Namun, apa yang dikatakan Dimas sebenarnya bertentangan dengan keinginannya sendiri. Dia sangat ingin memiliki buah hati dengan Amel sesegera mungkin. Dengan kekayaannya yang sesungguhnya, membesarkan seratus anak pun bukan masalah bagi mereka.Hanya saja, mengingat Amel masih belum siap mental untuk ini, Dimas bersedia menghormati keinginan Amel dan menunggu.Ketika mendengar ini, Lili berkata dengan alis berkerut, "Dimas, Ibu mengatakan ini tanpa maksud lain. Dua tahun lagi kamu sudah berusia 32 tahun. Bukankah ini sudah agak lambat? Pada saatnya nanti, kalian mungkin nggak bisa mendapatkan anak meski menginginkannya. Kenapa nggak memanfaatkan waktu saat aku dan ayahmu masih muda dan sehat? Kalian bisa secepatnya punya anak dan kami akan membantu kalian merawatnya." Lili sudah tidak sabar untuk menggendong cucu.Lili sudah sepenuhnya mengalahkan Mirna dalam hal menikahkan putrinya. Jika dia bisa memiliki cucu pada saat ini, Mirna mungkin tidak akan memiliki kesempatan untuk mengejarn
"Sudahlah, cukup sampai di sini saja. Kita sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan. Selebihnya tergantung pada apa yang anakmu pikirkan." Gibran tidak ingin Lili terus mengomel, jadi dia pun menyela Lili."Huh, baiklah. Kita sudah selesai makan, hari juga sudah larut. Kami berdua pulang dulu." Lili bangkit dengan sedikit murung.Dimas secara pribadi mengantar keduanya pulang. Pada awalnya, Gibran tidak terlalu optimis tentang menantu laki-lakinya ini. Namun, setelah memantau selama beberapa, dia menyadari bahwa menantu laki-laki ini lumayan baik.Amel keluar setelah tidak mendengar ada suara apa pun di ruang tamu. Dia bersandar di sofa, memutar serial TV yang sedang tayang, lalu menontonnya dengan penuh semangat."Aku pulang." Setelah beberapa saat, suara Dimas terdengar dari pintu."Saat kamu mengantar orang tuaku pulang, mereka nggak mengatakan apa-apa lagi, 'kan? Kalau mereka mengatakan sesuatu yang nggak enak didengar, jangan dimasukkan ke dalam hati." Amel mematikan TV, lalu ban
Irfan tidak bisa menahan diri untuk mengeluhkan masalah ini kepada Yunita melalui WhatsApp."Kamu membicarakan kakakku di belakangnya, apa kamu nggak takut aku akan melaporkanmu? Sepertinya kakakku sudah berubah menjadi orang yang berbeda sejak menikah dengan Kak Amel. Apa menurutmu aku harus memberi tahu nenekku dan memintanya memeriksakan otak kakakku?"Yunita segera membalas setelah menerima pesan WhatsApp Irfan."Nona, bukankah kamu juga membicarakan Pak Dimas di belakangnya?"...Di pagi hari, Amel dan Dimas masih tidur nyenyak ketika mereka dibangunkan oleh suara bel pintu.Amel mengusap matanya yang mengantuk, lalu bangkit dari tempat tidur sambil bertanya, "Siapa itu? Kenapa mengetuk pintu sepagi ini?""Nggak tahu."Amel menguap, lalu berjalan ke pintu dengan masih mengantuk. Ketika dia membuka pintu, dia melihat bahwa itu adalah petugas kurir."Permisi, apakah kamu Amel Santoso?" tanya petugas kurir dengan sopan."Benar.""Ini ada dua paket untukmu. Kamu harus menandatangani s
"Kenapa kamu datang ke perusahaan kami?" tanya Dimas dengan ragu."Karena penampilanku yang luar biasa, aku datang sebagai perwakilan untuk mengikuti kompetisi desain teknik yang diadakan oleh Grup Angkasa," jawab Andi dengan bangga."Aku benar-benar nggak menyangka kamu memiliki kemampuan seperti itu," jawab Dimas ringan.Andi mengerutkan bibirnya dengan dingin, tidak ingin mengatakan apa-apa lagi."Tempat dudukmu ada di sana. Cepat duduk." Dimas mengetahui bahwa tempat duduk Andi tidak jauh dari sana.Setelah mengetahui bahwa perwakilan dari kantor pusat sudah tiba, Dimas segera pergi menyambut mereka bersama yang lain.Orang yang datang kali ini adalah Omar, seorang lelaki tua dari Grup Angkasa. Dia berusia lebih dari 50 tahun dan sudah bekerja di Grup Angkasa selama 20 sampai 30 tahun."Pak Omar, kami menyambut kedatanganmu dengan hangat." Soni mendekati Omar dengan sikap menyanjung."Halo," jawab Omar dengan sopan. Dia belum pernah bertemu dengan Soni, jadi dia tidak tahu siapa or
"Baiklah. Kak Dimas, jangan khawatir. Aku nggak akan memberi tahu kakakku tentang hal ini," setuju Andi.Andi tanpa sadar jadi mengagumi Dimas. Tampaknya pria ini sudah melakukan banyak upaya di belakang untuk memastikan agar kakaknya bisa menjalani kehidupan yang lebih berada. Fakta bahwa Dimas bisa menjadi konsultan teknik di Grup Angkasa menunjukkan bahwa pria ini punya kemampuan."Kompetisi akan segera dimulai. Ayo kita pergi ke sana." Dimas mengingatkan, lalu kembali ke lokasi kompetisi bersama Andi.Menjelang Tahun Baru, toko makanan penutup Amel juga cukup sibuk karena ada makin banyak pesanan dari pelanggan."Bos, bisakah kalian membuat kue seperti ini?" tanya seorang wanita muda. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan sebuah foto pada Amel.Amel melihat foto itu. Dia menemukan bahwa kue itu tidak sulit untuk dibuat, hanya saja dekorasinya sedikit rumit."Bisa, tapi dekorasinya agak rumit. Jadi, akan memakan waktu sekitar dua jam.""Kalau begitu, aku mau pesan kue ini. Be
"Jangan khawatir, aku akan memperhatikan istirahatku. Kamu cepat kembalilah ke lokasi konstruksi." Dimas dan Amel berpisah dengan enggan, seolah-olah mereka tidak akan pernah bertemu lagi setelah mereka berpisah.Dimas berbalik, berjalan ke pintu selangkah demi selangkah, lalu berkata, "Sayang, aku benar-benar harus pergi. Jangan lupa untuk merindukanku sore ini.""Cepat pergi." Amel tersenyum tak berdaya sambil menggelengkan kepalanya. Terkadang dia benar-benar tidak tahu bagaimana harus menghadapi pria ini.Ketika dirinya menghadapi kesulitan, Dimas bisa mengendalikannya dengan memberikannya rasa aman. Namun, Dimas biasanya juga bertingkah seperti anak kecil di depannya.Tidak lama setelah Dimas pergi, Amel mengunggah lowongan pekerjaan untuk merekrut seorang koki di sebuah website rekrutmen. Selain itu, dia juga menggantungkan pengumuman lowongan pekerjaan di pintu toko.Kemudian, Amel kembali lagi ke dapur. Setelah menyelesaikan dan mengemas kuenya, Amel mulai menyiapkan pesanan st
"Nyonya, aku mengemas stroberi mousse ini untukmu segera setelah siap. Karena alasan pribadimu, semua jadi seperti ini. Aku ...." Amel disela oleh wanita itu sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya."Apa maksudmu? Siapa suruh kamu mengemasnya seperti ini? Kalau kamu mengemasnya dengan lebih sederhana, aku bisa membukanya dengan mudah, kuenya juga nggak akan jadi seperti ini. Sudahlah, aku juga nggak mau membuang waktu di sini lagi. Aku akan membawa kue ini, tapi aku nggak akan membayar untuk stroberi mousse ini." Wanita itu langsung memindai kode QR untuk membayar harga sepotong kue."Nyonya, kamu sendiri yang merusak kue stroberi mousse ini. Kami juga punya kamera pengawas di toko. Kalau rusak seperti ini, kami nggak bisa menjualnya lagi. Begini saja, aku akan memberikan harga yang lebih murah untukmu. Kamu bisa membayar 300 ribu saja untuk kue ini, oke?" Amel berharap dalam hatinya bahwa dia bisa menyelesaikan masalah dengan cara ini. Jadi, dia pun mengusulkan ide ini."Kenapa ka
Sekarang Amel sudah mengerti bahwa ini adalah masalah persaingan jahat antar pebisnis. Mereka pasti melihat bahwa bisnis toko makanan penutup miliknya sedikit lebih baik, jadi mereka iri. Kemudian, mereka sengaja datang ke sini untuk membuat masalah.Setelah identitas pria itu terungkap, semua keberanian yang dimilikinya sebelumnya hilang seketika, seolah-olah situasi tegang sebelumnya tidak pernah ada."Memang kenapa kalau aku dari Toko Makanan Penutup Siana? Bahan-bahan di tokomu nggak segar, kenapa aku nggak boleh mengkritikmu?" sangga pria itu yang terdengar kurang percaya diri."Katakan padaku apa yang sebenarnya ingin kalian lakukan. Kalau kamu nggak mengatakan yang sebenarnya, aku nggak keberatan memukulmu lagi," kata Dimas sambil kembali mengangkat tinjunya."Kamu ... kamu masih ingin memukulku? Aku akan melaporkanmu pada polisi." Pria itu mundur dua langkah karena ketakutan."Kenapa kalian nggak menjalankan toko makanan penutup saja dengan baik? Kenapa malah datang ke tempatku