Hanya saja, setelah memperkenalkan Kelvin, Amel tidak memperhatikan tatapan Dimas yang terlihat terkejut.Dia? Dia adalah ayahnya Lidya?Tidak disangka ada kebetulan seperti ini di dunia. Dimas mengernyit, hari itu mereka bertemu di klub, penerangannya sangat redup. Dimas sengaja tidak memperlihatkan wajahnya dengan jelas, mungkin wajahnya memang tidak bisa diingat, tapi suara seseorang tidak bisa diubah.Saat sedang termenung, Dimas mendengar suara Mirna yang berbicara dengan sangat tidak senang, "Akhirnya kamu pulang juga, bisa-bisanya kamu sesibuk ini saat putrimu membawa pacarnya pulang! Ayah macam apa kamu!"Bukan sekali dua kali Mirna mengomel seperti itu. Hubungan Kelvin dan Mirna biasa-biasa saja, jadi Kelvin pun mengernyit begitu mendengar omelan Mirna."Bukannya aku sudah bilang mau membicarakan sebuah proyek? Lagi pula, kalau aku nggak peduli dengan Lidya, untuk apa aku pulang? Hari ini aku sudah menolak dua proyek, kamu mau apa lagi? Kamu mau bertengkar di depan anak?""Kam
Benar-benar keras kepala!"Dimas, apa-apaan ini?" tanya Amel dengan muram dan nada menginterogasi.Dimas diam-diam menggertakkan giginya dan memancarkan tatapan tidak sabar.Kenapa si Kelvin ini banyak masalah sekali? Apakah Kelvin tidak bisa melihat calon menantunya saja? Untuk apa Kelvin menatapnya?Meskipun demikian, Dimas tetap menjelaskan dengan tenang, "Kurasa Paman Kelvin salah kenal. Meskipun margaku Cahyadi dan memang bisa dihitung sebagai anggota keluarga Grup Angkasa, tapi sekarang keluarga kami sudah terpisah. Beberapa tahun ini Keluarga Cahyadi sudah nggak banyak berhubungan dengan anggota keluarga yang mengurus Grup Angkasa. Kalau mau dibilang punya hubungan, mungkin wajahku saja yang agak mirip, karena itu Paman jadi salah mengenali orang."Dimas pun menghela napas dan berkata, "Sebenarnya agak memalukan, marga kami sama, tapi Keluarga Cahyadi sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan anggota keluarga Grup Angkasa. Kalau aku adalah orang dari Grup Angkasa, aku pasti bis
Amel melihat gerakan kecil Dimas, kemudian bertanya, "Kenapa? Kamu ada pekerjaan?"Dimas buru-buru mengambil ponselnya kembali, tersenyum seraya mengusap kepala Amel dan menjawab, "Nggak ada, ini cuma pesan WhatsApp dari teman."Benar, meskipun Dimas dan Andi masih belum menjadi teman, cepat atau lambat mereka pasti akan berteman. Setidaknya Andi akan menghargai apa yang dia lakukan hari ini.Dimas selalu berusaha untuk memanfaatkan kesempatan. Selama dia bisa meningkatkan hubungannya dengan Amel, dia akan melakukannya, apalagi hal semacam ini sangat mudah baginya.Terlebih lagi, hari ini lelucon di Keluarga Sentana memberi Dimas banyak pengalaman buruk, jadi apa pun yang terjadi dia harus menimbulkan keributan di Keluarga Sentana.Dimas menyunggingkan senyuman mencurigakan, tapi Amel tidak tahu kenapa Dimas tersenyum. Pria itu menengok ke samping, lalu melanjutkan untuk berbicara dengan temannya.Di sisi lain, Andi yang sedang berkonsentrasi rapat bersama beberapa rekannya, tiba-tiba
Saat berbicara, Andi sudah duduk.Karena kedua keluarga mereka selalu berhubungan baik, mereka tampak seperti satu keluarga. Oleh karena itu, tindakan Andi juga tidak membuat Keluarga Sentana keberatan.Di sisi lain, Lili yang mengingat masih ada tamu lain, mau tidak mau memarahi putranya, "Apa kamu nggak bisa telepon dan bertanya dulu? Hari ini Lidya mengenalkan pacarnya ke rumah, tolong jaga sikapmu."Setelah mengatakan itu, Lili tersenyum dan meminta maaf pada James, "James, jangan terlalu dipikirkan, mereka memang tumbuh bersama sejak kecil sampai dewasa, jadi mereka terlalu akrab."James menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum sopan seraya menjawab, "Nggak kok, Bibi."Andi bersikeras untuk duduk di sebelah Lidya, lalu mengambil hidangan sambil berkata, "Ya ampun, Bu. Kita adalah keluarga, kenapa harus dipikirkan. Benar, 'kan, Kak Lidya?"Andi mengucapkan beberapa kata terakhir dengan penekanan.Lidya nyaris tidak bisa tersenyum dan sama sekali tidak menanggapi.Andi tidak berhenti
"Mana mungkin!" hibur Mirna seraya menepuk tangan Andi.Mirna juga penasaran dengan hal itu, tapi sayangnya pengetahuan Mirna terbatas dan tidak bisa menanyakan hal yang mendalam seperti itu. Andi justru yang menjadi juru bicara Mirna.Sekarang juru bicaranya itu sedang terluka, jadi Mirna harus mendukungnya.Mirna memelototi putrinya seraya berkata, "Andi benar, memangnya kenapa kalau dia bertanya? Pengalaman James juga bukan pengalaman palsu dan patut disembunyikan dari orang lain. Apa masalahnya kalau dibicarakan?"Lidya terdiam.Hari ini tampaknya Lidya sedang dipaksa untuk mati, 'kan?"Ehem ...."Dimas tiba-tiba menyela, "Aku pikir mungkin James masih belum terbiasa setelah kembali dari luar negeri, jadi hari ini dia agak gugup saat bertemu dengan orang tua Lidya untuk pertama kalinya."James mengangguk seolah dia telah melihat penyelamatnya sambil berseru, "Benar, benar!"Dimas bertanya lagi, "Aku lihat kamu selalu melihat arlojimu saat makan tadi. Apa kamu masih ada keperluan la
Andi masih tidak bisa menahan senyumnya, kemudian membalas, "Ck, ck, ck, itu bukan urusanku. Aku cuma takut Bibi Mirna akan sedih. Tentu saja, kalau Kak Lidya bersedia menyuapku, aku akan merahasiakannya untukmu demi kesehatan fisik dan mental Bibi Mirna.""Dasar menyebalkan."Lidya melirik Andi sekilas, kemudian menyuruh James untuk segera pergi.Setelah James pergi, Lidya menghampiri kedua pria itu seraya memberi peringatan, "Sebaiknya kalian merahasiakannya dengan baik, kalau nggak ...."Andi menyela sambil mengangkat alisnya, "Kalau nggak, memang kenapa?"Kalau tidak, Lidya juga benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.Wajah Lidya berkerut, kelopak matanya terkulai, mulutnya melengkung seolah-olah langit telah runtuh. Lidya merasa sangat sedih hingga dia bisa menangis kapan saja.Dimas mengerutkan kening seraya membatin, 'Anak ini bicaranya begitu menyebalkan, masih mau punya pacar?'"Ehm, aku naik dulu. Kalian bisa ngobrol sendiri."Setelah itu, Dimas berbalik dan berjalan menuju
Amel tertegun sejenak, lalu mengangguk sambil berkata, "Ehm, kami masih memilih tempatnya."Meskipun hampir sudah ditentukan, masih ada beberapa hal spesifik yang belum diselesaikan. Selain itu, kontraknya masih belum ditandatangani, jadi Amel pikir dia menyampaikan kabar ini lain kali saja.Ketika mendengar hal ini, Mirna segera duduk tegak dan berkata dengan nada mengajar, "Amel, bukan aku yang cerewet, kamu juga sudah lama mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Bagus kalau kamu mau membuka toko atau melakukan hal yang lain, tapi setidaknya kamu harus punya rencanamu sendiri.""Ya ... yang Bibi Mirna katakan itu benar.""Hmm, karena kamu belum memilih tempat yang cocok, jadi begini ... ada beberapa teman Bibi yang punya tempat bagus. Bagaimana kalau aku membantumu menghubungi mereka?"Mendengar hal ini, Lili mau tidak mau membujuk putrinya, "Benar, Bibi Mirna dan Paman Kelvin itu punya relasi yang luas. Kalau kamu mengalami kesulitan, bicaralah dengan Bibi Mirna. Selama Bibi Mirna dapat
Namun, sangat sulit bagi Amel untuk membahas toko tersebut.Melihat hal ini, Lili dan Gibran juga turut menasihati putri mereka, "Bagaimanapun, bagus juga kalau ada perbandingan. Walaupun Dimas membantumu untuk mencari toko, nggak ada ruginya kalau kamu pergi memeriksa tempat yang dibantu cari oleh Bibi Mirna."Bagaimana mungkin? Masalahnya toko ini tinggal menandatangani kontrak saja. Jika sekarang Amel membatalkannya, bukankah dia akan dinilai buruk oleh orang lain? Selain itu, Dimas juga akan dianggap tidak bisa dipercaya oleh temannya.Amel menggelengkan kepalanya, menghela napas panjang, kemudian pada akhirnya mau tidak mau mengatakan yang sebenarnya, "Kami tinggal menandatangani kontrak saja. Lokasinya di Jalan Canggar. Arus pelanggan, konsumsi ekonomi dan yang lainnya semuanya sangat bagus.""Apa katamu?"Lili dan Gibran tidak terlalu suka berbelanja, tentu saja mereka tidak memahami nilai dari Jalan Canggar tersebut.Namun, Mirna dan Kelvin mengetahui bahwa tingkat konsumsi eko