Mobil yang dikendarai oleh Elvano sampai di basement khusus tempat parkir. Usai memarkir mobil, pria itu melepas jas dan dasi sebelum menggandeng Shanka dan Aneska pada kedua tangan sambil berjalan terus menuju arena bermain. Shanka tampak kegirangan dan mencoba semua permainan bersama sang ayah. Sementara, Aneska memilih menunggu dengan duduk pada salah satu bangku sambil memerhatikan kedua prianya. Senyum tak pernah lepas dari bibir wanita itu.Setelah puas bermain, Elvano mengajak istri dan anaknya makan di salah satu kedai makan yang terletak di samping arena bermain itu. Elvano memesan tiga porsi steak daging dengan jus alpukat sebagai menu makan siang yang terlambat. Mereka menikmati makanan sambil bersenda gurau.Menjelang senja, Elvano mengajak Shanka dan Aneska kembali ke mobil sebelum melajukannya menuju kediaman Abraham. Jalanan yang padat membuat mobil itu tersendat di antara banyaknya kendaraan yang ada. Sesekali pria dengan manik mata biru itu menoleh ke belakang dan t
Elvano mendengarkan sang penelepon berbicara dengan dahi berkerut seperti sedang berpikir keras. Pria itu mengangguk sekali sebelum akhirnya mengakhiri panggilan dan menyimpan ponsel ke saku celananya. Lalu, menarik Aneska agar mendekat sebelum memeluknya erat.“Kamu wangi sekali malam ini, Sayang. Aku rasanya ingin segera melahapmu. Bersamamu aku merasa kembali muda.”Aneska tersenyum sambil mendengar detak jantung suaminya. Tangannya mengusap lembut dada bidang pria itu dan menyematkan kecupan di sana.“Mas bisa saja.” Aneska memejamkan mata sambil menghidu aroma mint yang menguar dari tubuh suaminya. Dia masih menikmati momen itu sampai Elvano mendadak mengangkat tubuh dan membopongnya. “Mas!”“Ssst ... jangan sampai Shanka bangun dan mendapati kita seperti ini, Sayang. Aku mau kita menghabiskan malam ini seperti malam sebelumnya.”Aneska menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya sambil terus digendong Elvano menuju kamar. Semenjak kejadian semalam, wanita itu tak mampu me
Aneska membekap mulut saking terkejutnya setelah mendapat kiriman misterius dari orang tak dikenal. Tubuhnya bergetar pelan sambil mengatur napas yang memburu setelah terkejut. Usai menguasai diri, wanita itu kembali mengambil kotak dan isinya yag sempat dilempar ke sembarang arah.Dengan tangan bergetar, Aneska mengamati foto-foto Shanka yang sedang berada di sekolah barunya. Matanya mengembun karena membayangkan sesuatu yang buruk akan menimpa anaknya. Buru-buru wanita itu masuk untuk mengambil tas dan kembali keluar. Lalu, meminta sopir yang disediakan Elvano untuk mengantarnya ke mana pun membawanya ke sekolahan Shanka. Setibanya di sana, Aneska turun dan termangu di samping mobil sambil memerhatikan sang anak yang sedang bermain dengan beberapa temannya.Untuk sesaat, wanita itu bernapas lega karena apa yang ditakutkannya tidak sampai terjadi. Namun, hatinya belum tenang hingga memilih untuk menunggu di dalam mobil sampai jam pulang sekolah Shanka berakhir.“Bunda nungguin Sha
Wajah pucat Elvano langsung membuat Aneska paham ada sesuatu hal buruk yang terjadi. Dengan ragu, dia mendekati sang suami yang meraup wajah sampai ke kepalanya karena frustasi.“Ada apa, Mas? Apa ada sesuatu yang menimpa Shanka?”Aneska bisa menebak ada sesuatu yang sedang terjadi kepada Shanka. Insting seorang ibu memanglah tak pernah salah. Sembilan bulan ada dalam kandungan, selama lima tahun dirawat dengan tulus. Tentu saja perasaan wanita itu sangatlah sensitif jika berhubungan dengan sang anak.Karena tak mendapatkan respons dari sang suami, Aneska mengguncang pelan lengannya. Kedua matanya mulai mengembun karena perasaannya makin tidak karuan.“Shanka kenapa, Mas? Apa yang terjadi sama dia? Bilang, Mas! jangan diam saja!”Aneska tak mampu lagi membendung lelehan air mata yang membasahi pipinya. Dia berhenti mengguncang lengan sang suami sebelum menunduk dengan bahu bergetar hebat. Melihat sang istri begitu terpukul, Elvano langsung merengkuhnya dalam dekapan.“Tenang, Sa
Arman hendak mengayunkan kembali tongkat baseball di tangannya ke tubuh Elvano, tetapi langsung ditahan oleh Gavin yang datang mendadak. Arman terkejut, tetapi belum sempat bereaksi, Gavin sudah mendaratkan tinju ke wajahnya. Melihat Arman tersungkur, dokter pria itu langsung melayangkan tinju berulang kali sambil menindihnya. Banyaknya pukulan yang mengenai wajah Arman, membuatnya tak sadarkan diri. Melihat itu, Gavin mengedarkan pandangan untuk mencari tali sebelum mengikat tubuh pria itu. Lalu, mendekati Elvano yang tergeletak tak sadarkan diri.“Bangun, Mas. Kamu harus bertahan."Gavin berusaha membangunkan Elvano yang masih bergeming tak sadarkan diri, sehingga tak menyadari Mazaya mendekat sambil membawa balok kayu dan mengendap-endap di belakangnya. Wanita itu sudah mengayunkan balok kayu ke kepala Gavin, tepat saat itulah, suara derap langkah terdengar mendekat sambil berteriak.“Jangan bergerak! Anda sudah kami kepung!”Gavin menoleh dan terkejut melihat Mazaya menjatuh
Aneska gelisah di tempat duduk sambil menatap lampu yang ada di atas ruang operasi. Setelah dua hari menjalani serangkaian pemeriksaan, Elvano dinyatakan harus dioperasi untuk membuang gumpalan darah di kepalanya.Wanita itu cemas membayangkan apa yang akan terjadi kepada elvano setelah operasi. Tak ingin berandai-andai, Aneska memilih untuk merapalkan doa dan menentramkan hati agar sang suami selalu diberikan keselamatan.Selang satu jam kemudian, lampu di atas ruang operasi padam. Aneska langsung bangkit dari duduk dan menatap penuh harap pintu yang masih tertutup di depannya.“Bunda, Ayah baik-baik saja, kan?” tanya Shanka sambil menggoyang tangan Aneska pelan.Wanita itu menunduk dan mengulas senyum tipis sebelum berjongkok dan menatap lekat wajah serupa Elvano di depannya.“Ayah adalah orang yang kuat, jadi pasti Ayah akan baik-baik saja. Shanka jangan lupa doain Ayah, ya?”“Pasti, Bunda.”Aneska kembali berdiri dan menatap pintu ruang operasi yang terbuka. Melihat Gavin m
Aneska membawa langkahnya menyusuri lorong gelap sebelum akhirnya sampai di sebuah ruangan yang dijaga oleh dua orang pria berseragam. Wanita itu segera mengatakan maksud tujuannya datang dan segera masuk begitu diizinkan. Dia bergeming sesaat di kaki ranjang sambil menatap seorang wanita yang tergeletak tak berdaya di ranjang. Pergelangan tangan kirinya terborgol di ranjang, sedangkan pergelangan tangan kanannya terbalut perban.Aneska menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan begitu melihat wanita di depannya menggeliat dan membuka mata.“Ada perlu apa Mbak Zaya mau ketemu aku?”Mazaya terkekeh sebelum menatap lekat wanita yang berdiri di depannya. Namun, kekehan itu berubah tangisan seketika.“Kamu wanita tak tahu diri, Anes! Kamu telah mengambil Mas Elvan dariku! Kamu wanita kampungan yanng bisanya hanya merebut milik orang lain! Aku benci kamu! Aku benci!”Gemuruh dalam dada Mazaya menggelegak setelah mengungkapkan kebenciannya. Wajahnya memerah dengan dada yang naik t
Aneska langsung mendekat dan mengguncang tubuh Gavin. Namun, pria itu bergeming sejenak sebelum menghela napas panjang dan menatap lekat wanita di depannya.“Mas Elvan masih belum sadarkan diri, Nes. Tadi, dia sempat gagal napas. Untung saja, dia masih bisa kembali.”Aneska langsung membekap mulut dan meluruh ke lantai sambil terseduh. Hatinya berdentam lara karena bayangan buruk yang sempat melintas di kepalanya. Beruntungnya Tuhan masih berbaik hati memberikan kehidupan kepada sang suami.Gavin mendekat dan langsung membantu Aneska untuk berdiri, lantas memeluknya erat. “Sudah, Nes. Aku yakin sebentar lagi Mas Elvan pasti bangun dari tidurnya. Kamu jangan putus berdoa, ya?”Gavin melerai pelukan dan menatap lekat wajah wanita di depannya. Lalu, menuntun Aneska untuk duduk di bangku dan mengusap bahunya. Dia lakukan hal itu semata-mata hanya untuk menenangkan tanpa ada maksud lainnya. Melihat wanita di sampingnya sudah lebih tenang, Gavin bangkit dari duduk.“Pulanglah, Nes. Bia