Zehra mengerjapkan matanya beberapa kali, ia belum melakukan apapun. Sejujurnya ia tak ingin ada satu orang pun yang mengetahui pekerjaan sampingannya. Memberitahu bos secepat ini artinya ia harus menjelaskan banyak hal. "Itu biar jadi urusanku," "Aku nggak mau dapat bekas dari orang lain!""Aku memang bukan barang bekas!" sentak Zehra emosi. "Hufth.. Aku juga nggak nyaman sama jobdesknya, melayani pelanggan random di tempat eksklusif. Bukan berarti aku akan melakukan apa yang dia mau. Intinya itu biar jadi urusanku.""Ok, dan sekarang ganti baju. Ayo ikut aku!"“Ikut kemana?” "Nanti juga kamu tau. Aku beri waktu lima menit untuk bersiap! Aku tunggu di parkiran mobil!" titah Javas sembari melenggang keluar dari kossan Gista.**Pria itu berdiri bersandar di mobil dengan tangan bersedekap di d**a. Seringai licik tersemat di bibirnya, penuh kepuasan dengan kemunculan Zehra yang sangat tepat waktu."Masuklah." Javas membukakan pintu sebelah kemudi untuk Zehra.Sepanjang perjalanan Zeh
Kalimat tergesa itu meluncur dalam sekali tarikan napas. Lalu pria itu terengah, menariknya menjauh, menggenggam wajahnya, dan memeluknya lagi."Maafin aku, Ra. Terakhir kalinya kitabertengkar itu buat aku sadar kalau kekhawatiran kamu itu beralasan dan aku menyesal memutuskan kamu, itu semua benar-benar perpisahan yang menyiksa. Aku menyesal meninggalkan kamu."Zehra hanya menerima dan diam berada dalam pelukan. Kesedihan dan duka yang terpampang jelas di wajah pria masa lalunya mengundang kilatan kenangan masa lalu, dan hatinya yang masih berada dalam kebingungan tak mampu mencerna semua rentetan kalimat pria itu.Zehra menghirup aroma tubuh pria ini dalam, diam-diam ia ingat pernah begitu merindu tentang pria ini, tentang mereka.Namun tiba-tiba hentakan kuat menarik tubuhnya menjauh dari rengkuhan pria itu. Zehra memendam tanya akan reaksi wajah sinis dengan rahangnya mengeras dan matanya yang menajam teruntuk dirinya."Asha," ucap Ricky tergagap."Apa yang kamu lakukan di bela
Melihat penampilan wanita nya seperti itu, membuat Javas meneguk ludahnya susah payah. Gairahnya berkumpul di satu titik.Javas memutuskan masuk setelah menutup pintu kamar. Dia meletakkan gelas di atas nakas, lalu duduk di sisi Zehra. “Ra, minum dulu.” Tegurnya.Zehra melenguh, kemudian merubah posisi berbaringnya hingga Javas bisa melihat sekujur tubuh Zehra yang terekspos jelas di kedua matanya.Wajah Zehra yang memerah dan kedua matanya yang sayu entah mengapa terlihat begitu seksi malamini hingga Javas mulai kehilangan fokusnya antara menatap wajah Zehra atau beberapa bagian yang menyenangkan untuk ditatap.Zehra beranjak duduk, membuat Javas kembali mengambil gelas itu dan menyerahkannya pada Zehra.Zehra minum seperti orang yang benar-benar kehausan. Bahkan air itu sampai tumpah dan mengalir di antara celah bibirnya hingga ke dagu.Sial! Kenapa Javas bisa bergairah hanya karena melihat keadaan Zehra saat ini? Jakun Javas bergerak lambat selagi dia mengamati Zehra yang terlihat
Zehra berhenti melangkah, menatap punggung lebar milik Javas yang tengah berbicara di smartphone.Javas yang menyadari Zehra yang tak mengikutinya dari belakang langsung menoleh ke belakang. “Kenapa berhenti? Kamu harus bersiap, kita ke rumah sakit sekarang.”“Javas, kamu nggak perlu temani aku ke rumah sakit, lagipula aku cuma shock dengar kabar papahku masuk rumah sakit,”“Kita masih harus periksa kesehatanmu, kenapa kamu muntah, dan jadi selemah ini Lyra.”“Itu karena aku mabuk parah semalam! Begini aja, kamu selesaikan urusan kamu di kantor dan aku akan laporkan hasil pemeriksaan kesehatan, kalau perlu surat hasil bahwa aku nggak hamil, ok!”“Aku nggak puas, kalau nggak mendengarnya secara langsung.” “Tapi kamu urusan kantor yang nggak kalah penting, lebih baik kamu bersiap untuk ke kantor kamu pulang, ok.” Zehra “Setelah dari rumah sakit, kamu langsung ke kantor aku aja, kamu di antar sama supirku, ok!” “Maaf, aku nggak bisa. Kamu tahu ‘kan? Aku baru aja dapat kabar papahku ya
"Kamu kenapa, Ra?" Gista, menghampiri sang teman yang tampak melamun di depan loker. Pandangan wanita itu menyipit lebih tajam, mengamati kepucatan di wajah Zehra.Zehra tersentak pelan dan menggeleng singkat. Mengambil seragam lalu menutup pintu lokernya dan memaksa sebuah lengkungan senyum untuk sang teman. "Kamu kelihatan lemas, dan agak pucat."“Cuma agak kecapean aja, sih.”Gista tak langsung mengangguk, “Oh ya, bos Topo minta kamu temui dia sebelum memulai kerja,”Kening Zehra berkerut terheran. "Oh ya, Kenapa?""Nggak tau, mungkin mau di damprat karena kemarin minta mendadak nggak masuk kerja."Zehra mendesah pelan. Memaksa kepalanya mengangguk dengan pasrah. “Emang kemarin hilang kemana sih, Ra? Sampai dicariin sama Alven segala.”“Alven? Kalian udah saling kenal?”Gista mengangkat bahunya acuh, kemarin malam dia kesini, dan nemuin aku buat nanyain keberadaan kamu. Dia sampai bertanya tentang papah kamu yang katanya lagi sakit, kenapa di sampai sekepo itu? Lagipula bukannya k
"Aku menginginkanmu," bisiknya dengan desahan yang semakin memberat. Menambah tekanan pada remasannya di dada Zehra. Ciumannya bergerak turun ke rahang. Bermain-main di daun telinga, memberi kesempatan Zehra untuk mengambil napas.Mata Zehra membelalak lebar dengan cumbuan Javas yang semakin intens. la tahu ke mana permainan ini akan mengarah. Tapi jelas bukan di saat dan waktu yang tepat. Kepanikan mulai merambati dadanya jika sewaktu-waktu ada orang yang masuk ke dalam toilet. Siapa pun itu.Kedua tangan Zehra berusaha menahan dada bidang milik Javas. Dengan seluruh kekuatan yang masih dimilikinya. "Jangan, Jav!""Aku nggak suka ditolak, sayang." Javas tak melepaskan bibirnya dari kulit telanjang Zehra. Ciuman pria itu bergerak lebih turun, berhenti di cekungan leher dan menggigit lembut daging kenyal di sana. Yang sempat membuat Zehra memekik pelan.Mata Zehra terpejam. Menikmati gemuruh di dada yang tak menjebaknya. la jelas tak punya pilihan untuk menolak keinginan pria itu. Tapi
Zehra terkesiap keras, membekap mulutnya dan itu membuat pandangannya bertemu dengan Javas. "Javas... " "Ya Tuhan, kenapa ada perempuan itu lagi, jadi sudah sejauh apa hubungan kalian, hah?!" sengit wanita itu yang langsung menoleh demi menatap Javas penuh tanya. "Dia pacarku," jawab Javas ringan. "Pacar? Gimana sama aku? Kamu menduakan aku sama dia. Yang benar aja. Jav." "Kita cuma berteman Sheina, semacam friend with benefit 'kan?" jawab Javas dengan ketenangan yang luar biasa. Wanita itu memberengut tak suka. "Aku pikir hanya kamu nggak pernah nembak aku buat jadi pacar kamu, kita tetap berpacaran. Maksud aku kita berdua udah sama dewasa, dan kedekatan kita selama ini itu berarti…" "Berarti kamu salah paham tentang hubungan kita, aku pikir kamu udah cukup mengenali aku, Sheina." Javas bangkit dan berjalan dari ranjang dengan tatapan masih terpaku pada Zehra yang berdiri memaku, terlihat wajah terkejut, dan gerakan kikuk diperagakan Zehra. "Kamu terlambat, ah itu kare
Dimana kalian melakukannya? Dan apakah dia melakukan sebaik yang ku lakukan sampai kamu membohongiku cuma untuk memilihnya. Hmm?”“A…apa maksud kamu?”“Aku sudah melihat wajahnya dengan cukup jelas, jadi apa jawabannya?” tanya Javas menaikkan sebelah badannya, jadi memeluk erat Zehra di bagian samping atas.“Javas… aku mengantuk. Apa aku boleh tidur dulu?”“Kalau begitu jawab singkat saja, setelah itu kamu bisa tidur untuk beberapa jam, ok!”“Kami cuma kebetulan bertemu di depan toilet, dia melihat keadaan ku yang berantakan dan sedikit pucat dan dia menawarkan aku bantuan…”Javas membalikkan tubuh Zehra dengan lembut namun tegas, memastikan wanitanya berada dalam rengkuhannya, memberikan tekanan psikologis agar Zehra tak punya pilihan selain berkata jujur.“Jadi bantuan apa yang dia berikan?”“Itu… dia membantuku memberitahu pada boss managerku, kalau aku sedang sakit dan minta izin pulang cepat. Cuma itu?”“Oh ya, dan kenapa harus berbohong sama aku? Dengan bilang kamu harus lanjut