“Kamu lihat apa, Shanka?” tanya Elvano setelah melihat Shanka terkejut sambil menatap pigura di tangannya. “Ayah, bukannya ini Ayah sama Bunda? Kok, pakai baju pengantin? Apa Ayah itu adalah ....” Elvano mengangguk sambil duduk di tepi ranjang. Lalu, merengkuh tubuh sang anak dalam dekapan sebelum menaruhnya di pangkuan. Dia menatap lekat foto pernikahannya dengan Aneska sebelum mencium pipi kanan sang anak. “Iya, ini adalah Ayah, Shanka. Karena dulu Ayah berbuat kesalahan besar dan menyakiti Bunda, makanya Bunda pergi ke sini sambil membawa kamu. Ayah sudah mencoba mencari sampai akhirnya baru ketemu sekarang."Kedua mata dengan iris berwarna biru itu memerah karena menahan tangis. Elvano mendongak sambil menghela napas panjang untuk menahan bulir bening yang hampir saja tertumpah. Perih, jika membayangkan kembali perlakuannya kepada Aneska. Dia merasa menjadi manusia paling bejat di dunia setelah memperlakukan sang istri dengan begitu kejam. Namun, dia terkejut saat mendengar isak
Rona kebahagiaan terpancar dari wajah Elvano saat mendengar pengakuan Viona keesokan harinya. Dia bahkan sampai bertanya berkali-kali kepada Aneska hanya untuk memastikan apa yang didengarnya adalah nyata. Saat melihat kejujuran yang tampak di manik mata sebening madu itu, Elvano langsung merengkuhnya dalam dekapan.“Makasih, Nes. Makasih banyak kamu sudah memberiku satu kesempatan lagi untuk memperbaiki diri. Aku janji akan ....”Ucapan Elvano tertahan karena Aneska meletakkan telunjuk ke bibirnya. “Jangan pernah berjanji, Mas. Aku butuh bukti bukan janji.”“Hore, Ayah sama Bunda mau balikan lagi. Ayah sama Bunda mau tinggal sama-sama lagi.” Shanka bertepuk tangan sambil tertawa lebar melihat orang tuanya saling berpelukan.Hal yang sama juga dirasakan Viona dan Gavin melihat kedua pasangan itu akhirnya akan kembali bersatu.“Jadi kapan kalian akan kembali ke rumah?” tanya Viona akhirnya memecah kebahagiaan yang tersaji. “Biar Oma suruh orang buat beresin rumah kamu dulu sebelum
Aneska turun dari mobil dan segera menghampiri Mala yang berdiri di samping Viona. Dia menghambur untuk memeluk sang sahabat yang sudah lama tidak ditemuinya karena sibuk melanjutkan kuliah di negeri orang.“Apa kabar, La? Aku kangen banget sama kamu.” Aneska melerai pelukan dan menelisik penampilan Mala dari atas hingga bawah sebelum tersenyum dan mengajaknya masuk ke dalam.“Selalu baik, kamu sendiri bagaimana, Nes? Maaf baru bisa ketemu sekarang.”“Enggak apa-apa, La. Aku paham, kok, bagaimana sibuknya kamu.” Aneska mengajak Mala untuk duduk di sofa.Tatapan Mala beralih dari Aneska kepada Shanka dan Elvano yang menyusul duduk di depannya. Setelahnya, wanita itu kembali menelisik Aneska.“Kalian jadi balikan?”“Menurutmu, La? Aku hanya mengikuti takdir yang sudah digariskan oleh Tuhan. Aku juga mau jadi manusia yang lebih baik lagi dengan selalu memberi maaf."Mala memeluk erat Aneska dan membisikkan kata. “Aku berharap kamu bahagia selamanya sama pilihanmu, Nes. Hanya doa y
Aneska mengulas senyum dan membiarkan tubuhnya dipeluk erat oleh suaminya. Kehangatan dan kenyamanan yang dulu tak pernah didapatkannya itu sekarang bisa dirasakannya. Semua orang yang hadir ikut merasakan kebahagiaan yang dipancarkan kedua pasangan itu. Setelahnya, mereka membaur dengan para tamu dan ikut menyantap makanan yang tersedia.Elvano tengah duduk dengan Abraham dan Gavin sambil memangku Shanka. Abraham antusias bertanya kepada Shanka, sesekali tawa lebarnya tersumir di bibir. Binar bahagia itu tampak jelas di wajahnya.Sementara itu, Aneska duduk bersama Mala, Viona dan Kasih. Aneska lebih banyak berbincang dengan Mala, sedangkan Viona sesekali menimpali. Namun, berbeda halnya dengan Kasih yang lebih banyak diam sambil menatap Aneska. Sejak dulu, mertua perempuan Aneska itu bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Sikapnya tidak pro atau kontra terhadap Aneska. Setelah acara sederhana itu, keluarga besar Elvano satu per satu meninggalkan tempat, termasuk Mala.“Nes, aku
Aneska bergeming saat kalimat yang diutarakan sang penelepon tadi siang lewat ponsel Elvano mau tidak mau mengganggu pikirannya. Dia mencoba menggali ingatan siapa teman suami yang mengenalnya, tetapi nihil. Semua ingatannya tak menemukan jawaban. Dia menggeleng lemah sebelum melirik Elvano yang sedang menyuapi Shanka. Merasa diperhatikan, Elvano menoleh dan mengusap lembut punggung tangan Aneska yang ada di meja. Wanita itu terkesiap dan langsung mengulas senyum begitu tahu sang suami sedang memerhatikannya.“Iya, Mas. Ada apa?”“Harusnya aku yang bertanya ada apa padamu, Sayang? Sejak tadi aku lihat kamu melamun saja. Adakah yang sedang kamu pikirkan?”Aneska bimbang antara berterus terang mengatakan perihal sang penelepon misterius atau tidak kepada Elvano. Akhirnya, dia memilih untuk menggeleng lemah sambil mengulas senyum.“Aku enggak apa-apa, Mas. Aku cuma terharu saja akhirnya bisa kembali ke rumah ini lagi bersama Shanka.”Elvano tersenyum sambil mengusap kembali punggu
Aneska terjaga kala suara alarmnya berbunyi. Dia perlahan menyingkirkan tangan kekar Elvano yang masih setia melingkar di perutnya sejak pergumulan panas mereka terakhir kali. Lalu, beringsut duduk dan mematikan alarm sebelum menatap pria yang masih setia bergelung di balik selimut. Tangannya terulur untuk mengusap lembut pipi sang suami sebelum turun dari ranjang.Aneska mendesis lirih saat nyeri membebat tubuh bagian bawahnya. Meskipun sudah lama berlalu sejak peristwa terenggut mahkotanya dengan paksa, rasa sakitnya masih sama seperti saat pertama kali melakukan.Aneska berpegangan pada kepala ranjang sebelum bangkit dari ranjang dan berjalan tertatih menuju kamar mandi. Namun, saat hendak menutup pintu, gerakannya tertahan.“Mas, kok sudah bangun?” tanya Aneska begitu melihat Elvano berdiri di belakang dengan tubuh polosnya.“Aku juga ingin merasakan mandi bersamamu, Sayang.” Elvano langsung mendekap erat tubuh Aneska dari belakang dan mengecup bahunya yang terbuka. Sesaat, wa
Mobil yang dikendarai oleh Elvano sampai di basement khusus tempat parkir. Usai memarkir mobil, pria itu melepas jas dan dasi sebelum menggandeng Shanka dan Aneska pada kedua tangan sambil berjalan terus menuju arena bermain. Shanka tampak kegirangan dan mencoba semua permainan bersama sang ayah. Sementara, Aneska memilih menunggu dengan duduk pada salah satu bangku sambil memerhatikan kedua prianya. Senyum tak pernah lepas dari bibir wanita itu.Setelah puas bermain, Elvano mengajak istri dan anaknya makan di salah satu kedai makan yang terletak di samping arena bermain itu. Elvano memesan tiga porsi steak daging dengan jus alpukat sebagai menu makan siang yang terlambat. Mereka menikmati makanan sambil bersenda gurau.Menjelang senja, Elvano mengajak Shanka dan Aneska kembali ke mobil sebelum melajukannya menuju kediaman Abraham. Jalanan yang padat membuat mobil itu tersendat di antara banyaknya kendaraan yang ada. Sesekali pria dengan manik mata biru itu menoleh ke belakang dan t
Elvano mendengarkan sang penelepon berbicara dengan dahi berkerut seperti sedang berpikir keras. Pria itu mengangguk sekali sebelum akhirnya mengakhiri panggilan dan menyimpan ponsel ke saku celananya. Lalu, menarik Aneska agar mendekat sebelum memeluknya erat.“Kamu wangi sekali malam ini, Sayang. Aku rasanya ingin segera melahapmu. Bersamamu aku merasa kembali muda.”Aneska tersenyum sambil mendengar detak jantung suaminya. Tangannya mengusap lembut dada bidang pria itu dan menyematkan kecupan di sana.“Mas bisa saja.” Aneska memejamkan mata sambil menghidu aroma mint yang menguar dari tubuh suaminya. Dia masih menikmati momen itu sampai Elvano mendadak mengangkat tubuh dan membopongnya. “Mas!”“Ssst ... jangan sampai Shanka bangun dan mendapati kita seperti ini, Sayang. Aku mau kita menghabiskan malam ini seperti malam sebelumnya.”Aneska menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya sambil terus digendong Elvano menuju kamar. Semenjak kejadian semalam, wanita itu tak mampu me