"Hei kalian berdua, bisakah melihatku juga? Kalian menganggapku udara, ya?" cerca Lidya seraya menatap dengan geram pada kedua orang yang ada di seberang panggilan video, yang tampak penuh cinta dan benar-benar membuat Lidya merasa iri.Kenapa sahabatnya yang begitu baik itu, membiarkan pria buruk seperti Dimas untuk menghancurkannya?Meskipun Dimas terlihat cukup baik, sejak pria itu menghubungi Andi, Lidya selalu merasa bahwa Dimas adalah orang yang suka melakukan hal buruk secara diam-diam.Bagaimanapun, Dimas itu licik!Benar, Andi yang menyebalkan itu pasti sudah belajar dari kakak iparnya. Melihat penampilan Dimas saat makan siang, pria itu jelas tampak seperti pria yang licik.Memikirkan hal ini, Lidya memandang Dimas dengan tatapan yang semakin tidak menyenangkan.Amel tersipu mendengar kata-kata sahabatnya, dia pun tidak tahan untuk membantah dengan gugup, "Bukan begitu, tadi aku hampir saja menjatuhkan pancinya. Bukankah kamu juga sudah melihat semuanya?"Lidya cemberut, kemu
Dari Dimas, Amel benar-benar bisa merasakan rasa hormat Dimas terhadap dirinya dan wanita lain.Amel tersenyum lembut, kemudian menyahut, "Benar, Lidya dan aku tumbuh besar bersama. Karena hubungan Paman Kelvin dan Bibi Mirna nggak terlalu baik, jadi Bibi Mirna mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayangnya kepada Lidya. Lidya terkadang merasa keberatan karena sering diatur. Lidya sering bilang padaku kalau dia iri dengan keharmonisan di keluargaku. Aku juga bilang kalau aku iri dengan kekayaan keluarganya, tapi anehnya kita berdua nggak pernah terpikirkan untuk bertukar kehidupan."Dimas mengangguk, kemudian menjawab, "Nggak ada yang bisa menukar kehidupan, tapi akan selalu ada orang yang bisa mengerti."Apa yang dikatakan oleh Dimas sangat bagus, Amel bahkan tidak bisa menahan sorot matanya yang sontak berbinar.Amel hanya bisa menghela napas sambil menyahut, "Dimas, terkadang kamu terlihat sangat transparan. Sepertinya aku selalu bisa belajar sesuatu darimu.""Ini bukan belajar,
"Kalau begitu, aku nggak keberatan," ucap Dimas sembari mengambil kentang parut tumis itu dan merasa sedikit cemburu.Untuk sesaat, Dimas tidak tahu apakah rasa cemburu itu disebabkan oleh kepercayaan yang tidak terucapkan di antara hubungan persahabatan Amel dan Lidya atau karena terlalu banyak cuka dalam hidangan ini.Singkatnya, tugas Dimas masih panjang. Dia masih sulit untuk mendapatkan kepercayaan 100% dan pemahaman dari Amel terhadap dirinya sendiri.Keduanya berbicara tentang beberapa detail mengenai pembukaan toko, distribusi keuntungan dari investasi Lidya, perekrutan pegawai dan lain-lainnya.Amel tahu bahwa Dimas selalu sangat mementingkannya, tetapi dia tidak menyangka bahwa Dimas akan mempertimbangkan kepemilikan toko makanan penutup beserta pegawainya di masa depan dengan sangat detail.Bagaimana Dimas bisa punya waktu untuk merencanakan hal ini untuknya, padahal Dimas saja sibuk bekerja setiap hari?Amel menyantap makanannya dalam diam, hatinya meluruh.Setelah makan ma
Dimas menatap kotak paket lainnya yang masih belum dibuka dan berkata dengan agak gugup, "Hmm, mungkin itu beberapa produk perawatan kulit yang biasa Yunita pakai. Seharusnya nggak masalah. Harganya pasti sudah cukup terjangkau untuknya, jangan terlalu dipikirkan.""Aku khawatir Yunita memberikan hadiah yang terlalu mahal. Bagaimana aku bisa memakai barang sebagus itu?" ucap Amel sembari melihat rangkaian produk perawatan kulit tersebut. Amel merasa bahwa produk itu sangat mewah, sehingga dia takut untuk menyentuhnya.Dimas mengerutkan kening, tidak ingin mendengar Amel merendahkan dirinya sendiri seperti ini. Jadi, dia pun menyela dengan cepat, "Kenapa kamu nggak layak memakainya? Nggak peduli merek apa pun, kamu layak memakai semuanya. Produk perawatan kulit terbaik di dunia pun, nggak akan layak dipakai di wajahmu."Dimas benar-benar pandai sekali memuji orang lain.Amel tertawa terbahak-bahak mendengar pujian Dimas, tetapi harus dikatakan bahwa Amel merasa sangat bahagia dalam hati
Setelah mengatakan itu, Dimas mencium dahi Amel dengan lembut.Keesokan paginya, pasangan muda itu bangun pagi dan pergi mandi. Setelah sarapan, mereka keluar bersama.Dimas pergi ke lokasi konstruksi, sedangkan Amel akan pergi untuk menyimpan uang bersama Lidya dan juga mengatur dekorasi toko.Oleh karena itu, Dimas baru pergi setelah mengantar Amel ke tujuannya dan menunggu Lidya tiba.Setelah melihat mobil mewah "sewaan" Dimas yang perlahan pergi, Lidya mengerutkan bibirnya dan berkata dengan ekspresi tidak suka, "Selain wajahnya yang pantas untuk kamu rindukan, apa bagusnya dia."Amel sudah mengantisipasi bahwa temannya akan mencerca Dimas, jadi dia tidak bisa menahan tawa, lalu menjawab, "Oh, Dimas sangat baik. Padahal kalian berdua belum banyak berhubungan, tapi kenapa kamu sangat meremehkannya?"Lidya tertawa kecil sambil mengangkat tangannya dan menyahut, "Siapa yang menyuruhnya merebutmu dariku?""Kamu ini benar-benar."Amel tidak berdaya ketika mendengar ucapan Lidya. Kedua s
Amel dan Lidya pun saling memandang."Ibuku ada di sana, jadi aku nggak bisa menemanimu ke sana atau dia akan mengomeliku tanpa henti lagi," tandas Lidya seraya mengerutkan kening diiringi dengan ekspresi tidak suka saat menyebut Mirna.Amel mengetahui kesulitan Lidya, ditambah lagi Lidya baru saja mentransfer uang itu kepadanya. Begitu Lidya bertemu dengan Bibi Mirna, mungkin rasa bersalahnya akan semakin besar."Baiklah, kalau begitu apakah kamu berencana untuk kembali ke daerah utara?""Ya, di sana lebih nyaman. Kalau ibuku menyusahkanmu, telepon saja aku. Aku selalu geram padanya karena nggak punya batasan."Lidya tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar bola matanya sambil mengeluh. Ibu dan anak perempuannya itu selalu bertengkar secara diam-diam.Amel sudah lama terbiasa dengan pemandangan seperti ini."Aku tahu, kalau begitu berhati-hatilah di jalan. Aku pergi ke toko dulu. Kamu harus berada di sana saat pembukaan tokonya.""Tentu saja."Lidya mengedipkan matanya, bergumam ke
"Amel, bicaralah!" desak Mirna.Amel kembali sadar. Saat ini, dia merasa bingung, jadi dia pun berkata, "Aku ... aku juga nggak tahu. Biar aku menelepon Dimas dulu.""Tunggu."Mirna menarik Amel ke samping, menahan gadis itu untuk melakukan panggilan telepon, lalu berbisik, "Jangan bilang padanya aku ada di sini. Menurutku mungkin ada sesuatu yang mencurigakan tentang toko ini. Mungkin Dimas sebenarnya nggak menyewa toko ini, mungkin juga Dimas bekerja sama dengan orang lain untuk menipumu.""Bibi Mirna, kenapa Bibi selalu berpikiran buruk tentang Dimas ...."Amel menundukkan kepalanya, merasa sangat tidak nyaman saat mendengarkan ucapan orang yang lebih tua darinya itu.Amel tidak pernah meragukan apakah toko itu bohongan atau bukan. Lagi pula, Amel sudah mulai memasang dekorasinya. Sejauh ini, Dimas juga sama sekali tidak menipunya. Di sisi lain, memangnya apa yang Amel punya sampai harus ditipu?"Dasar anak bodoh!" seru Mirna sambil mendorong Amel dengan kesal, kemudian berkata, "Bu
Namun, ekspresi penuh perhatian yang ditunjukkan oleh Dimas ditafsirkan sebagai makna lain di mata Amel.Seolah-olah sorot mata Dimas berkata, "Aku sangat memercayaimu dan sudah membantumu sedemikian rupa, tapi justru begini caramu membantu orang luar untuk menyangkalku?"Memikirkan hal ini, Amel tidak bisa menahan perasaan sedih dan getir dalam lubuk hatinya.Amel bergumam sejenak sambil menatap jari kakinya, kemudian mulai berkata, "Dimas, aku percaya padamu, tapi aku juga ingin kamu menjelaskan semuanya padaku. Sebenarnya apa yang terjadi?"Begitu Amel selesai berbicara, Bernard yang tampak kebingungan hanya bisa menggaruk kepalanya sembari menatap Dimas dengan curiga."Aku masih ingat orang yang membeli tokoku nggak bertampang seperti ini."Dimas melirik ke arah Bernard yang sedang menatapnya dengan hati-hati, kemudian menjawab dengan tenang, "Aku sama sekali nggak kenal dengan Pak Bernard, toko ini juga bukan disewa darinya, melainkan dari temanku."Bernard merasakan hawa dingin d