"Jangan bilang kalau kita berdua akan menonton kartun ini." Ketika dia tidak mendapatkan jawaban yang akurat, Amel masih memiliki sedikit harapan.Namun, siapa yang sangka Lidya mengangguk penuh kemenangan sambil berkata, "Boonie Bears adalah film bagus, biaya produksinya tinggi.""Ya, ya, ya." Amel memutar bola matanya. Jika dia tahu mereka akan menonton ini, dia mungkin akan memilih tetap tinggal di toko untuk bekerja lembur.Lidya menatap layar lebar dengan penuh minat, sementara Amel menggelengkan kepalanya tanpa daya. Bagaimanapun juga, mereka sudah membeli tiketnya, jadi lebih baik dia menonton saja.Film ini jelas jauh lebih baik dari yang dia harapkan. Seiring berjalannya waktu, Amel makin terpesona oleh film ini.Sementara itu, Dimas sudah selesai mengantarkan kue kecil. Saat kembali, dia melihat Jessica duduk di kantornya. Dia pun mengerutkan kening, sama sekali tidak menahan rasa jijik di wajahnya saat bertanya, "Ada urusan apa, Bu Jessica?"Jessica menggelengkan kepalanya s
"Ada seorang petugas keamanan wanita baru di lokasi konstruksi Dimas. Wanita ini sepertinya tertarik pada Dimas. Meski tahu Dimas sudah punya istri, wanita ini selalu mencoba mendekatinya. Terlebih lagi, saat aku menelepon Dimas hari ini, ternyata wanita itu yang menjawabnya." Amel menggigit bibirnya dengan lembut sambil menceritakan apa yang terjadi hari ini pada Lidya dengan singkat."Siapa wanita itu? Tampaknya pria benar-benar nggak bisa diandalkan." Lidya tidak bisa menahan kemarahannya. Dia tidak menyangka Amel akan merasa tidak bahagia karena hal semacam ini."Selain itu, apa yang Dimas lakukan dengan wanita itu? Wanita itu bahkan berani menjawab telepon untuknya?""Aku nggak tahu apa yang Dimas pikirkan. Di depanku, aku tahu dia nggak dekat dengan wanita itu. Tapi aku nggak tahu bagaimana ketika aku nggak ada." Amel mengangkat bahu tanpa daya.Amel juga berharap bisa bersama Dimas sepanjang waktu. Namun, keduanya punya pekerjaan masing-masing, jadi ini tidak mungkin."Amel, mes
"Sayang, kamu marah padaku, ya? Aku akan menjemputmu dan menjelaskan semuanya padamu dengan baik." Nada bicara Dimas terdengar sedikit panik. Dia sangat khawatir Amel akan mengabaikannya karena marah.Setelah menonton film bersama Lidya, perasaan Amel sudah jauh lebih tenang saat ini."Nggak perlu, Lidya akan mengantarku pulang nanti," kata Amel, lalu menutup telepon dengan mengeraskan hati.Lidya tidak bisa menahan diri untuk mendecakkan lidah sambil berkata, "Bagus sekali Amel. Kamu harus memperlakukan dia seperti ini. Lihat saja apa dia masih berani begitu dekat dengan wanita lain atau nggak di masa depan."Perut Amel keroncongan. Dia menyentuh perutnya yang kosong sambil menatap Lidya dengan sedih, lalu berkata, "Aku lapar setelah menonton film begitu lama. Temani aku makan, ya.""Oke. Kamu mau makan apa?""Kita sudah lama nggak makan barbeku bersama. Bagaimana kalau kita pergi makan barbeku?" Amel memiringkan kepalanya, berpikir sejenak sebelum memberi saran.Lidya mengemudi langs
Dimas langsung menyalakan mobilnya.Setelah makanan mereka hampir habis, Amel dan Lidya bersiap untuk membayar dan pergi. Namun, pada saat yang bersamaan, beberapa pria mabuk di meja sebelah datang menghentikan mereka."Adik-adik, apa kalian sudah mau pergi? Temani kami makan dan minum sebentar saja, ya. Lagi pula, masih jam berapa ini?" Seorang pria botak dengan telinga besar dan wajah bulat mengamati mereka dari atas hingga ke bawah, tatapannya yang mesum begitu memuakkan."Tolong kalian minggir." Dengan wajah dingin, Lidya menarik Amel agar menghindar dari mereka."Jangan sungkan begitu, Dik. Ayo, ayo, duduk dan temani kami makan sebentar saja. Kami akan mengantar kalian berdua pulang nanti." Pria berambut kuning itu menarik lengan Lidya."Lepaskan aku.""Cepat lepaskan dia. Kalau kalian terus seperti ini, aku akan lapor polisi." Sambil berkata seperti itu, Amel mengeluarkan ponselnya dan mengancam hendak menelepon polisi.Pria botak yang tadi, langsung mengambil ponsel Amel, lalu m
Amel melihat orang-orang itu datang dengan niat yang tidak baik. Dia khawatir jika Dimas akan mendapat celaka.Namun, Dimas sama sekali tidak merasa takut. Dia langsung menempatkan Amel di belakangnya untuk melindungi wanita itu."Hari ini, aku akan mengajari kalian bagaimana menjadi orang yang baik," kata Dimas. Kemudian, Dimas langsung menarik lengan pria berambut kuning itu dan memukul perutnya dengan keras. Pria itu langsung terkesiap dan merasa kesakitan.Melihat hal tersebut, orang-orang yang menonton di sekitar juga langsung merangsek maju. Dimas dengan gerakannya yang gesit itu, dalam sekejap berhasil merobohkan yang lainnya hanya dalam beberapa jurus saja.Pria botak itu menatap Dimas dengan mata terbelalak. Dia tidak pernah menyangka jika dengan jumlah orang yang lebih banyak, mereka tetap tidak mampu mengalahkan Dimas yang hanya sendirian itu.Dimas menatap pria botak itu dengan tajam. Kemudian, dia mengangkat kakinya yang panjang dan berjalan perlahan-lahan menghampiri pria
Amel bergumam sedih. Jelas, uang tersebut sebenarnya bisa saja disimpan semuanya."Nggak perlu beli ponsel baru. Baru-baru ini Yunita terpilih sebagai karyawan teladan. Perusahaan menghadiahinya ponsel baru. Dia nggak memakai ponsel itu, jadi aku akan membawakannya untukmu besok." Dimas sengaja berkata seperti itu, karena dia tahu jika Amel sangat sayang menggunakannya uangnya.Namun, Amel menolaknya, "Nggak usah, nggak usah. Yunita sudah memberiku banyak barang berharga. Sekarang bagaimana bisa aku kembali meminta ponselnya? Besok pagi aku lihat di toko ponsel dan beli ponsel yang lebih murah saja.""Nggak apa-apa, toh kita ini sekeluarga.""Nggak bisa seperti itu. Justru karena kita adalah keluarga, kita harus hidup rukun di masa mendatang. Itu sebabnya, kita nggak boleh terus-menerus mengambil keuntungan dari orang lain. Dalam masalah ini, kamu harus percaya padaku," kata Amel dengan keras kepala.Meskipun hanya orang biasa, Amel juga punya harga diri dan prinsip hidupnya sendiri."
Entah kenapa, Amel tiba-tiba merasa terharu. "Sayang, kamu sangat baik padaku."Setelah berkata seperti itu, Amel menundukkan kepalanya dengan malu-malu. Dimas menangkupkan kedua tangannya di wajah Amel. "Sayang, meski sekarang aku nggak punya uang, aku pasti akan membuatmu menjalani hidup yang baik dengan usahaku sendiri. Aku juga bersedia memberikan yang terbaik untukmu, sesuai dengan kemampuanku."Mata Amel menjadi berkaca-kaca. Dimas adalah orang yang paling baik baginya, selain kedua orang tuanya."Aku yakin kamu pasti mampu membuatku menjalani kehidupan yang baik. Kita akan bekerja sama untuk mewujudkannya." Amel sangat yakin jika pria ini pasti akan meraih kesuksesan dalam kariernya nanti.Dalam perjalanan ke toko, Amel mengutak-atik ponsel barunya dengan gembira."Warna ponsel ini sangat cantik. Ponsel mahal memang terasa berbeda saat digenggam." Amel merasa sangat senang layaknya anak kecil."Saat aku sudah kaya nanti, aku hanya akan mengizinkanmu menggunakan ponsel keluaran t
Begitu Dimas tiba di lokasi konstruksi, mandor menyapanya, "Pak Dimas, kamu akhirnya sampai juga. Tadi aku mau pergi ke kantormu untuk mengambil gambar, tapi kantormu ternyata terkunci. Setelah bertanya-tanya, ternyata nggak ada yang punya kuncinya.""Hanya aku yang punya kuncinya." Setelah selesai berbicara, Dimas mengeluarkan kunci, lalu menyerahkannya pada mandor."Pak Dimas, pintu kantormu sebelumnya nggak pernah dikunci. Kenapa sekarang pintunya tiba-tiba dikunci? Apakah kamu kehilangan sesuatu?" tanya mandor dengan cemas.Dimas menggelengkan kepala sambil berkata, "Aku menemukan bahwa ada orang yang suka masuk ke kantorku. Meskipun sekarang nggak ada yang hilang, tapi ke depannya aku akan selalu mengunci pintu untuk mencegah masalah terjadi."Ketika Dimas mengatakan ini, Jessica kebetulan berjalan di dekatnya. Wanita itu langsung berubah menjadi sedikit malu."Pak Dimas, apakah kamu sangat membenciku?" Setelah mandor pergi, Jessica kembali dan berdiri di depan Dimas dengan air ma