"Bibi Mirna, mendengar apa yang Bibi katakan, menurutku juga ada sesuatu yang salah. Kalau dipikir-pikir, mereka memang tampak seperti pelanggan palsu.""Kamu memang nggak akan mengundang banyak pelanggan palsu, Dimas juga nggak mungkin melakukannya, 'kan? Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengundang banyak pelanggan palsu dan juga membeli makanan penutupnya? Bagaimana mungkin dia punya uang sebanyak itu?" tandas Mirna dengan antusias."Bibi Mirna, apa Bibi saja yang terlalu banyak berpikir? Aku saja nggak tahu berapa banyak uang yang dimiliki Dimas. Omong-omong, aku ingat adik Dimas adalah seorang selebriti internet. Kemarin dia datang ke tokoku untuk mencoba makanan penutupku, dia juga membantu mempromosikan toko makanan penutupku di internet."Mereka berdua tidak menyadari bahwa Dimas sudah berdiri di dalam toko. Dimas mendengar apa yang mereka berdua katakan, lalu segera mengirimkan pesan kepada Yunita dengan kening berkerut."Amel, apa yang sedang kamu bicarakan dengan Bib
Mirna yang sudah ditolak, langsung bicara dengan agak blak-blakan. Dimas melirik Amel dengan sedih, menunggu wanita itu mengambil tindakan untuk membela dirinya."Bibi Mirna, Dimas sudah banyak membantuku untuk membuka toko ini. Dia juga bisa dianggap sebagai setengah dari pemegang saham toko makanan penutupku.""Amel, jadi kamu bermaksud untuk menolak Bibi?" tandas Mirna dengan ekspresi yang terlihat sangat terluka.Amel berada dalam dilema. Bibi Mirna sudah memperlakukannya dengan baik sejak lama dan sudah menganggapnya seperti putrinya sendiri. Jika sekarang Amel menolak Bibi Mirna, bukankah dia terlalu tidak berperasaan?"Bibi Mirna, bagaimana mungkin aku menolakmu? Kalau toko makanan penutupku mempekerjakan pegawai, pasti akan membutuhkan lebih banyak dana operasional. Bagaimana kalau Bibi berinvestasi sedikit di saham lebih dulu? Tunggu sampai toko makanan penutupku menjadi lebih besar, Bibi bisa berinvestasi lebih banyak lagi, bagaimana?" tawar Amel yang ragu-ragu sejenak sebelu
Amel menggelengkan kepala sambil berkata, "Nggak usah."Setelah selesai berbicara, Amel mengambil dua piama dari lemari, lalu buru-buru berlari ke kamar mandi.Saat melihat ekspresi panik Amel, Dimas menggelengkan kepala dengan penuh sayang, lalu tersenyum sembari berkata, "Istriku sangat imut!"Amel berendam dengan nyaman di bak mandi, membuatnya langsung merasa jauh lebih rileks. Meskipun menjalankan toko makanan penutup itu melelahkan, dia merasa semua itu sepadan.Amel baru saja selesai mandi ketika dia menerima telepon dari Lili. Dia pun menjawab telepon, "Bu, kalian belum tidur?""Ayahmu sedang mendiskusikan suatu topik dengan murid andalannya di telepon. Amel, kudengar Bibi Mirna bilang kalau dia berencana menginvestasikan sejumlah uang lagi pada toko makanan penutupmu?" tanya Lili dengan ragu.Meski Mirna berasal dari keluarga kaya, dia sangat berhati-hati dalam berinvestasi."Ya, Bibi Mirna datang ke toko makanan penutup kami hari ini. Dia melihat kalau bisnis toko makanan pen
"Kamu sangat bodoh, nggak tahu apa-apa." Dimas mengeluarkan kata-kata ini dengan gigi terkatup."Pak Dimas, apa maksudmu? Kenapa aku nggak tahu apa-apa?""Sebagian besar orang yang kamu atur hari ini membeli banyak makanan penutup dengan jenis yang sama segera setelah mereka masuk. Tujuan mereka bisa terlihat dengan sangat jelas. Siapa pun dengan mata yang tajam akan tahu apa yang sedang terjadi. Kalau kamu nggak bisa menangani hal semacam ini dengan baik, aku jamin gajimu bulan depan akan aku potong," kata Dimas dengan nada dingin. Setelah itu, dia langsung menutup telepon.Entah kenapa, Dimas merasa Irfan menjadi jauh lebih bodoh setelah tidak berada di sampingnya.Di sisi lain, Irfan mengentakkan kaki dengan penuh penyesalan. Saat itu, dia hanya berpikir untuk menyuruh orang-orang membeli semua kue yang ada di toko makanan penutup tanpa memertimbangkan aspek ini.Saat Dimas kembali ke kamar tidur, dia menemukan bahwa Amel sudah tertidur. Dia pun berjingkat ke tempat tidur, lalu deng
Begitu keluar, Dimas membuka payungnya, lalu menggoyangkan lengannya yang memegang payung untuk memberi isyarat agar Amel memeluknya."Kita berdua harus lebih dekat agar nggak basah." Dimas memegang payung, lalu memiringkannya ke arah Amel, membuat bahunya sendiri menjadi basah."Bukannya kita punya dua payung? Sebaiknya kita pakai payung masing-masing agar nggak ada yang basah."Dimas menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Nggak apa-apa kalau aku basah. Selama aku ada di sini, aku akan memegang payung untukmu."Pasangan muda yang sedang dimabuk cinta itu berjalan bersama di bawah hujan. Hal ini juga merupakan momen yang bahagia dan romantis."Oke, janji ya." Amel mengingat kata-kata Dimas.Saat duduk di dalam mobil dan melihat gerimis di luar, Amel merasa sangat nyaman."Oh ya, nanti kamu bisa memarkir mobilmu di perempatan depan. Di sana nggak jauh dari toko makanan penutupku, hanya berjarak beberapa langkah saja. Hari ini hujan, pasti ada banyak orang yang naik taksi ke tempat ke
Lidya bahkan tidak punya waktu untuk sarapan. Dia mengganti sepatunya dan hendak pergi keluar. Namun, Andi bergegas mendekat, meraih lengan Lidya, lalu bertanya, "Apa yang terjadi dengan toko makanan penutup kakakku sampai kamu terburu-buru ke sana? Apakah perlu bantuanku?"Melihat betapa cemasnya Lidya, Andi khawatir kalau membiarkan wanita itu pergi sendirian. Dia ingin ikuti bersama Lidya ke toko Amel."Ketika kakakmu ke sana hari ini, dia menemukan bahwa semua jendela di tokonya hancur. Aku harus pergi ke sana untuk melihat apa yang terjadi." Lidya mengatakan yang sebenarnya pada Andi dengan wajah serius.Andi pun langsung memutuskan untuk pergi bersama Lidya dan berkata, "Nggak bisa, aku harus ikut pergi bersamamu. Aku mau lihat siapa yang berani menindas kakakku."Setelah selesai berbicara, Andi membuka pintu, lalu berlari keluar dengan marah. Lidya segera menyusul pria itu sambil membawa payung.Amel melihat kekacauan di pintu toko. Pecahan kaca yang berserakan di lantai membuat
Amel memeluk lengan Lidya, lalu bersandar di bahu wanita itu dan berkata dengan manja, "Terima kasih, Lidya sayang. Berapa biaya untuk mengganti dua kaca ini, juga kamera pengawasnya? Aku akan mentransfer uangnya padamu."Ketika mendengar ini, Lidya memelototi Amel dengan tidak senang dan berujar, "Heh, kenapa aku merasa kamu jadi sangat sungkan padaku setelah menikah? Kenapa sekarang kamu peduli sekali dengan masalah uang? Jangan lupa, aku sudah berinvestasi di toko ini. Bukankah hal yang wajar untukku mengganti dua kaca dan memasang kamera pengawas?""Tentu, tentu. Kalau begitu, aku nggak akan mentransfer uangnya padamu." Keduanya saling memandang dan tersenyum."Oh ya, Lidya, cepat cobalah. Ini adalah resep makanan penutup yang baru aku buat beberapa hari terakhir ini. Kue ini akan dipajang di etalase hari ini. Cobalah dan katakan padaku bagaimana rasanya."Andi yang sepertinya diabaikan oleh kedua wanita itu hanya bisa berdiri diam dengan tatapan kosong."Kak, kalian mengabaikanku
Tidak lama setelah Andi pergi, Lidya juga pulang karena ada urusan yang harus diselesaikan.Amel meletakkan produk baru yang dia buat di etalase yang paling mencolok. Karena dia khawatir produk baru itu tidak begitu disukai, dia hanya membuat 10 buah saja. Jika produk ini terjual dengan baik, Amel akan membuat lebih banyak di masa depan.Meski pelanggan hari ini tidak sebanyak kemarin, sesekali masih ada orang yang datang berkunjung dan membeli sesuatu.Sekarang sudah hampir jam lima. Makanan penutup di toko juga hampir terjual habis."Amel, sepertinya toko makanan penutupmu milikmu ini cukup populer." Saat Amel sedang membersihkan kaca, tiba-tiba terdengar suara familier dari pintu.Amel menoleh, lalu melihat bahwa itu adalah Kak Billy."Kak, bagaimana bisa kamu punya waktu untuk datang ke sini?" Amel merasa sedikit terkejut."Aku dengar dari Pak Gibran kalau kamu membuka toko makanan penutup. Jadi, aku datang ke sini untuk memberi dukungan padamu. Begitu aku masuk, aku bisa melihat m