"Kamu benar-benar sangat berbakti." Amel merasa tersentuh oleh pemikiran gadis itu.Tanpa diketahui Amel, gadis tersebut sebenarnya adalah koki dari Keluarga Cahyadi. Untuk membantu Amel, Dimas langsung memanggil gadis itu dari Kota Riwana."Sayang, tolong bantu aku mengatur bahan-bahan produksi. Aku bicara dengan Nona Clara dulu di sini."Dimas mengangguk, lalu masuk ke dapur dengan sangat patuh. Clara Amerta tercengang saat melihat semua ini."Nona Clara, toko makanan penutupku baru saja dibuka. Saat ini, kami hanya fokus melakukan bisnis di toko. Ketika bisnis di toko sudah lebih stabil, kita akan memulai bisnis online. Jam kerjanya adalah jam delapan sampai setengah dua belas siang, lalu jang setengah dua siang sampai jam enam sore. Tapi kita perlu menjaga toko secara bergantian sampai pukul 8 malam. Kalau ada kerja lembur, kamu akan mendapat upah lembur. Gaji pokoknya 6 juta. Apakah kamu bisa menerimanya?" tanya Amel dengan cemas. Bagaimanapun juga, Clara bisa mencari pekerjaan di
"Nggak perlu, kamu istirahat saja di sini. Biarkan mereka berdua melatih kemampuan memasak mereka." Amel berpikir bahwa dua orang itu sudah dewasa, sudah waktunya mereka melatih keterampilan memasak mereka.Saat jam sudah mendekati angka sembilan malam, perut Amel keroncongan. Dia melihat ke arah dapur, tapi tampaknya Lidya dan Andi masih belum selesai memasak.Amel tidak punya pilihan selain membuka pintu dapur untuk memeriksa. Dia berkata, "Aku ingin tahu apakah kalian berdua benar-benar tulus mengundang kami makan? Ini sudah hampir jam 9 malam, aku sangat kelaparan."Amel menyentuh perutnya. Dia merasa kelaparan setengah mati."Kak, tunggu sebentar, sebentar lagi selesai. Kamu tunggu saja di luar, terlalu banyak asap di sini," kata Andi sambil mendorong Amel keluar dari dapur.Amel mengangkat bahu ke arah Dimas dengan tak berdaya, lalu bertanya, "Apa kamu lapar?"Dimas menganggukkan kepalanya."Bagaimana kalau kita makan kue dulu untuk menunda lapar? Kita sepertinya nggak akan bisa
Jantung Lidya berdetak makin cepat karena gugup. Sejak Andi pindah ke rumahnya, mereka berdua secara resmi mulai hidup bersama. Piama serta pakaian dalam Andi yang baru dicuci masih ada di tempat tidurnya. Jika Amel melihat semua ini, dia tidak akan bisa memberikan penjelasan yang baik!"Nggak perlu, nggak perlu. Kamarku agak berantakan, aku cari sendiri saja." Begitu Lidya selesai mengatakan itu, Dimas langsung menanggapi terlebih dahulu sebelum Amel bisa mengatakan apa-apa."Akan lebih cepat kalau yang mencari dua orang. Biarkan saja Amel membantumu." Setelah selesai berbicara, Dimas tersenyum penuh arti. Maksud senyuman dan kata-katanya sangatlah jelas.Lidya memelototi Dimas dengan galak. Tidak bisakah pria ini menutup mulutnya saja?"Lidya, aku sudah mengenalmu begitu lama. Apa lagi yang nggak aku ketahui tentangmu? Tapi aku merasa kamu agak aneh hari ini," kata Amel dengan bingung sambil mengerutkan keningnya. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan tingkah Lidya hari ini.
Ekspresi tidak berdaya muncul di wajah Lidya. Dia juga benar-benar ingin mengumumkan hubungannya dengan Andi. Namun, bagaimanapun juga Andi adalah adik dari teman baiknya. Selain itu, usianya juga lebih tua daripada Andi. Jadi, Lidya selalu merasa agak bersalah di dalam hatinya."Aku juga ingin mengumumkan hubungan kita. Seperti kata pepatah, kelinci nggak pernah memakan rumput dari sarangnya. Kalau kita mengumumkan hubungan ini, aku nggak tahu bagaimana aku harus menghadapi Bibi Lili dan kakakmu di masa depan." Lidya merasa sangat kesulitan dengan masalah ini.Bibi Lili dan Amel selalu memperlakukannya dengan baik. Mereka memperlakukannya seperti anggota keluarga mereka sendiri. Sementara dia, malah menjalin hubungan dengan Andi, yang beberapa tahun lebih muda darinya. Tidak peduli bagaimanapun Lidya memikirkannya, dia merasa ini adalah tindakan yang tidak manusiawi!"Baiklah, baiklah. Kita tunggu saja dulu. Sebenarnya menyenangkan juga bisa bersama seperti ini," kata Andi yang mencob
"Ayah, kami akan segera ke sana." Amel tidak punya waktu untuk memakai sandalnya. Setelah menutup telepon, dia berlari ke kamar dengan cemas."Kenapa kamu nggak pakai sandal? Ada apa? Kamu kelihatan sangat cemas." Setelah mendengar ada suara, Dimas berbalik dan menemukan bahwa Amel tidak memakai sandalnya. Jadi, dia segera mengambil sepasang sandal dari bawah tempat tidur untuk wanita itu kenakan."Ayahku baru saja menelepon. Dia bilang ibuku pingsan. Ayo cepat kita ke sana," kata Amel dengan alis berkerut."Oke, oke, kamu jangan khawatir. Pakai sepatu dan jaketmu dulu. Aku akan mengambil kunci mobil. Kita tinggal dekat dengan mereka, jadi kita bisa segera sampai di sana." Setelah selesai berbicara, Dimas segera berlari ke ruang kerja untuk mengambil kunci mobil. Mereka berdua tidak sempat berganti pakaian, jadi mereka hanya memakai jaket sebelum berlari keluar rumah.Dimas menginjak pedal gas, bergegas menuju rumah orang tua Amel secepat mungkin."Ayah, bagaimana kondisi Ibu?" Begitu
Dimas menepuk-nepuk punggung Amel dengan lembut, membuat suasana hati Amel perlahan menjadi lebih tenang.Beberapa saat kemudian, pintu ruang gawat darurat kembali terbuka. Lili didorong keluar oleh seorang dokter, lalu mereka semua segera mengelilinginya."Ibu, buka matamu dan lihat aku!" kata Amel sambil menyeka air mata dari wajahnya.Lili yang mendengar suara Amel, perlahan membuka matanya dan berkata, "Amel, berhenti menangis. Ibu baik-baik saja."Wanita tua itu memaksakan senyuman di bibirnya.Amel mengangguk sembari berkata, "Bu, apakah kamu tahu saat kamu tiba-tiba pingsan, kami semua sangat khawatir.""Maaf sudah membuat kalian khawatir."Setelah Lili dipindahkan ke bangsal rawat inap, Amel selalu berada di sisi wanita itu. Dia bertanya, "Bu, apakah kamu mau minum air?"Lili menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Ayah, malam ini cukup berat bagimu. Kamu kembali dan istirahatlah. Aku akan menjaga Ibu di sini." Amel masih merasa khawatir, jadi dia ingin berjaga di sini."Kamu
"Menantuku membelikan semua makanan favoritku." Lili merasa makin puas dengan menantunya ini."Dimas, kamu juga harus makan sesuatu, lalu segera pergi ke lokasi konstruksi. Jangan sampai terlambat. Pergilah lebih awal, agar kamu bisa istirahat sebentar di sana.""Aku nggak makan, aku ada rapat pagi ini. Bu, aku berangkat kerja dulu. Amel, kalau ada apa-apa dengan Ibu, segera telepon aku.""Baik, cepatlah pergi." Amel bangkit, lalu mengantar Dimas hingga ke depan pintu."Amel, aku harus mengatakan bahwa Dimas adalah anak yang sangat baik. Dia perhatian, juga penyayang. Kamu harus hidup bahagia bersamanya.""Ibu, jangan khawatir, kami akan menjalani kehidupan yang bahagia." Amel sangat senang karena pada saat itu dia salah mengenali orang, lalu secara tidak sengaja menikah dengan Dimas. Dia merasa sudah mendapatkan harta karun.Saat siang hari, Dimas menyempatkan diri untuk mengantar beberapa vitamin, lalu segera pergi lagi."Ibu, airnya sudah habis. Biar kuambilkan air hangat untukmu. A
"Kalau begitu, kita rahasiakan saja selama yang kita bisa."Setelah mengetahui bahwa Lili dirawat di rumah sakit, Mirna segera datang menjenguk."Aduh, ada apa denganmu? Kenapa kamu dirawat di rumah sakit?" Suara keras Mirna bergema di seluruh bangsal.Lili mengangkat dahinya dengan tidak suka sambil menjawab, "Aku pingsan karena tekanan darah rendah, lalu terjatuh.""Katakan padaku, kenapa tekanan darahmu bisa rendah padahal umurmu belum setua itu? Aku selalu bilang padamu untuk lebih memperhatikan tekanan darah dan kolesterolmu. Aku sudah menyuruhmu memeriksa tekanan darahmu dari waktu ke waktu, tapi kamu nggak mendengarkan. Untung saja kamu baik-baik saja sekarang. Kamu bisa menjadikan kejadian ini sebagai pengingat. Alat pemantau tekanan darah yang kuberikan padamu ternyata hanya menjadi hiasan di rumahmu," keluh Mirna dengan suara keras begitu dia duduk."Sudah, sudah. Aku sedang dirawat di rumah sakit sekarang, jadi jangan membicarakan hal ini lagi. Nanti setelah aku keluar dari