Dimas menatap kotak paket lainnya yang masih belum dibuka dan berkata dengan agak gugup, "Hmm, mungkin itu beberapa produk perawatan kulit yang biasa Yunita pakai. Seharusnya nggak masalah. Harganya pasti sudah cukup terjangkau untuknya, jangan terlalu dipikirkan.""Aku khawatir Yunita memberikan hadiah yang terlalu mahal. Bagaimana aku bisa memakai barang sebagus itu?" ucap Amel sembari melihat rangkaian produk perawatan kulit tersebut. Amel merasa bahwa produk itu sangat mewah, sehingga dia takut untuk menyentuhnya.Dimas mengerutkan kening, tidak ingin mendengar Amel merendahkan dirinya sendiri seperti ini. Jadi, dia pun menyela dengan cepat, "Kenapa kamu nggak layak memakainya? Nggak peduli merek apa pun, kamu layak memakai semuanya. Produk perawatan kulit terbaik di dunia pun, nggak akan layak dipakai di wajahmu."Dimas benar-benar pandai sekali memuji orang lain.Amel tertawa terbahak-bahak mendengar pujian Dimas, tetapi harus dikatakan bahwa Amel merasa sangat bahagia dalam hati
Setelah mengatakan itu, Dimas mencium dahi Amel dengan lembut.Keesokan paginya, pasangan muda itu bangun pagi dan pergi mandi. Setelah sarapan, mereka keluar bersama.Dimas pergi ke lokasi konstruksi, sedangkan Amel akan pergi untuk menyimpan uang bersama Lidya dan juga mengatur dekorasi toko.Oleh karena itu, Dimas baru pergi setelah mengantar Amel ke tujuannya dan menunggu Lidya tiba.Setelah melihat mobil mewah "sewaan" Dimas yang perlahan pergi, Lidya mengerutkan bibirnya dan berkata dengan ekspresi tidak suka, "Selain wajahnya yang pantas untuk kamu rindukan, apa bagusnya dia."Amel sudah mengantisipasi bahwa temannya akan mencerca Dimas, jadi dia tidak bisa menahan tawa, lalu menjawab, "Oh, Dimas sangat baik. Padahal kalian berdua belum banyak berhubungan, tapi kenapa kamu sangat meremehkannya?"Lidya tertawa kecil sambil mengangkat tangannya dan menyahut, "Siapa yang menyuruhnya merebutmu dariku?""Kamu ini benar-benar."Amel tidak berdaya ketika mendengar ucapan Lidya. Kedua s
Amel dan Lidya pun saling memandang."Ibuku ada di sana, jadi aku nggak bisa menemanimu ke sana atau dia akan mengomeliku tanpa henti lagi," tandas Lidya seraya mengerutkan kening diiringi dengan ekspresi tidak suka saat menyebut Mirna.Amel mengetahui kesulitan Lidya, ditambah lagi Lidya baru saja mentransfer uang itu kepadanya. Begitu Lidya bertemu dengan Bibi Mirna, mungkin rasa bersalahnya akan semakin besar."Baiklah, kalau begitu apakah kamu berencana untuk kembali ke daerah utara?""Ya, di sana lebih nyaman. Kalau ibuku menyusahkanmu, telepon saja aku. Aku selalu geram padanya karena nggak punya batasan."Lidya tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar bola matanya sambil mengeluh. Ibu dan anak perempuannya itu selalu bertengkar secara diam-diam.Amel sudah lama terbiasa dengan pemandangan seperti ini."Aku tahu, kalau begitu berhati-hatilah di jalan. Aku pergi ke toko dulu. Kamu harus berada di sana saat pembukaan tokonya.""Tentu saja."Lidya mengedipkan matanya, bergumam ke
"Amel, bicaralah!" desak Mirna.Amel kembali sadar. Saat ini, dia merasa bingung, jadi dia pun berkata, "Aku ... aku juga nggak tahu. Biar aku menelepon Dimas dulu.""Tunggu."Mirna menarik Amel ke samping, menahan gadis itu untuk melakukan panggilan telepon, lalu berbisik, "Jangan bilang padanya aku ada di sini. Menurutku mungkin ada sesuatu yang mencurigakan tentang toko ini. Mungkin Dimas sebenarnya nggak menyewa toko ini, mungkin juga Dimas bekerja sama dengan orang lain untuk menipumu.""Bibi Mirna, kenapa Bibi selalu berpikiran buruk tentang Dimas ...."Amel menundukkan kepalanya, merasa sangat tidak nyaman saat mendengarkan ucapan orang yang lebih tua darinya itu.Amel tidak pernah meragukan apakah toko itu bohongan atau bukan. Lagi pula, Amel sudah mulai memasang dekorasinya. Sejauh ini, Dimas juga sama sekali tidak menipunya. Di sisi lain, memangnya apa yang Amel punya sampai harus ditipu?"Dasar anak bodoh!" seru Mirna sambil mendorong Amel dengan kesal, kemudian berkata, "Bu
Namun, ekspresi penuh perhatian yang ditunjukkan oleh Dimas ditafsirkan sebagai makna lain di mata Amel.Seolah-olah sorot mata Dimas berkata, "Aku sangat memercayaimu dan sudah membantumu sedemikian rupa, tapi justru begini caramu membantu orang luar untuk menyangkalku?"Memikirkan hal ini, Amel tidak bisa menahan perasaan sedih dan getir dalam lubuk hatinya.Amel bergumam sejenak sambil menatap jari kakinya, kemudian mulai berkata, "Dimas, aku percaya padamu, tapi aku juga ingin kamu menjelaskan semuanya padaku. Sebenarnya apa yang terjadi?"Begitu Amel selesai berbicara, Bernard yang tampak kebingungan hanya bisa menggaruk kepalanya sembari menatap Dimas dengan curiga."Aku masih ingat orang yang membeli tokoku nggak bertampang seperti ini."Dimas melirik ke arah Bernard yang sedang menatapnya dengan hati-hati, kemudian menjawab dengan tenang, "Aku sama sekali nggak kenal dengan Pak Bernard, toko ini juga bukan disewa darinya, melainkan dari temanku."Bernard merasakan hawa dingin d
Setelah berteman selama bertahun-tahun, kapan Jimmy pernah mendengar Dimas mengatakan perkataan seperti ini?Toko sekecil ini tidak ada apa-apanya bagi Dimas. Mana mungkin ini berlebihan?Tampaknya rumor bahwa Dimas sedang jatuh cinta tidaklah salah.Jimmy tertawa sambil berkata, "Anggap saja ini sebagai investasi untukmu. Kamu juga tahu kalau Keluarga Sudirwo nggak akan peduli dengan uang kecil ini. Baiklah, kalau nggak ada urusan lainnya, aku mau pergi mengurus yang lain dulu. Dimas, aku bisa menghasilkan miliaran setiap menitnya, kamu jangan menundaku menghasilkan uang."Jimmy ini sungguh hebat dalam berpura-pura menjadi keren.Dimas terkekeh sembari berkata, "Baiklah, aku akan mentraktirmu makan malam di lain hari."Setelah mengatakan ini, Dimas pun menutup telepon.Dia melirik ke arah Bernard, lalu menyodorkan ponselnya sambil bertanya, "Kamu Pak Bernard, 'kan? Apakah ini nomor orang yang membeli tokomu?"Bernard melihat nomor telepon itu dengan hati-hati, lalu segera mengangguk,
"Kalau Bibi Mirna nggak memercayainya, kamu bisa pergi ke kampusku untuk memeriksanya. Tapi menurutku, ayah mertuaku seharusnya mengetahui hal ini lebih baik daripadamu."Dimas menjawab dengan tenang. Dia tidak seperti orang yang sedang melakukan penipuan sama sekali. Mirna tidak bisa menemukan celah bagaimanapun caranya. Hal ini membuatnya merasa sedikit frustrasi.Bocah menyebalkan ini sungguh sulit diatasi!"Tapi ...."Tepat ketika Mirna ingin membuat masalah lagi, Amel akhirnya angkat bicara.Amel berkata dengan tersipu, "Bibi Mirna, apa pun yang terjadi, aku yakin Dimas melakukannya demi kebaikanku sendiri. Sekarang, kamu sudah menanyakan semua pertanyaan yang ingin kamu tanyakan. Kamu juga sudah mendapat jawabannya. Bisakah kamu berhenti bertanya?"Maksud Amel sangat jelas. Lakukan saja apa yang kamu mau, tapi jangan ganggu aku.Mirna tiba-tiba merasa kesal. Matanya hampir keluar dari rongganya karena marah. Dia berkata, "Kalau bukan karena ibumu, aku nggak akan peduli padamu! Ja
"Kompensasi apa?" Amel menatap Dimas dengan kesungguhan di matanya.Amel juga ingin melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya, tapi dia tidak tahu apa yang diinginkan Dimas.Dimas menatap bibir Amel dengan lembut. Kemudian, dia menunjuk ke pipinya sendiri sambil berkata dengan suara rendah yang menggoda, "Ayo cium aku."Amel tertegun, lalu langsung tersipu. Dia membeku di tempat dan menatap jari kakinya sembari berjuang untuk memikirkan apa yang harus dia lakukan.Meski Dimas sudah memperkirakan hasil ini, dia masih merasa sedikit kecewa. Bagaimanapun juga, dia sudah melakukan semua yang dia bisa, tapi Amel sepertinya selalu memiliki simpul di hatinya yang tidak bisa Dimas buka."Lupakan saja. Aku hanya bercanda," kata Dimas sambil menyentuh kepala kecil Amel. Dia melanjutkan sambil tersenyum, "Aku hanya ...."Sebelum Dimas selesai berbicara, pipinya tiba-tiba merasakan sebuah ciuman lembut.Dimas pun terpaku, jantungnya juga seakan berhenti sejenak.Apakah wanita itu baru saja menc