Dini hari, Kelly terjaga. Ia memicingkan mata dan menatap tangan kokoh Brandon yang masih mendekapnya. Pasti tangan itu kebas sekarang karena semalaman berada di posisi yang sama berjam-jam.“Ini terlalu nyaman, Kelly. Kamu harus menghindar. Pernikahan ini hanya demi uang tiga triliun!” Kelly bergumam dalam hati, mengingatkan dirinya sendiri.Perlahan, Kelly memindahkan tangan berotot Brandon. Namun akhirnya ia urungkan karena Brandon terlihat bergerak. Sambil menggigit bibir bawahnya, Kelly menatap wajah lelaki di depannya.Kelly terbiasa melihat lelaki tampan. Daddy, kakak-kakak lelaki, sepupu bahkan keponakan-keponakan lelakinya memiliki wajah yang sedap dipandang. Tetapi, Brandon berbeda.Fitur wajah dan panca inderanya sempurna. Matanya yang terpejam seolah menyembunyikan rahasia. Rahangnya tegas menambah kesan kuat dan protektif.Napas Brandon yang teratur dan dalam membuat Kelly merasa tenang. Ia jadi betah berlama-lama memandang Brandon.“Sudah puas menatapku?”“Argh.” Kelly t
Hampir saja Granny Eliza terkena lemparan ponsel Kelly. Wanita yang masih elegan di usia senja itu memungut ponsel Kelly dan menatap layarnya. Ia sama terkejutnya dengan Kelly."Ya ampun, Kelly sayang." Granny meletakkan ponsel Kelly di meja dan segera memeluk Kelly.Kelly sudah dapat menguasai diri. Yang ia heran, kenapa Ria juga mengirimkan foto bangkai kucing tersebut. Bukan cuma satu, tetapi entah berapa karena Kelly tidak sempat membuka file yang lain."Siapa yang mengirim?""Ria. Dia satu-satunya temanku di RichScent. Rasanya aku tidak percaya ia juga menerorku dengan gambar-gambar itu.""Kamu takut?"Kelly menggeleng. Meski bulu kuduknya masih merinding, ia mencoba kuat."Wanita yang tegar." Granny Eliza memuji."Aku hanya sendirian di negara ini, Granny. Keluargaku sudah berpesan untuk kuat menghadapi masalah."Granny Eliza menahan napas sejenak mendengar ucapan Kelly. Lalu, tersenyum manis."Kamu punya keluarga Richmont yang akan menjagamu, terutama Granny."Kelly terdiam men
Kelly menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sambil memegangi kedua ujung wastafel. Tidak banyak yang barusan ia keluarkan. Mungkin karena seharian lambungnya hanya terisi sedikit makanan.“Pasti karena aku telat makan.” Kelly menggumam dalam hati.Ia kembali ke ruang makan setelah merasa lebih baik. Granny Eliza mengamati dengan penuh perhatian.“Kenapa lama sekali? Kamu tidak apa-apa?”“Umm ... hanya sakit perut, Granny. Mungkin karena terlambat makan.”Alis Granny Eliza terangkat sedikit. “Tadi siang kamu belum makan?”Kelly menggeleng pelan setelah itu minum air mineral. Granny Eliza mengembuskan napas panjang lalu meraih tasnya. Sebuah obat cair dalam kemasan terjulur ke depan Kelly.“Minum obat maag ini dulu, setengah jam kemudian baru lanjutkan makan.”Kepala Kelly mengangguk. Ia menurut karena merasa memang membutuhkan penenang lambungnya.“Apa ini sering terjadi?”“Tidak, Granny.”Granny Eliza mengangguk lega. Seingatnya pada pemeriksaan kesehatan Kelly, wanita di
Brandon mengeluarkan kartu dari dompet dan memberikannya pada Kelly. Kepala Kelly langsung menggeleng dan menunjuk kasir. Ada tulisan besar di sana. Cash only.“Aku tidak punya uang tunai.” Brandon mendengus pelan.Lelaki itu pergi begitu saja. Kelly mengamati Brandon yang ternyata kembali ke mobil. Ia masuk lagi ke kafe dengan membawa tas Kelly.Selesai membayar, mereka keluar kafe. Kelly terkekeh geli karena peristiwa barusan. Lelaki berstatus triyulner di sampingnya ini ternyata tidak memilliki uang cash.“Emm ... “ Lalu, Kelly berdiri di samping mobil, ragu untuk masuk. “Nggak papa aku makan di mobil?”“Jangan sampai tumpah.” Brandon mengangguk dengan peringatan.“Ya sudah, aku makan di sini saja. Itu ada kursi.” Kelly menunjuk kursi di dekat mereka.Terpaksa, Brandon mengikuti Kelly. Seumur hidup, baru kali ini, Brandon duduk di kursi di pinggir jalan. Tentu saja ia sangat canggung.Melihat Brandon yang tegang, Kelly jadi makan lebih cepat. Namun, Brandon menggeleng dan menatapny
Kelly jelas membantah. Ia tidak ingin Herlin curiga. Dengan nada yang dibuat santai, Kelly berkata itu semua karena mungkin ia adalah anak dari teman lama Granny Eliza.“Aku juga mungkin hanya sementara di sini, kok. Hanya tiga bulan.”Herlin tampak terkejut. “Oh ya? Nyonya Eliza tidak bercerita padaku.”“Yaa ... menurut Granny, itu mungkin tidak penting, bukan?”Tampaknya Herlin percaya. Kelly mengembuskan napas lega. Mereka kembali ke ruangan bersama.Kelly langsung menuju ruang kerja Granny Eliza. Brandon sedang duduk menghadap laptop dan mendongak saat Kelly masuk. Lelaki itu langsung menutup laptopnya dan membenahi tas kerja.“Ayo, pergi sekarang.”Tak sempat bertanya karena melihat Brandon terburu-buru, Kelly hanya bisa mengangguk. Ia berjalan di belakang Brandon lalu melambai pada Herlin. Wanita cantik itu mengangguk dan melirik Lelaki di depan Kelly yang berjalan dengan langkah lebarnya.Di dalam mobil, Kelly mulai merasakan lagi perutnya bergejolak. Ia mengatur napas untuk me
Tidak ingin membuat gaduh, Ian diam-diam membawa Kelly keluar. Mereka segera pergi ke rumah sakit terdekat. Kelly mengetik pesan untuk Cedric.Tak lama kemudian, Cedric balas menelepon. Kelly akhirnya memutuskan mengubah komunikasi dengan menggunakan video call karena ia kesulitan bicara.“Kell? Apa yang urgent? Kamu di mana? Kok kamu dandan cantik banget?” Cedric memberondong dengan banyak pertanyaan.Kelly hanya bisa membalas dengan bahasa isyarat. Ia memberi kode bahwa tenggorokannya sakit karena makan sesuatu dan sekarang sulit bicara.“Sakit?” Kini suara Cedric terdengar panik. “Seperti apa sakitnya?”Kembali Kelly memberi kode bahwa ia sampai sulit bernapas.“Ya Tuhan. Sekarang kamu di mana? Sama siapa?”Terpaksa, Kelly mengarahkan kamera kepada Ian yang sedang menyetir. Lalu, memberi isyarat bahwa Ian adalah teman kantor.“Ok. Gunakan loud speaker.”Kelly menurut. Kini Ian bisa mendengar suara Cedric yang bicara padanya.“Siapa namamu?”“Ian, Tuan.”“Ok. Aku Dokter Cedric. Kali
Cedric menggeleng samar. Ia tidak tau siapa lelaki yang bersama Kelly. Tetapi, dari penglihatannya, lelaki itu sangat perhatian pada Kelly.“Isshh. Kenapa tidak kamu tanya?” Sacha mendelik kesal.“Ya ampuun. Aku kan fokus pada Kelly. Apalagi saat itu, Kelly sedang kesakitan.”Sacha terdiam. Benar juga. Tapi, ia menjadi sangat penasaran sekarang.“Bagaimana rupa lelaki itu?”“Cakep. Rapi dan sepertinya kaya raya karena mobilnya mewah.”“Mana fotonya.” Sacha menengadahkan tangan ke arah sang suami. “Kamu screenshot, ‘kan?”Segera, Cedric menggeleng. “Ya ... engga lah. Mana sempat aku mikir mau screenshot Kelly dan lelaki itu.”“I – Ih, kamu tuh!” Sacha memukul lengan atas Cedric dengan gemas. “Inisiatif dong.”“Ya, sudah. Besok kalau Kelly telepon lagi, aku tanyain, ya. Sekarang tidur.” Cedric merebahkan tubuhnya.Sacha mengikuti. Ia berbaring miring menatap Cedric yang sudah memejamkan mata.“Berapa kali Kelly meneleponmu selama ia ada di luar negeri?”Dengan mata terpejam, Cedric meng
Spontan, Brandon menoleh pada Kak Dheena dengan kening berkerut dalam. “Apa maksud Kak Dheena? Kelly sebaiknya pulang ke negaranya?”“Kamu belum tau? Kelly bilang pada Granny bahwa ia ingin pulang.”Kepala Brandon menggeleng. Kata-kata Kak Dheena selanjutnya tidak ia dengar lagi. Pikirannya melayang membayangkan tidak ada Kelly dalam hidupnya.Apa ia akan baik-baik saja atau merasa kehilangan? Brandon merasa dirinya seketika meremang, entah karena apa. Ia belum pandai mengartikan sinyal dari hatinya tersebut.Sementara itu di dalam kamar perawatab, Junior membangunkan Kelly perlahan. Mereka mengobrol sejenak. Kelly akhirnya mendapat pelukan dari keluarga.“Terima kasih kamu masih sempat ke sini, Juno.” Kelly terharu sambil memeluk sepupunya.“Kak Cedric bilang kamu pasti butuh dipeluk.” Juno membalas sambil terkekeh.Kelly mengangguk dan menghela napas panjang. Mereka melepas pelukan dan duduk saling berhadapan.“Jadi, Kak Cedric yang menghubungimu?”“Iya. Dia juga penasaran dengan le
Arsen, Reno dan Mimi saat ini telah berusia tiga tahun. Orang-orang yang belum mengenal mereka selalu berpikir bahwa hanya Arsen dan Reno yang merupakan anak kembar, sementara Mimi adalah adik bungsu mereka. Perbedaan ketiganya memang semakin terlihat.“Aku mau punya anak perempuan lagi.” Kelly berkata sambil menatap Mimi yang sedang duduk di pangkuan Brandon sambil menggambar.“Aku tidak mau. Mimi saja sudah cukup.” Dengan keras kepala, Brandon menggeleng.Masalah ini belum selesai sampai bertahun-tahun. Kelly masih menginginkan memiliki anak lagi sementara Brandon yang merasa tak tega istrinya hamil dan melahirkan menolak mentah-mentah kemauan Kelly.“Aku akan bilang Mommy Florence untuk mencuri benihmu dan memasukkan ke rahimku.” Kelly berkata ketus.“Aku akan minta Mommy Keyna diam-diam memberimu suntikan KB.” Brandon menyahut tak kalah sengit.Mereka terdiam saat Mimi tiba-tiba menatap orang tuanya bergantian.“Mimi mau bilang grandpa, mommy dan daddy berantem lagi.” Mulut mungil
Kelly dan Brandon menoleh cepat. Frederix, Sacha, Louis serta pasangan mereka berkumpul tak jauh dari tempat Kelly dan Brandon berdiri.Spontan, Kelly langsung terisak. Wanita itu berlari masuk ke dalam dekapan kakak sulungnya, Frederix. Selama beberapa saat Frederix, Sacha dan Louis juga memeluk adik bungsu mereka.Brandon membuang pandangan. Keluarga Dalton selalu saja membuatnya terharu dengan kebersamaan dan kasih sayang mereka.“Maafkan aku, ya, Kak. Mommy dan Daddy jadi pergi.” Kelly sesunggukan di dada Frederix.“Hehe. Kami pernah meninggalkan daddy sendirian. Sekarang, kami jadi tau bagimana rasanya ditinggalkan.”“Tapi, kami rela. Mommy dan daddy sudah cukup menemani kami hingga memiliki anak-anak yang mulai besar.”“Sekarang, waktunya mommy dan daddy menemani keluargamu berkembang dan bertumbuh.”Mendengar pernyataan Frederix, Sacha dan Louis, Kelly menghentikan tangisnya. Meskipun Brandon bilang, keluarga Dalton dapat kapan saja berkunjung, tetap saja Kelly tau, jadwal kaka
Kelly menatap suaminya yang terdiam memandang foto tersebut. Ia jadi ikut mengamatinya. Foto kebersamaan Kelly dan Marc remaja.Di foto, Kelly terlihat kalem, sementara Marc bergaya tengil dan menggoda Kelly.“Apa kamu seperti melihat masa depan Mimi dan Reno?” tebak Kelly.Cepat, Brandon menggeleng. “Jangan! Kamu tau aku tidak suka melihatmu ribut dengan Marc.”Senyum terukir di wajah Kelly. Ia akan memastikan putra-putrinya saling menyayangi. Meski ia tau Marc juga menyayanginya dengan versi lelaki itu sendiri.Selama berada di mansion William, Kelly mengenalkan anak-anaknya dengan lingkungan sekitar. Setiap hari mereka bermain di taman, berenang atau ke aviary. Reno terlihat yang paling menikmati kegiatan outdoor.“Mimi kepanasan, Babe. Bawa masuk saja.” Brandon tak tega melihat wajah Mimi yang putih jadi kemerahan.Hingga Arsen dan Mimi masuk bersama suster mereka, Reno masih asyik bermain bubble di taman. Brandon menemani putranya sementara Kelly menyusui Arsen dan Mimi.“Sudah m
Tentu saja Kelly tidak menolak tawaran Brandon. Apalagi, ia tidak enak jika mengandalkan Mommy Florence dan Daddy Donald mengingat Kak Dheena sebentar lagi akan melahirkan.“Beneran Uncle Rich juga mau hadir di wisudaku?” Marc memandang Brandon tak percaya.“Nggak boleh?” Brandon balas bertanya.Marc mengangguk tegas. “Boleh! Boleh banget!”Universitas tempat Marc belajar akan geger jika mereka tau seorang triyulner akan hadir untuk mendukungnya. Lelaki muda itu berteriak kesenangan dan memberitahu seluruh keluarga.“Lho, apa benar yang diucapkan Marc? Kalian mau ke negara Kelly?” Mommy Florence tergopoh datang menghampiri.Kelly jadi merasa tak enak hati karena merencanakan ini secara mendadak. Ia langsung berdiri dan merangkul mommy mertuanya.“Nggak papa kan, Mom? Nanti sebelum Kak Dheena melahirkan aku pulang.” Kelly berjanji.“Waahh... kami akan sangat kangen pada Arsen, Reno dan Mimi.” Daddy Donald jadi ikut melow.“Cuma satu minggu, Mom, Dad.” Brandon menimpali. “Semoga Kak Dhe
Brandon terduduk dan merebut benda pipih itu dari tangan Kelly. Matanya menatap tanpa berkedip pada permukaan benda. Lalu, menatap sang istri yang juga sedang memandangnya.“Garis satu? Kamu tidak hamil?”“Nggak.” Kelly menggeleng.“Huuffftt.” Brandon kembali merebahkan diri ke ranjang sambil mengembuskan napas panjang penuh kelegaan.Kelly terkekeh dan memangku wajah dengan tangannya. “Seneng banget kelihatannya aku nggak hamil lagi.”Tubuh Brandon menyamping menghadap sang istri. Tangannya mengusap sayang wajah Kelly.“Bukan begitu. Aku akan senang kamu hamil lagi. Masalahnya, si kembar tiga masih bayi. Kondisi kamu pasca melahirkan juga belum stabil.”“Aku sudah baik-baik saja, kok. Cuma pura-pura nggak stabil.” Kelly tergelak.“Jahat!”“Hahahaha!” Kelly kembali tergelak dan sibuk menghindari tangan Brandon yang mengelitiki pinggangnya. “Sudah, Brad! Ampun!”Brandon memang berhenti. Ia menindih tubuh Kelly dan menatap wajah cantik di bawahnya. Tiba-tiba, dahi Brandon berkerut.“Kena
“Ini ruangan untukmu.” Kelly tersenyum pada sang suami. Tangannya menghapus cepat air mata yang jatuh ke pipi.Kelly merapatkan tubuh pada Brandon yang berdiri kaku di tengah ruangan. Sadar, suaminya masih tercengang mendapati kejutan darinya, Kelly menangkup wajah tampan Brandon.“Terima kasih untuk kesabaranmu selama ini. Aku tau kamu masih berjuang untuk berada di antara keramaian keluargaku. Di mansion ini, bahkan kamar kita bukan lagi tempat privatemu.”Setelah melahirkan dan kembali ke mansion, Kelly menyadari bahwa mansion Brandon tidak pernah sepi. Keluarganya selalu datang berbondong-bondong, bahkan menginap.“Aku tidak keberatan, Babe.” Brandon berkata pelan.“Aku tau.” Kelly menatap mata Brandon dalam-dalam. “Tapi, aku mau menjadi istri pengertian yang paham kalau sesekali, suaminya butuh kesunyian.”Brandon mengangkat kedua alisnya sedikit. Ia kembali mengamati sekitar. Berusaha mencerna bagaimana ruangan ini bisa ada.“Aku belajar dari ahlinya.” Kelly berkata seolah menja
Brandon tidak langsung menjawab. Ia tau pasti ada seseorang yang memposting keberadaannya di supermarket barusan.“Belanja.” Brandon menjawab singkat.“Kamu tau? Aku sedang sibuk memblokir berita tentang si kembar tiga. Sekarang aku harus menghapus lagi foto-fotomu di supermarket.” Ian terdengar mengeluh.“Ya sudah. Tidak perlu dihapus. Biarkan saja.”Hening sejenak. Brandon tau sahabatnya pasti sedang mengerutkan kening karena bingung dengan pernyataannya barusan.“Yakin?”“Apa ada yang aneh dengan foto-foto itu?”“Tidak juga.”“Foto-foto si kembar?”“Buram. Tapi terlihat wajah.”“Tidak perlu juga kamu take down. Minggu depan, Granny Eliza juga akan mengumumkan kelahiran kembar tiga ke media kok.”Brandon menutup komunikasi setelah Ian mengerti. Ia merasa sudah tidak penting lagi mengurusi media sosial. Sudah saatnya ia pasrah jika oang-orang penasaran pada keluarganya.“Kenapa, Brad? Kelly bertanya saat naik ke ranjang.“Ian lapor ada yang posting foto-foto kita barusan juga foto-fo
"Kenapa kamu ngadu-ngadu pada Daddy kalau aku sering kesal padamu?" Kelly memberengut pada Brandon."Aku hanya minta nasehat, Babe." Brandon menjawab lemah. Ada sedikit rasa penyesalan sekarang. "Please, jangan marah. Maafkan aku."Kelly menghela napas panjang. Kalau Brandon sampai minta nasehat pada Daddy, itu memang artinya ia cukup frustasi pada sikapnya.Kepala Kelly akhirnya mengangguk. Ia berbalik badan untuk pergi dari kamar, namun Brandon memegang lengannya."Babe." Tanpa banyak bicara, Brandon memeluk erat istrinya.Hanya sejenak, karena Kelly mendorong dada suaminya dengan kencang. "Dadaku sakit kamu peluk begitu.""Maaf." Sekali lagi, Brandon memohon."Aku mau ke ruang bayi." Kelly berucap datar."Tapi kamu baru dari sana, Babe.""Memang kenapa?""Aku... aku juga butuh kamu."Kelly mendengus pelan. "Sudah kubilang aku sedang tidak ingin ada di dekatmu."Brandon memejamkan mata sejenak lalu berkata, " Tolong katakan apa salahku.""Aku sudah bilang ini bukan salahmu. Aku hany
Demi melihat istrinya senang, Brandon mulai belajar menggendong bayi. Perawat memberi Brandon bayi Arsen yang terlihat paling tenang. Meski begitu, Brandon hanya memegangnya selama tiga detik.“Sudah, Sust. Tanganku mulai gemetaran.”Kelly yang sedang menggendong Reno menggeleng samar. Meski begitu, paling tidak, Brandon mencoba. Reno telah tidur di dekapan Kelly.“Sayang, pangku Reno sebentar.” Kelly meletakkan bantal besar di pangkuan Brandon dan membaringkan Reno di atas bantal tersebut. “Aku mau pipis dan ganti pembalut.”Dengan kaku, Brandon duduk menatap putranya. Ia sama sekali tidak berani bergerak karena takut membangunkan Reno. Tapi, jarinya perlahan mengelus pipir Reno.Brandon tersenyum merasakan betapa halus kulit bayinya. Lama-kelamaan, Brandon mengelus rambut halus Reno, jari-jari tangan dan kaki.“Hatchii!” Tiba-tiba, Brandon bersin. Detik berikutnya, Reno tersentak dan menjerit.“Babe!” teriak Brandon kalut. “Babe, Reno bangun!"“Sebentar, sayang. Aku belum selesai.”