Aneska mengulas senyum dan membiarkan tubuhnya dipeluk erat oleh suaminya. Kehangatan dan kenyamanan yang dulu tak pernah didapatkannya itu sekarang bisa dirasakannya. Semua orang yang hadir ikut merasakan kebahagiaan yang dipancarkan kedua pasangan itu. Setelahnya, mereka membaur dengan para tamu dan ikut menyantap makanan yang tersedia.Elvano tengah duduk dengan Abraham dan Gavin sambil memangku Shanka. Abraham antusias bertanya kepada Shanka, sesekali tawa lebarnya tersumir di bibir. Binar bahagia itu tampak jelas di wajahnya.Sementara itu, Aneska duduk bersama Mala, Viona dan Kasih. Aneska lebih banyak berbincang dengan Mala, sedangkan Viona sesekali menimpali. Namun, berbeda halnya dengan Kasih yang lebih banyak diam sambil menatap Aneska. Sejak dulu, mertua perempuan Aneska itu bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Sikapnya tidak pro atau kontra terhadap Aneska. Setelah acara sederhana itu, keluarga besar Elvano satu per satu meninggalkan tempat, termasuk Mala.“Nes, aku
Aneska bergeming saat kalimat yang diutarakan sang penelepon tadi siang lewat ponsel Elvano mau tidak mau mengganggu pikirannya. Dia mencoba menggali ingatan siapa teman suami yang mengenalnya, tetapi nihil. Semua ingatannya tak menemukan jawaban. Dia menggeleng lemah sebelum melirik Elvano yang sedang menyuapi Shanka. Merasa diperhatikan, Elvano menoleh dan mengusap lembut punggung tangan Aneska yang ada di meja. Wanita itu terkesiap dan langsung mengulas senyum begitu tahu sang suami sedang memerhatikannya.“Iya, Mas. Ada apa?”“Harusnya aku yang bertanya ada apa padamu, Sayang? Sejak tadi aku lihat kamu melamun saja. Adakah yang sedang kamu pikirkan?”Aneska bimbang antara berterus terang mengatakan perihal sang penelepon misterius atau tidak kepada Elvano. Akhirnya, dia memilih untuk menggeleng lemah sambil mengulas senyum.“Aku enggak apa-apa, Mas. Aku cuma terharu saja akhirnya bisa kembali ke rumah ini lagi bersama Shanka.”Elvano tersenyum sambil mengusap kembali punggu
Aneska terjaga kala suara alarmnya berbunyi. Dia perlahan menyingkirkan tangan kekar Elvano yang masih setia melingkar di perutnya sejak pergumulan panas mereka terakhir kali. Lalu, beringsut duduk dan mematikan alarm sebelum menatap pria yang masih setia bergelung di balik selimut. Tangannya terulur untuk mengusap lembut pipi sang suami sebelum turun dari ranjang.Aneska mendesis lirih saat nyeri membebat tubuh bagian bawahnya. Meskipun sudah lama berlalu sejak peristwa terenggut mahkotanya dengan paksa, rasa sakitnya masih sama seperti saat pertama kali melakukan.Aneska berpegangan pada kepala ranjang sebelum bangkit dari ranjang dan berjalan tertatih menuju kamar mandi. Namun, saat hendak menutup pintu, gerakannya tertahan.“Mas, kok sudah bangun?” tanya Aneska begitu melihat Elvano berdiri di belakang dengan tubuh polosnya.“Aku juga ingin merasakan mandi bersamamu, Sayang.” Elvano langsung mendekap erat tubuh Aneska dari belakang dan mengecup bahunya yang terbuka. Sesaat, wa
Mobil yang dikendarai oleh Elvano sampai di basement khusus tempat parkir. Usai memarkir mobil, pria itu melepas jas dan dasi sebelum menggandeng Shanka dan Aneska pada kedua tangan sambil berjalan terus menuju arena bermain. Shanka tampak kegirangan dan mencoba semua permainan bersama sang ayah. Sementara, Aneska memilih menunggu dengan duduk pada salah satu bangku sambil memerhatikan kedua prianya. Senyum tak pernah lepas dari bibir wanita itu.Setelah puas bermain, Elvano mengajak istri dan anaknya makan di salah satu kedai makan yang terletak di samping arena bermain itu. Elvano memesan tiga porsi steak daging dengan jus alpukat sebagai menu makan siang yang terlambat. Mereka menikmati makanan sambil bersenda gurau.Menjelang senja, Elvano mengajak Shanka dan Aneska kembali ke mobil sebelum melajukannya menuju kediaman Abraham. Jalanan yang padat membuat mobil itu tersendat di antara banyaknya kendaraan yang ada. Sesekali pria dengan manik mata biru itu menoleh ke belakang dan t
Elvano mendengarkan sang penelepon berbicara dengan dahi berkerut seperti sedang berpikir keras. Pria itu mengangguk sekali sebelum akhirnya mengakhiri panggilan dan menyimpan ponsel ke saku celananya. Lalu, menarik Aneska agar mendekat sebelum memeluknya erat.“Kamu wangi sekali malam ini, Sayang. Aku rasanya ingin segera melahapmu. Bersamamu aku merasa kembali muda.”Aneska tersenyum sambil mendengar detak jantung suaminya. Tangannya mengusap lembut dada bidang pria itu dan menyematkan kecupan di sana.“Mas bisa saja.” Aneska memejamkan mata sambil menghidu aroma mint yang menguar dari tubuh suaminya. Dia masih menikmati momen itu sampai Elvano mendadak mengangkat tubuh dan membopongnya. “Mas!”“Ssst ... jangan sampai Shanka bangun dan mendapati kita seperti ini, Sayang. Aku mau kita menghabiskan malam ini seperti malam sebelumnya.”Aneska menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya sambil terus digendong Elvano menuju kamar. Semenjak kejadian semalam, wanita itu tak mampu me
Aneska membekap mulut saking terkejutnya setelah mendapat kiriman misterius dari orang tak dikenal. Tubuhnya bergetar pelan sambil mengatur napas yang memburu setelah terkejut. Usai menguasai diri, wanita itu kembali mengambil kotak dan isinya yag sempat dilempar ke sembarang arah.Dengan tangan bergetar, Aneska mengamati foto-foto Shanka yang sedang berada di sekolah barunya. Matanya mengembun karena membayangkan sesuatu yang buruk akan menimpa anaknya. Buru-buru wanita itu masuk untuk mengambil tas dan kembali keluar. Lalu, meminta sopir yang disediakan Elvano untuk mengantarnya ke mana pun membawanya ke sekolahan Shanka. Setibanya di sana, Aneska turun dan termangu di samping mobil sambil memerhatikan sang anak yang sedang bermain dengan beberapa temannya.Untuk sesaat, wanita itu bernapas lega karena apa yang ditakutkannya tidak sampai terjadi. Namun, hatinya belum tenang hingga memilih untuk menunggu di dalam mobil sampai jam pulang sekolah Shanka berakhir.“Bunda nungguin Sha
Wajah pucat Elvano langsung membuat Aneska paham ada sesuatu hal buruk yang terjadi. Dengan ragu, dia mendekati sang suami yang meraup wajah sampai ke kepalanya karena frustasi.“Ada apa, Mas? Apa ada sesuatu yang menimpa Shanka?”Aneska bisa menebak ada sesuatu yang sedang terjadi kepada Shanka. Insting seorang ibu memanglah tak pernah salah. Sembilan bulan ada dalam kandungan, selama lima tahun dirawat dengan tulus. Tentu saja perasaan wanita itu sangatlah sensitif jika berhubungan dengan sang anak.Karena tak mendapatkan respons dari sang suami, Aneska mengguncang pelan lengannya. Kedua matanya mulai mengembun karena perasaannya makin tidak karuan.“Shanka kenapa, Mas? Apa yang terjadi sama dia? Bilang, Mas! jangan diam saja!”Aneska tak mampu lagi membendung lelehan air mata yang membasahi pipinya. Dia berhenti mengguncang lengan sang suami sebelum menunduk dengan bahu bergetar hebat. Melihat sang istri begitu terpukul, Elvano langsung merengkuhnya dalam dekapan.“Tenang, Sa
Arman hendak mengayunkan kembali tongkat baseball di tangannya ke tubuh Elvano, tetapi langsung ditahan oleh Gavin yang datang mendadak. Arman terkejut, tetapi belum sempat bereaksi, Gavin sudah mendaratkan tinju ke wajahnya. Melihat Arman tersungkur, dokter pria itu langsung melayangkan tinju berulang kali sambil menindihnya. Banyaknya pukulan yang mengenai wajah Arman, membuatnya tak sadarkan diri. Melihat itu, Gavin mengedarkan pandangan untuk mencari tali sebelum mengikat tubuh pria itu. Lalu, mendekati Elvano yang tergeletak tak sadarkan diri.“Bangun, Mas. Kamu harus bertahan."Gavin berusaha membangunkan Elvano yang masih bergeming tak sadarkan diri, sehingga tak menyadari Mazaya mendekat sambil membawa balok kayu dan mengendap-endap di belakangnya. Wanita itu sudah mengayunkan balok kayu ke kepala Gavin, tepat saat itulah, suara derap langkah terdengar mendekat sambil berteriak.“Jangan bergerak! Anda sudah kami kepung!”Gavin menoleh dan terkejut melihat Mazaya menjatuh