“Kamu masih ingat ini, kan, Nes?”Aneska menatap lekat benda yang ada di tangan Elvano sebelum membuang pandangan. Ingatannya dipaksa kembali ke masa saat menikah dengan Elvano. Ya, cincin yang pernah dipakaikan dengan kasar itu kembali tampak di depan mata. Dia menggeleng lemah dan bangkit dari bangku. Namun, saat hendak berlalu, Elvano mencekal pergelangan tangannya.“Kembalilah padaku, Nes. Aku mau kita mulai lagi dari awal. Hanya ada kamu dan aku.”Aneska menatap lekat wajah Elvano sebelum beralih kepada cincin yang dibawanya. Hatinya meragu, antara menerima atau menolak tawaran pria itu.“Maaf, saya perlu waktu lagi untuk memikirkan semuanya, Pak. Saya tidak mau kembali terluka karena berjuang sendirian.”Elvano menghela napas panjang sebelum mengendurkan cekalannya. Dia menunduk karena merasa kecewa dengan penolakan Aneska. Semua yang dikatakan wanita itu memang benar adanya. Semua ini adalah salahnya, maka butuh perjuangan ekstra untuk meyakinkan Aneska kembali.“Sebegitu
Elvano menggigit roti di tangannya dengan hati bahagia. Dia mengulas senyum sambil mengunyah makanan itu sebelum melirik Aneska yang lebih memilih membuang pandangan keluar jendela.“Ayah juga suka sarapan roti, ya? Shanka juga. Apa lagi roti dengan selai nanas atau cokelat.”Elvano menoleh ke belakang setelah berhasil menghabiskan rotinya. “Oh, ya? Ayah juga suka sarapan roti. Kalau Bunda pasti lebih suka sarapan nasi, kan?”“Kok, Ayah tahu? Bunda memang suka sarapan nasi. Katanya enggak makan kalau enggak makan nasi.”Elvano terkekeh sebelum mengambil botol mineral yang selalu dibawanya di mobil. Lalu, menenggak minuman itu hingga tandas.“Siap berangkat sekarang, Jagoan?”Shanka mengacungkan jempol dan kembali duduk dengan tenang saat mobil berjalan perlahan menyusuri jalanan. Sepanjang perjalanan, hanya celoteh dari mulut Shanka yang terdengar karena baik Aneska dan Elvano sama-sama memilih bungkam. Mereka berdua hanya menanggapi celotehan Shanka sebelum kembali bungkam.Se
Elvano bergegas menyambar kunci mobil dan berlari keluar kamar menuju mobilnya. Lalu, melajukan kendaraan roda empat itu dengan sedikit tergesa menuju mini market dan bergegas menuju rak di mana terdapat bermacam-macam merek pembalut. Pria itu menggaruk kepala dan bergeming beberapa jenak sampai mengambil semua merek dan segera membawanya ke meja kasir.“Ini saja, Pak?” tanya sang penjaga kasir.Elvano mengerutkan dahi sambil mengusap dagu, tampak sedang berpikir keras. Lalu, menoleh ke kiri dan kanan sebelum mencondongkan tubuh ke arah penjaga kasir.“Ada obat pengurang sakit karena nyeri datang bulan?” tanya Elvano dengan nada lirih.“Mau berapa, Pak?” tanya penjaga kasir itu lagi.“Semuanya saya beli. Istri saya sedang kesakitan soalnya. Yang cepat, ya, Mbak?”Sang penjaga kasir terkikik sebelum mengangguk dan menuju rak di mana sebuah minuman jamu tradisional yang dikemas modern terpajang. Dia mengambil yang ada di sana dan membawanya ke meja kasir untuk dihitung.Usai memb
Aneska seger mendorong dada Elvano agar menjauh, kemudian menyibakkan rambut ke belakang telinga untuk membunuh gugup. Debaran jantungnya menjadi dua kali lipat lebih kencang dari tadi saat Elvano hampir saja menciumnya. “Ayah sama Bunda mau ngapain tadi?” tanya ulang Shanka sambil berkacak pinggang dan menatap kedua orang di depannya secara bergantian. “Bunda masuk dulu, ya? Mendadak sakit perutnya kumat lagi.” Aneska berjalan ke dalam sambil meremas perutnya, sedangkan Elvano menggaruk kepala sebelum tersenyum canggung karena melihat tatapan tajam anaknya. “Ehm, Ayah tadi mau bantuin Bunda ngilangin debu di matanya. Eh, Shanka keburu datang.” Shanka mencebik sebelum berbalik meninggalkan Elvano yang menghela napas panjang penuh kelegaan. Pria itu kembali menumpukan tangan ke balkon dan tertawa mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. “Bodoh! Kenapa bisa sampai lupa tempat?” Elvano menepuk dahi sebelum berbalik dan melangkah mendekati Shanka. Dia duduk di samping bocah itu d
“Kamu lihat apa, Shanka?” tanya Elvano setelah melihat Shanka terkejut sambil menatap pigura di tangannya. “Ayah, bukannya ini Ayah sama Bunda? Kok, pakai baju pengantin? Apa Ayah itu adalah ....” Elvano mengangguk sambil duduk di tepi ranjang. Lalu, merengkuh tubuh sang anak dalam dekapan sebelum menaruhnya di pangkuan. Dia menatap lekat foto pernikahannya dengan Aneska sebelum mencium pipi kanan sang anak. “Iya, ini adalah Ayah, Shanka. Karena dulu Ayah berbuat kesalahan besar dan menyakiti Bunda, makanya Bunda pergi ke sini sambil membawa kamu. Ayah sudah mencoba mencari sampai akhirnya baru ketemu sekarang."Kedua mata dengan iris berwarna biru itu memerah karena menahan tangis. Elvano mendongak sambil menghela napas panjang untuk menahan bulir bening yang hampir saja tertumpah. Perih, jika membayangkan kembali perlakuannya kepada Aneska. Dia merasa menjadi manusia paling bejat di dunia setelah memperlakukan sang istri dengan begitu kejam. Namun, dia terkejut saat mendengar isak
Rona kebahagiaan terpancar dari wajah Elvano saat mendengar pengakuan Viona keesokan harinya. Dia bahkan sampai bertanya berkali-kali kepada Aneska hanya untuk memastikan apa yang didengarnya adalah nyata. Saat melihat kejujuran yang tampak di manik mata sebening madu itu, Elvano langsung merengkuhnya dalam dekapan.“Makasih, Nes. Makasih banyak kamu sudah memberiku satu kesempatan lagi untuk memperbaiki diri. Aku janji akan ....”Ucapan Elvano tertahan karena Aneska meletakkan telunjuk ke bibirnya. “Jangan pernah berjanji, Mas. Aku butuh bukti bukan janji.”“Hore, Ayah sama Bunda mau balikan lagi. Ayah sama Bunda mau tinggal sama-sama lagi.” Shanka bertepuk tangan sambil tertawa lebar melihat orang tuanya saling berpelukan.Hal yang sama juga dirasakan Viona dan Gavin melihat kedua pasangan itu akhirnya akan kembali bersatu.“Jadi kapan kalian akan kembali ke rumah?” tanya Viona akhirnya memecah kebahagiaan yang tersaji. “Biar Oma suruh orang buat beresin rumah kamu dulu sebelum
Aneska turun dari mobil dan segera menghampiri Mala yang berdiri di samping Viona. Dia menghambur untuk memeluk sang sahabat yang sudah lama tidak ditemuinya karena sibuk melanjutkan kuliah di negeri orang.“Apa kabar, La? Aku kangen banget sama kamu.” Aneska melerai pelukan dan menelisik penampilan Mala dari atas hingga bawah sebelum tersenyum dan mengajaknya masuk ke dalam.“Selalu baik, kamu sendiri bagaimana, Nes? Maaf baru bisa ketemu sekarang.”“Enggak apa-apa, La. Aku paham, kok, bagaimana sibuknya kamu.” Aneska mengajak Mala untuk duduk di sofa.Tatapan Mala beralih dari Aneska kepada Shanka dan Elvano yang menyusul duduk di depannya. Setelahnya, wanita itu kembali menelisik Aneska.“Kalian jadi balikan?”“Menurutmu, La? Aku hanya mengikuti takdir yang sudah digariskan oleh Tuhan. Aku juga mau jadi manusia yang lebih baik lagi dengan selalu memberi maaf."Mala memeluk erat Aneska dan membisikkan kata. “Aku berharap kamu bahagia selamanya sama pilihanmu, Nes. Hanya doa y
Aneska mengulas senyum dan membiarkan tubuhnya dipeluk erat oleh suaminya. Kehangatan dan kenyamanan yang dulu tak pernah didapatkannya itu sekarang bisa dirasakannya. Semua orang yang hadir ikut merasakan kebahagiaan yang dipancarkan kedua pasangan itu. Setelahnya, mereka membaur dengan para tamu dan ikut menyantap makanan yang tersedia.Elvano tengah duduk dengan Abraham dan Gavin sambil memangku Shanka. Abraham antusias bertanya kepada Shanka, sesekali tawa lebarnya tersumir di bibir. Binar bahagia itu tampak jelas di wajahnya.Sementara itu, Aneska duduk bersama Mala, Viona dan Kasih. Aneska lebih banyak berbincang dengan Mala, sedangkan Viona sesekali menimpali. Namun, berbeda halnya dengan Kasih yang lebih banyak diam sambil menatap Aneska. Sejak dulu, mertua perempuan Aneska itu bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Sikapnya tidak pro atau kontra terhadap Aneska. Setelah acara sederhana itu, keluarga besar Elvano satu per satu meninggalkan tempat, termasuk Mala.“Nes, aku