Tok...tok"Mbak, permisi.""Iya sus, sebentar.""Maaf Mbak tapi dokternya sudah datang untuk berkunjung"Zehra lekas membuka pintu dan langsung mendapatkan tatap kaget dari seorang dokter paruh baya dengan kacamata tebalnya dan juga dua dokter jaga yang mulai ia kenal."Maaf, dok" sapa Zehra meringis karena tak pandai membuka percakapan."Adik ini, anak dari Bapak Deris, yah?""Iya, dok Saya Zehra anak kedua papah, jadi gimana dok, perkembangan papah Saya""Yah, belum ada perkembangan lebih dong dik Zehra, karena Pak Deris belum diambil tindakan dalam hal ini operasi untuk mengangkat satu ginjalnya yang sudah tidak berfungsi malah akan jadi masalah baru kalau dibiarkan lebih lama, nak"Zehra mengangguk sesekali ia melirik pada dokter wanita yang tadi memanggilnya, dr. Betharia atau biasa dipanggil dr.Ibeth."Iya, saya paham dr. Sebenarnya baru saja saya pergi ke kasir untuk menyelesaikan administrasi dan pembayarannya. Jadi apa bisa dioperasi secepatnya dr?""Kalau begitu biar kami p
"Apa yang akan gue lakukan? Entahlah Jav, gue belum punya rencana apapun bahkan gue tau kalau sekarang gue kalah cepat dari lo," Theo spontan menoleh pada Javas yang tengah memicingkan matanya, bahkan bisa dilihat tubuh Javas yang tampak siaga. “Jadi maksud lo. Lo suka sama Lyra?”“Jav,” sambar Theo yang lantas kikuk karena tak benar tahu akan bicara apa, dia hanya meringis mendapatkan dua pasang tatapan yang menunggunya bicara.“Maksud gue, buat sekarang itu bukan hal penting yang harus dibahas, Lo tahu ‘kan El nggak seserius itu. Jadi kita ganti topik nya, ok!...soal orang tua lo apa mereka tau hal ini, Jav?”“Kenapa juga harus bahas mereka sih?”Theo memajukan tubuhnya, menaruh kedua tangannya di atas lutut. “Buat gue penting, biar seandainya nanti mereka menanyakan kesibukan lo, dan lo lagi berduaan sama cewek itu, gue jadi tau apa yang harus gue jawab.”“Keluarga Sastro yang complicated sekaligus fenomenal.” gumam Elkan yang jelas terdengar oleh ketiganya.“Shut up, El!” sambar
Javas melangkah lebar-lebar lengkap dengan raut wajah tegang lalu melempar undangan asal ke arah sofa panjang yang berada di tengah ruang besar, ia menoleh mendapati Zehra yang berdiri di dapurnya bersama alat masaknya, tengah terdiam mereka berbalas tatap, Javas yang mengakhiri duluan ia berjalan menuju kamarnya miliknya untuk membersihkan diri.Zehra menghempaskan napasnya panjang, akan sikap Javas yang berubah drastis, ia kembali menuangkan telur yang sudah di kocok di atas pan yang sudah diberi margarin lalu menaruh satu lembar roti kupas dan ikan tuna kaleng yang berbentuk lembaran tepat di atas telur yang hampir matang lalu tutup lagi dengan roti kupas kemudian di balik dan sdikit di tekan agar cepat matang merata ia melakukan hal yang sama hingga mendapat tiga porsi.Zehra tersenyum bangga, setidaknya ia berhasil memasak menu makan malam yang mengandung protein dan karbo dari roti gandum kupas. Ia mengedarkan pandangan lalu menggelengkan kepalanya. Pasalnya di dapur yang sebag
*** Belum sempat Zehra memejamkan matanya, dering ponsel mengganggu Zehra yang terlelap tidur. Sekilas melihat deretan nomor di layar membuatnya otomatis menggeser ke tanda merah lalu kembali menutup mata. Ponselnya berdering lagi. Dengan enggan, Zehra menerima panggilan tersebut. "Halo! Siapa ini?" tanya Zehra ketus. "Apa kamu serius nggak kenalin suara aku? Bukannya kamu udah pernah menghubungi aku di nomor yang sama?" tanya orang di seberang sana dengan nada tersinggung. "Nggak! Aku nggak tahu dan aku nggak menyimpan nomor orang nggak penting," jawab Zehra kesal. Tuttt... tuttt... tuttt. Zehra dongkol mendengar nada panggilan terputus di screen ponselnya. "Ya ampun, siapa sih, orang yang iseng nelpon jam segini? Aku butuh tidur lagi sebelum kerja rodi nanti malam!" gerutu Zehra lalu merebahkan diri kembali di atas tempat tidur. Jelang beberapa menit, tone sebuah pesan masuk membuat Zehra kembali menengok ponselnya. Temui aku di apartmenku jam delapan malam! Aku berubah pikir
Zehra membuang wajahnya kesal, merasa bodoh sudah begitu percaya diri. Lain kali ia harus pastikan Javas menyetujuinya.Javas hanya tertawa kecil, "Sebaiknya kamu menurutiku agar semuanya lebih mudah jika nggak mau melibatkan orang lain."Zehra mengerutkan keningnya, sedetik kemudian air mukanya berubah. "Apa yang kamu maksud dengan melibatkan orang lain?""Well, menurutmu bagaimana aku bisa menemukanmu secepat dan seakurat ini?"Zehra menggeleng kecil dan ia mulai kesal. "Mana aku tahu! Jadi gimana caranya kamu bisa tau aku ada disini dan dapat alamat temanku?""Teman wanitamu yang rambutnya di cat warna pirang,""Gista, apa dia yang kamu maksud?""Aku nggak ingat namanya, yang jelas Theo bilang padaku kalau dia temanmu yang bekerja sebagai barmaid di club malam yang sama kamu,""Gimana kalian bisa bertemu?""Aku kira kamu sedang bekerja sebagai pemandu karaoke lagi, aku memesan kamu sama Bosmu, tapi dia malah memberikan ku, temanmu itu dan buntungnya aku, karena dia mengaku mengenal
24."Iya, kamu paham kan kalau kamu orang pertama dan aku belum punya pengalaman selain hari itu, jadi melakukan BDSM aku yakin aku ngga bisa. Jadi aku nggak mau, terserah kamu mau kurangi uang bulanan, aku akan terima."Javas mengangguk namun tetap membujuknya, "Makanya kamu bisa coba, Ayolah. Aku ingin sekali melakukannya sama kamu, Hanya dua kali sebulan, itu pasti menyenangkan.""Nggak. Aku nggak mau menderita di atas kesenangan orang. Aku masih ingat emosi kamu saat melakukannya. Apalagi kalau harus mempraktekan hal seperti itu. Jujur aja, aku nggak mau punya pengalaman yang seperti itu.”Javas terdiam sebentar menatap manik mata Zehra, "Kenapa?""Karena sejak awal aku bukan pekerja seks dan aku melakukan ini karena terdesak butuh uang banyak dalam waktu cepat dan sampai sekarang aku masih susah lupa sama cara kamu yang menggebu- gebu terkesan kasar.""Tapi kamu menikmatinya.""Aku nggak tau, dan terpaksa," sanggah Zehra.Javas menyeringai saat kenangan itu berputar kembali di o
Zehra mengerjapkan matanya beberapa kali, ia belum melakukan apapun. Sejujurnya ia tak ingin ada satu orang pun yang mengetahui pekerjaan sampingannya. Memberitahu bos secepat ini artinya ia harus menjelaskan banyak hal. "Itu biar jadi urusanku," "Aku nggak mau dapat bekas dari orang lain!""Aku memang bukan barang bekas!" sentak Zehra emosi. "Hufth.. Aku juga nggak nyaman sama jobdesknya, melayani pelanggan random di tempat eksklusif. Bukan berarti aku akan melakukan apa yang dia mau. Intinya itu biar jadi urusanku.""Ok, dan sekarang ganti baju. Ayo ikut aku!"“Ikut kemana?” "Nanti juga kamu tau. Aku beri waktu lima menit untuk bersiap! Aku tunggu di parkiran mobil!" titah Javas sembari melenggang keluar dari kossan Gista.**Pria itu berdiri bersandar di mobil dengan tangan bersedekap di d**a. Seringai licik tersemat di bibirnya, penuh kepuasan dengan kemunculan Zehra yang sangat tepat waktu."Masuklah." Javas membukakan pintu sebelah kemudi untuk Zehra.Sepanjang perjalanan Zeh
Kalimat tergesa itu meluncur dalam sekali tarikan napas. Lalu pria itu terengah, menariknya menjauh, menggenggam wajahnya, dan memeluknya lagi."Maafin aku, Ra. Terakhir kalinya kitabertengkar itu buat aku sadar kalau kekhawatiran kamu itu beralasan dan aku menyesal memutuskan kamu, itu semua benar-benar perpisahan yang menyiksa. Aku menyesal meninggalkan kamu."Zehra hanya menerima dan diam berada dalam pelukan. Kesedihan dan duka yang terpampang jelas di wajah pria masa lalunya mengundang kilatan kenangan masa lalu, dan hatinya yang masih berada dalam kebingungan tak mampu mencerna semua rentetan kalimat pria itu.Zehra menghirup aroma tubuh pria ini dalam, diam-diam ia ingat pernah begitu merindu tentang pria ini, tentang mereka.Namun tiba-tiba hentakan kuat menarik tubuhnya menjauh dari rengkuhan pria itu. Zehra memendam tanya akan reaksi wajah sinis dengan rahangnya mengeras dan matanya yang menajam teruntuk dirinya."Asha," ucap Ricky tergagap."Apa yang kamu lakukan di bela
Zehra berguling-guling di tempat tidur, menutup tubuhnya dengan selimut berusaha menghilangkan pikiran aneh di kepalanya. Dia bingung apa yang harus dilakukan. Semuanya jadi rumit saat dia berencana menata masa depannya dan malah bertemu dengan Javas. Jam di dinding berdetak cukup nyaring dalam kekalutan Zehra, jam 22:15. Dia memperhatikan jarum jam itu terus berputar, sementara pikirannya bermain tarik-menarik antara akan kembali atau tidak ke apartemen Javas. Jika Zehra kembali, dia bisa membujuk Javas agar tak bermain-main dengan rekaman CCTV mereka yang sedang bercinta di berbagai sudut apartemen Javas, terlebih jika Zehra bisa kembali memanfaatkan Javas, dengan begitu masa depannya tak akan terancam, bukan? Zehra mengacak rambutnya frustasi, kembali berguling-guling di tempat tidur sambil menutup mata. Apa dia harus bertahan dengan keputusannya, tapi apakah dengan begitu Javas akan melupakan ancamannya? Dia yang pertama menawarkan diri. Karena panik setelah mendengar keadaan
"Sayang, aku punya berita bahagia buat kamu, sesuatu yang selalu kamu tunggu-tunggu.”Perlahan Gista mendongak, ia menunggu tanpa antusias dan benar saja.“Minggu depan aku ambil cuti, udah disetujui" bisik Eno mengecup kepala Gista. "Akhirnya kita bisa liburan berdua."“Minggu depan? Mas, baru kemarin aku ambil cuti. Aku udah pernah bilang ‘kan sebelumnya kalau aku nggak diizinkan ambil cuti dua kali di bulan yang sama.”“Dan aku udah mengupayakan untuk dapat cuti itu, biar kita bisa berlibur bersama, supaya kamu nggak merasa kesepian seperti kemarin.”“Tapi, Mas. Tetap aja aku nggak enak sama teman kerjaku-”"Udahlah kamu nurut aja apa kata aku, kalau gaji kamu dipotong, biar aku yang ganti, ok!” potong Eno mulai tak sabar.Perasaan Gista kembali terasa diremas-remas. Pria ini, selalu saja mengatur hubungan mereka sendiri. Tak banyak pendapat Gista yang didengar olehnya. Jika dulu ia menikmatinya namun semakin lama Gista semakin merasa tak dihargai pendapatnya. “Aku lapar, hari ini
"Siapa pun pria itu yang menghabiskan malamnya di sini." Alven berdesis. Gista tersentak, memandang Alven dalam.Alven mengerti tatapan Gista yang terkejut dan kecewa padanya. Tetapi hal itu mengganggunya. Dia akan menarik rambut wanita ini dan bercinta habis-habisan di sofa itu jika saja keesokan harinya nama wanita ini akan menghilang dari ingatannya. Namun, saat ini berbeda, yang di hadapannya adalah Gista, wanita yang bisa-bisanya demikian cepat membuat hatinya berdenyut, rasa itu, rasa ingin memiliki seutuhnya menggedor-gedor dinding pertahanannya. Dan keinginan itu demikian besarnya, berbanding lurus dengan gairahnya yang belum tersalurkan. Alven menggeram, mengusap wajahnya kasar, lalu mengedarkan matanya ke sekeliling ruangan. "Hanya ini yang diberikannya untukmu?" Kepala Gista belum bisa mencerna apa maksud perkataan Alven. "Berapa dia membiayaimu per bulan? Aku bisa memberikanmu uang bulanan dua kali lipat dari dia, dan tempat tinggal yang lebih layak. Jadi berapa dia ka
Gista tersenyum terlalu lebar saat mendapat pesan bahwa Alven sedang menuju ke tempat ia berada, tak selang berapa lama mereka berbalas pesan suara bel berbunyi, detak jantung Gista berdetak lebih cepat, bergegas membuka pintu."Lebih awal dari perkiraan, kan?" Kata Eno saat mendekat. "Kaget?" ucapnya seraya mengecup pelipis Gista. Menarik pinggang Gista merapat ke tubuhnya. "Mas memang pengin kasih kamu kejutan dengan pulang lebih awal dan lebih lama, tapi sayangnya ini nggak sepenuhnya kejutan. Atasan Mas, mendadak telepon, ada rencana bisnis yang mau dibahas, meeting mendadak." Gista masih akan melanjutkan keluh kesahnya jika saja matanya tak menangkap Gista yang masih bergeming. Senyum timbul di bibirnya. "Beneran bikin kaget, ya?" Bola mata Gista akhirnya bergerak penuh kesadaran. Senyum tipis Gista mengulum sebelum mengangguk kaku. "Jadi... nanti malam, Mas mau pulang ke sini lagi?" tanya Gista penuh antisipasi. "Hmm... itu dia, Anne langsung pesan tiket begitu tahu aku bali
Kemudian Zehra merasakan dorongan keras seolah memaksa untuk masuk. Jantung Zehra berdetak bersama seperti orkestra dalam aliran penuh. Ia menangis, tidak berpikir Javas akan menidurinya dalam situasi ini. Tak ayal Zehra bereaksi panik ketika Javas menggagahinya dengan kejam di tengah pikiran yang melayang. Javas bernapas keras di lehernya, di cela rambut ikal yang menempel di sana karena keringat. Dia bercinta seperti binatang, ia lah yang memegang kendali sampai Zehra tidak tahu bagaimana memohon padanya untuk berhenti.Hentakan Javas berirama konsisten dan kuat, mengeluarkan sebagian besar sebelum menabrakkannya kembali ke tubuh Zehra, menghantam G-spot nya. Jika Zehra tak membekap mulut Linang ia pasti sudah berteriak. Wanita itu terjepit di dinding, lututnya seperti jeli saat orgasmenya mengejang dan melonjak, hentakan Javas liar, hampir tidak terkendali saat dia terengah-engah dan mendengus, menggenggam dan menariknya untuk lebih dalam. Dengan setiap dorongan bertenaga, tu
"Kenapa? Kamu tersinggung dengan pujian saya?" Pujian? Hah! Apa itu pantas disebut pujian? "Daripada pujian, saya pikir siapapun yang mendengar kalimat Tante barusan akan sepakat kalau itu lebih terdengar seperti kalimat sarkasme. “Dan—ya, saya cukup tersinggung.“ Aku Zehra jujur.Gauri mengeluarkan tawa ringan dari mulutnya.Menganggap angin lalu ketersinggungan Zehra dan bahkan tanpa mengucap kata maaf beliau mengalihkan pembicaraan. Gauri berkata dengan lembut tetapi mengejek, sambil mencondongkan kepalanya ke samping, khas wanita bersendok emas jika sedang mengejek lawan bicaranya, anggun tapi menyakitkan.Ini mengingatkan Zehra pada mereka yang pernah mengusiknya dan ibunya. Bertanya tapi menyudutkan, mengajaknya bicara lebih dulu kemudian mengejeknya."Tante, sepertinya hanya mencoba menyudutkan saya dari ucapan miring orang lain tentang saya, ya.” Zehra menyipitkan mata, Ia senantiasa akan menjawab kalimat pertama tetapi akhir pertanyaan itu sangat menyinggung dan tidak s
Zehra lantas berdiri dan menyempatkan diri untuk menjawab. “Mungkin karena saat itu gue benar terluka karena ditinggalin sama dia begitu aja, dan mungkin ini udah jalan takdir. Cara Tuhan kasih kesempatan kedua pada kami.” Gista membiarkan Zehra melewatinya setelah membiarkan Zehra keras kepala menyangkalnya."Siap?" tanya Ricky, tampil baik seperti biasa dengan kemeja hijau army yang sempurna untuk kulitnya yang bersih dan bahunya yang bidang. Sesaat Zehra tersenyum manis "Euhm. Tinggal pakai sepatu, bentar ya." "Okay." Dan pria itu menunggu. Zehra kembali memasuki kamar, memakai sepatu dengan cepat. Saat hendak keluar lagi Ia berhenti sebentar di hadapan Gista.“Doain aja yang terbaik, ya Gis dan makasih udah biarin gue menginap selama beberapa hari ini. Dah…”***Ricky melingkarkan tangannya di pinggang Zehra. Tidak ada seorang pun di lift kecuali mereka, tetapi ada keheningan yang nyaman di antara keduanya sampai Lift berhenti dan mereka berdua turun. "Relax, Ra. Kamu terli
“Halo, Theo cari tahu semua tentang Zehra termasuk masa lalunya bersama pria sialan itu!***Tujuh belas hari kemudian "I told them. Mereka bersedia mengosongkan jadwal di malam Sabtu." Ricky angkat bicara sembari bangkit dari sofa, bersiap beranjak usai menetap kurang lebih tiga puluh menit lamanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 20:40, ia harus segera pulang dan tidur lebih cepat karena besok ia sudah harus beraktifitas seperti biasa. Zehra menoleh cepat, dahinya mengerut, “Mereka siapa?”“Orang tuaku, kamu bilang kamu mau menerima aku lagi asalkan aku serius sama hubungan kita, dan ini awal dariku. Aku usahakan tahun ini kita bertunangan atau bahkan menikah, gimana?”Zehra mengerjapkan matanya beberapa kali, ia terpaksa menghentikan kegiatannya yaitu membuat agar buah untuk cemilannya dirumah. "Kenapa lagi? Aku udah mempertimbangkan apa yang kamu tuntut dari aku, dan mereka udah setuju untuk kamu temui" dengus Ricky. "Kamu kamu mulai ragu sama hubungan kita?" "M-maaf, bukan itu
Zehra menatap ponselnya yang terus berdering atas panggilan Javas, setelah beberapa hari Javas menghilang tanpa kabar dan ia semakin intens berhubungan dengan Ricky. Zehra jelas tak ingin berpaku pada hubungannya dengan Javas di saat Ricky datang menawarkan hubungan yang serius, dan meski status ekonomi Ricky masih diatasnya setidaknya masih bisa ia gapai. Ah, satu hal lagi hubungan mereka akan segera berakhir sesuai kesepakatan di berkas yang telah mereka sepakati.“Ze, itu kenapa ponselnya nggak kunjung diangkat sih? Bikin ruangan jadi berisik aja!” seru Anggito.“Sorry,” jawab Zehra memindai sekitarnya, yang juga ikut terdistraksi dari kesibukan mereka. Diam-diam ia merasa berterima kasih pada Javas yang membantunya dalam mendapatkan modal hingga kini ia jadi salah satu investor kafe sekaligus perpustakaan milenial. “Halo, iya kenapa Jav?”“Kenapa baru diangkat, lagi sama siapa kamu?”“Sama anak-anak, aku lagi kumpul bareng teman. Maaf… tadi ponselnya baru aku lepas dari charger.