‘Apa yang terjadi di sana?’ batin Adeline penasaran.Dia mengikuti langkah River ke arah gerbang. Mereka seketika terkejut saat melihat Bianca dengan tampang menyedihkan. Rambut pirangnya kusut, kantung matanya tampak cekung dan ada lebam di sekitar bibirnya.“Reins?!” Bianca berbinar saat melihat pria itu. “Akhirnya kau keluar. Aku tahu kau pasti akan menemuiku!”“Untuk apa kau datang ke sini?!” River mendengus sinis.Bianca memegang erat perutnya dengan mata gemetar. “Lihat, Reins. Kau harus bertanggung jawab. Karena perbuatanmu saat itu, aku jadi seperti ini.”Sontak, wajah Adeline berubah tegang mendengar semua itu. Terlebih dengan gelagat Bianca yang mencurigakan.‘A-apa maksud wanita ini? Mengapa dia minta River bertanggungjawab?’ Adeline melirik perut Bianca. ‘Ti-tidak mungkin ‘kan? Itu sangat konyol!’Namun, alih-alih menjawab Bianca, River malah berpaling pada Adeline seraya berbisik, “tunggu di mobil.”Tanpa menungu sahutan Adeline, River langsung menarik Bianca. Wanita lici
“Apa yang kau lakukan?!” Adeline mendengus saat menarik diri dari River, tapi pria itu malah menahan belakang leher Adeline agar tetap fokus menatapnya. “Kau pikir bisa melakukan ini sesukamu?!” decak Adeline marah. Alih-alih menjawab, River malah kembali mengecup bibir Adeline. Pria itu melumatnya lebih intens hingga merangsang gairah liar. Namun, Adeline masih kesal padanya. Dia berusaha memberontak, tapi River malah merengkuh pinggangnya dan mengangkat Adeline ke pangkuannya. ‘Apa-apaan dia?!’ batin Adeline membelalak. Tapi sialnya, River semakin gila. Tangan kanannya menyibak belahan dress Adeline, menyingkapnya hingga dia bebas meraba paha wanita itu. Adeline tersentak dengan sikap suaminya, tapi hasrat tak sopan lebih mendominasi ketika River meremas pantatnya, sampai dia tak sadar membalas ciuman River dengan panas. ‘Brengsek! Harusnya aku marah padamu, rubah sialan!’ umpat wanita itu dalam batin. Kedua tanganya bertumpu di bahu River, bahkan dia mencengkeramnya lebih kua
*** “Kemarilah, Sayang!” Alfred menahan tangan Adeline, lalu menyeretnya jauh dari orang-orang. Adeline berusaha menghempas tangan Alfred, tapi pria itu malah semakin menguatkan cengkeraman, hingga menyudutkan Adeline ke dinding. “Menyingkir dariku, dasar sampah!” umpat Adeline tajam. Alih-alih menurut, Alfred malah semakin tertantang. Pria itu mengungkung Adeline dengan sebelah tangan, lalu mendengus, “sampah? Maka jalang sepertimu juga sampah!” Adeline mengernyit, tapi belum sempat membantah, Alfred lebih dulu menyibak uraian rambutnya hingga bekas ciuman River terpampang. “Apa yang kau lakukan, Alfred?!” decak Adeline kesal. “Harusnya aku yang tanya. Mengapa kau datang ke pesta seperti ini?” sambar Alfred menyeringai. “Ah … apa kau masih bergairah? Mau melakukannya denganku?” Adeline seketika menampar wajah Alfred. Kemarahannya memuncak, tapi lelaki itu malah tertawa seolah mengejeknya. “Kau tertawa? Dasar bajingan mesum!” cibir Adeline menahan amukan. Dia mendorong dada A
“A-apa yang kau katakan? Jatuh cinta? Jangan konyol. Untuk apa aku jatuh cinta padamu?!” Adeline berkata tajam. Dia mengikat perban River amat kencang lalu membereskan otak obat dengan tergesa-gesa. Namun, saat dirinya hendak pergi, River malah menahan tangannya. “Apa lagi? Aku sudah selesai mengobati lukamu,” tukas Adeline tanpa melirik River. “Itu adalah jawabanku untuk pertanyaanmu malam itu.” River bicara dengan wajah serius. “Kau lihat sendiri, aku hanya binatang mengerikan. Bertahanlah sampai kontrak pernikahan kita berakhir.” Pria itu berdiri, lalu pergi meninggalkan Adeline di ruang tengah. Wanita tersebut hanya diam mengamati punggung River menjauh. ‘Rubah sialan! Kau memperlakukanku seperti wanitamu, tapi kau bilang jangan jatuh cinta padamu? Sebenarnya apa yang kau mau?’ batin Adeline memegang lehernya yang tegang. *** Hari berikutnya, Siegran dan beberapa anak buah River mendatangi club Fantazia. Mereka sempat cekcok dan terlibat perkelahian dengan tim keamanan club
“Berita buruk?” Anais bertanya dengan kening mengerut. Siegran segera membungkuk, lalu membalas, “mohon maaf, Nyonya. Saya sudah lancang.” Dia menatap River, dan mendapat kode untuk tutup mulut. “Bukankah Mommy mau pergi?” tukas River datar. Anais mengangkat sebelah alisnya seraya membalas, “jadi kau mengusir Mommy?” “Saya dan Siegran harus membahas pekerjaan. Saya tidak bisa fokus jika ada Mommy,” sahut River tanpa mengubah ekspresi. “Dasar, berandal. Mommy akan melepasmu kali ini, tapi jangan lupakan janjimu, Reins!” Anais pun keluar dari ruangan tersebut. Siegran menutup pintu, lalu memberi hormat pada River. “Katakan,” tukas CEO Hera Group itu sembari duduk di kursi kerjanya. “Tawanan itu bunuh diri, Tuan!” sahut Siegran yang sontak membuat tatapan River menajam. “Saya baru saja menerima pesan dari orang-orang yang menjaga di markas. Sepertinya gangster itu menelan semacam racun, hingga mulutnya berbusa.” Tangan River mengepal, otot lehernya menonjol seolah akan meledaka
Warning: chapter ini mengandung konten 21+***[Mohon maaf, Tuan. Pelayan Fantazia itu sudah meninggal satu bulan lalu]Sebuah pesan disertai foto makam Benji muncul di ponsel River.Berita itu seketika membakar amarah River. Dia meraih alkohol berkadar tinggi dan langsung meneguknya dari botol.‘Para bajingan sialan! Beraninya mereka mati sebelum aku menangkapnya!’ batin River mendengus.Ya, baik Benji ataupun anggota gangster yang berhasil ditawannya malah mati. River kehilangan semuanya, kini akan sulit untuk menuntut Ludwig dan Alfred.River ambruk ke sofa ruang kerjanya. Walau kepalanya berdenyut, tapi dia tak berhenti menenggak alkohol. Terlebih saat mengingat laporan anak buahnya tentang Benji, malah semakin mengamuk hingga melempar botol alkoholnya ke dinding.Suara pecahan itu, sontak menarik perhatian Adeline yang baru pulang. Dia bergegas naik ke lantai atas untuk mengeceknya.‘Mengapa semua lampu di sini mati? Apakah ada pencuri yang menyusup ke tempat ini?’ geming Adeline
Cairan hangat yang menggenangi tubuhnya, membuat Adeline sadar. Dia bangkit dari dada River yang sedari tadi dibuatnya bersandar.“Kau sudah bangun?” bisik pria itu dengan suara serak.Adeline menutupi payudara dengan kedua tangan seraya mendecak, “kau memandikanku?”Ya, usai membuat Adeline pingsan karena permainan ganasnya, River membawa istrinya itu ke kamar mandi. Dia memangku dan memeluk Adeline dalam bak mandi yang dipenuhi air hangat.“Tidak perlu menutupinya, aku kan sudah melihat dan mengigitnya,” tutur River yang seketika membuat wajah Adeline merona.“Be-berhenti bicara seperti itu!” sahut Adeline canggung.River menyeringai tipis, lalu menjawab, “mengapa? Kau malu? Bukankah tadi kau sangat bersemangat sampai memintaku menusukmu lebih dalam?”“Hei, berhenti atau aku akan—”“Akan apa? Melakukan ronde dua di sini?” sambar River menaikkan sebelah alisnya.Adeline sekejap berpaling dan mencibir, “dasar gila!”Dia berniat bangkit, tapi River segera memeluknya dari belakang.“Kau
“Sa-saat itu Freya mengajakku ke Club Fantazia untuk bridal shower sebelum pernikahan kalian.” Bianca berkata tanpa melihat River.Namun, River justru menajamkan pandangan. Dia mendekati Bianca, kedua tangannya menekan meja seolah mengintimidasi wanita itu.“Freya mengajakmu? Kau pikir aku tidak tahu Freya wanita seperti apa?!” decak River dingin.“Kau tidak percaya padaku? Jika aku berbohong, aku tidak akan menyerahkan rekaman itu, Reins!” sahut Bianca berdalih.River yang tahu kebiasaan Bianca saat berdusta, kini menyeringai samar.“Kau tidak berubah, Bianca. Saat berbohong kau selalu mengigit bibir dan matamu bergetar,” tukasnya yang sontak membuat wanita itu membelalak.“Jujurlah sebelum kau menyesal!” sambung River lebih tajam, ada aura mengerikan dalam ekspresinya.Mendengar ancaman itu, Bianca langsung panik. “Ti-tidak, Reins. Mengapa kau meragukanku?”“Baiklah, lupakan kerjasama Hera Group dan—”“Ya, aku berbohong!” sambar Bianca cepat. “Aku yang mengajak Freya datang ke Fanta