Lidya bahkan tidak punya waktu untuk sarapan. Dia mengganti sepatunya dan hendak pergi keluar. Namun, Andi bergegas mendekat, meraih lengan Lidya, lalu bertanya, "Apa yang terjadi dengan toko makanan penutup kakakku sampai kamu terburu-buru ke sana? Apakah perlu bantuanku?"Melihat betapa cemasnya Lidya, Andi khawatir kalau membiarkan wanita itu pergi sendirian. Dia ingin ikuti bersama Lidya ke toko Amel."Ketika kakakmu ke sana hari ini, dia menemukan bahwa semua jendela di tokonya hancur. Aku harus pergi ke sana untuk melihat apa yang terjadi." Lidya mengatakan yang sebenarnya pada Andi dengan wajah serius.Andi pun langsung memutuskan untuk pergi bersama Lidya dan berkata, "Nggak bisa, aku harus ikut pergi bersamamu. Aku mau lihat siapa yang berani menindas kakakku."Setelah selesai berbicara, Andi membuka pintu, lalu berlari keluar dengan marah. Lidya segera menyusul pria itu sambil membawa payung.Amel melihat kekacauan di pintu toko. Pecahan kaca yang berserakan di lantai membuat
Amel memeluk lengan Lidya, lalu bersandar di bahu wanita itu dan berkata dengan manja, "Terima kasih, Lidya sayang. Berapa biaya untuk mengganti dua kaca ini, juga kamera pengawasnya? Aku akan mentransfer uangnya padamu."Ketika mendengar ini, Lidya memelototi Amel dengan tidak senang dan berujar, "Heh, kenapa aku merasa kamu jadi sangat sungkan padaku setelah menikah? Kenapa sekarang kamu peduli sekali dengan masalah uang? Jangan lupa, aku sudah berinvestasi di toko ini. Bukankah hal yang wajar untukku mengganti dua kaca dan memasang kamera pengawas?""Tentu, tentu. Kalau begitu, aku nggak akan mentransfer uangnya padamu." Keduanya saling memandang dan tersenyum."Oh ya, Lidya, cepat cobalah. Ini adalah resep makanan penutup yang baru aku buat beberapa hari terakhir ini. Kue ini akan dipajang di etalase hari ini. Cobalah dan katakan padaku bagaimana rasanya."Andi yang sepertinya diabaikan oleh kedua wanita itu hanya bisa berdiri diam dengan tatapan kosong."Kak, kalian mengabaikanku
Tidak lama setelah Andi pergi, Lidya juga pulang karena ada urusan yang harus diselesaikan.Amel meletakkan produk baru yang dia buat di etalase yang paling mencolok. Karena dia khawatir produk baru itu tidak begitu disukai, dia hanya membuat 10 buah saja. Jika produk ini terjual dengan baik, Amel akan membuat lebih banyak di masa depan.Meski pelanggan hari ini tidak sebanyak kemarin, sesekali masih ada orang yang datang berkunjung dan membeli sesuatu.Sekarang sudah hampir jam lima. Makanan penutup di toko juga hampir terjual habis."Amel, sepertinya toko makanan penutupmu milikmu ini cukup populer." Saat Amel sedang membersihkan kaca, tiba-tiba terdengar suara familier dari pintu.Amel menoleh, lalu melihat bahwa itu adalah Kak Billy."Kak, bagaimana bisa kamu punya waktu untuk datang ke sini?" Amel merasa sedikit terkejut."Aku dengar dari Pak Gibran kalau kamu membuka toko makanan penutup. Jadi, aku datang ke sini untuk memberi dukungan padamu. Begitu aku masuk, aku bisa melihat m
"Kak Billy, hati-hati di jalan," kata Amel sambil tersenyum canggung.Begitu Billy meninggalkan toko makanan penutup, Dimas duduk di bangku dengan ekspresi tidak senang."Kenapa dia ada di sini?" tanya Dimas dengan ekspresi tidak puas sambil mengangkat kepalanya."Kak Billy mengetahui dari ayahku kalau aku membuka toko makanan penutup, jadi dia datang untuk mendukungku," kata Amel sesuai dengan kebenarannya."Karena dia datang ke sini untuk mendukungmu, kenapa dia nggak segera pergi setelah membeli kue? Tadi aku melihat kalian berdua mengobrol dengan gembira," kata Dimas dengan wajah datar, terlihat sangat cemburu.Melihat ekspresi marah Dimas, Amel tidak bisa menahan tawa. Kemudian, dia berujar, "Lihatlah, nggak banyak pelanggan yang datang pada jam ini. Jadi, Kak Billy mengobrol sebentar denganku. Kenapa kamu jadi cemburu?"Dimas mendengus dingin, lalu memalingkan muka. Dia membalas, "Aku memang cemburu. Kamu bahkan masih ingat kalau dia suka makan sandwich."Amel menyentuh dahinya t
"Oke." Pemilik toko daging itu juga orang yang baik. Dia langsung menyetujuinya."Apa kamu yakin kita hanya membeli beberapa potong daging saja?" Dimas memandang Amel dengan penuh tanda tanya."Sebenarnya, kalau kita makan hotpot, daging apa pun rasanya sama saja. Lebih hemat kalau kita membeli beberapa potong daging saja. Meskipun sekarang kita sudah menghasilkan sedikit uang, kita tetap harus berhemat. Mungkin saja kita akan membutuhkan banyak uang di masa depan," kata Amel dengan rasional."Istriku benar-benar orang yang pandai mengatur keuangan. Hanya saja, aku merasa bersalah. Saat bersamaku, kamu bahkan harus berhemat untuk sekadar makan hotpot saja." Dimas menunduk, wajahnya terlihat sangat sedih.Amel berinisiatif menghibur Dimas dengan lembut, "Jangan merasa bersalah. Kalau kita bekerja keras, hidup kita pasti akan menjadi lebih baik."Setelah membeli semuanya, keduanya pun pulang. Begitu mereka sampai, mereka melihat Lili dan Gibran sedang berdiri di depan pintu.Setelah mobi
Namun, apa yang dikatakan Dimas sebenarnya bertentangan dengan keinginannya sendiri. Dia sangat ingin memiliki buah hati dengan Amel sesegera mungkin. Dengan kekayaannya yang sesungguhnya, membesarkan seratus anak pun bukan masalah bagi mereka.Hanya saja, mengingat Amel masih belum siap mental untuk ini, Dimas bersedia menghormati keinginan Amel dan menunggu.Ketika mendengar ini, Lili berkata dengan alis berkerut, "Dimas, Ibu mengatakan ini tanpa maksud lain. Dua tahun lagi kamu sudah berusia 32 tahun. Bukankah ini sudah agak lambat? Pada saatnya nanti, kalian mungkin nggak bisa mendapatkan anak meski menginginkannya. Kenapa nggak memanfaatkan waktu saat aku dan ayahmu masih muda dan sehat? Kalian bisa secepatnya punya anak dan kami akan membantu kalian merawatnya." Lili sudah tidak sabar untuk menggendong cucu.Lili sudah sepenuhnya mengalahkan Mirna dalam hal menikahkan putrinya. Jika dia bisa memiliki cucu pada saat ini, Mirna mungkin tidak akan memiliki kesempatan untuk mengejarn
"Sudahlah, cukup sampai di sini saja. Kita sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan. Selebihnya tergantung pada apa yang anakmu pikirkan." Gibran tidak ingin Lili terus mengomel, jadi dia pun menyela Lili."Huh, baiklah. Kita sudah selesai makan, hari juga sudah larut. Kami berdua pulang dulu." Lili bangkit dengan sedikit murung.Dimas secara pribadi mengantar keduanya pulang. Pada awalnya, Gibran tidak terlalu optimis tentang menantu laki-lakinya ini. Namun, setelah memantau selama beberapa, dia menyadari bahwa menantu laki-laki ini lumayan baik.Amel keluar setelah tidak mendengar ada suara apa pun di ruang tamu. Dia bersandar di sofa, memutar serial TV yang sedang tayang, lalu menontonnya dengan penuh semangat."Aku pulang." Setelah beberapa saat, suara Dimas terdengar dari pintu."Saat kamu mengantar orang tuaku pulang, mereka nggak mengatakan apa-apa lagi, 'kan? Kalau mereka mengatakan sesuatu yang nggak enak didengar, jangan dimasukkan ke dalam hati." Amel mematikan TV, lalu ban
Irfan tidak bisa menahan diri untuk mengeluhkan masalah ini kepada Yunita melalui WhatsApp."Kamu membicarakan kakakku di belakangnya, apa kamu nggak takut aku akan melaporkanmu? Sepertinya kakakku sudah berubah menjadi orang yang berbeda sejak menikah dengan Kak Amel. Apa menurutmu aku harus memberi tahu nenekku dan memintanya memeriksakan otak kakakku?"Yunita segera membalas setelah menerima pesan WhatsApp Irfan."Nona, bukankah kamu juga membicarakan Pak Dimas di belakangnya?"...Di pagi hari, Amel dan Dimas masih tidur nyenyak ketika mereka dibangunkan oleh suara bel pintu.Amel mengusap matanya yang mengantuk, lalu bangkit dari tempat tidur sambil bertanya, "Siapa itu? Kenapa mengetuk pintu sepagi ini?""Nggak tahu."Amel menguap, lalu berjalan ke pintu dengan masih mengantuk. Ketika dia membuka pintu, dia melihat bahwa itu adalah petugas kurir."Permisi, apakah kamu Amel Santoso?" tanya petugas kurir dengan sopan."Benar.""Ini ada dua paket untukmu. Kamu harus menandatangani s