukup enak," kata Dimas sambil dengan hati-hati memotong steik untuk Amel.Amel menggigit steiknya dengan penuh antisipasi. Sambil makan, dia melihat pemandangan di kejauhan, benar-benar merasa sangat senang."Indah sekali!""Setelah makan malam nanti, aku akan mengajakmu ke danau untuk menikmati pemandangan malam. Ada taman kecil di tepi danau, kudengar ada banyak kunang-kunang di sana." Mendengar itu, Amel semakin menantikannya."Apakah benar ada kunang-kunang? Sejujurnya, aku belum pernah melihatnya seumur hidupku." Amel ber
Setelah berjalan melewati jalan setapak yang berkelok-kelok, tiba-tiba saja muncul begitu banyak kunang-kunang. Amel membelalakkan matanya karena terkejut. Tiba-tiba saja dia merasa bahagia seperti anak kecil."Lihat, itu kunang-kunang." Amel berlari ke depan dengan gembira, lalu membuka tangannya. Tak lama kemudian, dua kunang-kunang hinggap di telapak tangannya.Melihat adegan tersebut, Dimas buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk merekam momen itu."Aku nggak menyangka, kita benar-benar bisa melihat kunang-kunang di sini. Aku sangat menyukai tempat ini," kata Amel dengan mata berbinar.Dimas berjalan mendekati Amel sambil menatap wanita itu dengan penuh kasih sayang. Kemudian, Dimas menangkup dagu Amel, mengangkatnya dengan lembut, lalu mencium bibir tipis wanita itu.Amel merasa telinganya agak panas. Dia juga merasakan suasana ambigu di antara mereka."Kunang-kunang." Tiba-tiba saja terdengar suara kekanak-kanakan yang memecah suasana ambigu di antara mereka berdua. Kemudian, seor
"Kalau dia takut padaku, pasti sudah sejak tadi dia berhenti mengikuti kita," kata Dimas sambil melirik anak laki-laki yang bersembunyi di belakang Amel itu.Kemudian, Dimas dan Amel pun membawa anak laki-laki itu kembali ke hotel."Siapa namamu, Dik?" tanya Amel.Anak laki-laki itu berdeham. Dia berdiri di depan Amel dan Dimas, lalu memperkenalkan dirinya dengan sungguh-sungguh, "Namaku Joshua Aditya. Umurku tujuh tahun.""Namamu kedengarannya cukup bagus. Kamu menginap di kamar yang mana? Aku dan Paman akan mengantarmu pulang. Sekarang sudah malam. Kamu nggak boleh berkeliaran sendirian. Ini di pinggiran kota. Kalau kamu berkeliaran sendirian, kamu akan tersesat," bujuk Amel dengan lembut."Kakak Cantik, aku dan orang tuaku tinggal di kamar 2305.""Serius?" tanya Dimas sambil menoleh ke samping."Memangnya kenapa?" Amel menatap Dimas dengan curiga."Kamar kita di 2306. Aku nggak menyangka bisa kebetulan seperti ini.""Kalau begitu kebetulan. Ayo pulang bersama kami," kata Amel sambil
"Astaga, Amel, kamu dapat banyak uang, ya? Hotel bergaya kediaman para bangsawan ini harganya 100 juta per malam. Aku sudah lama ingin pergi ke sana. Tapi, karena harganya terlalu mahal, aku jadi ragu untuk pergi.""Dimas yang mengajakku ke sini. Katanya ini hadiah dari perusahaan untuknya."Jika bukan karena alasan ini, Amel mungkin tidak akan pernah punya kesempatan untuk menginjakkan kaki di hotel mewah seperti ini seumur hidupnya.Saat Dimas keluar dari kamar mandi, Amel sudah tertidur dengan posisi bersandar di atas tempat tidur. Dimas pun berjingkat-jingkat untuk membaringkan Amel di atas tempat tidur. Kemudian, Dimas mencium dahi Amel dengan lembut dan memeluk Amel hingga tertidur.Sinar matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamar melalui tirai jendela yang begitu tipis. Amel membuka matanya dengan malas. Saat menoleh, dia bertatapan dengan mata Dimas yang hitam pekat."Amel, kamu sudah bangun?"Amel mengangguk sambil tersenyum."Kalau begitu, cepat bangun dan mandi. Kebetulan
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,