River, Freya dan Bianca adalah sahabat sejak kecil. Mereka bertemu di area berkuda saat River berusia lima tahun. Keluarga mereka dekat satu sama lain Bianca menyukai River, tapi cintanya tidak terbalas karena River jatuh hati pada Freya.
Wajah Freya berubah pucat begitu melihat River. Dia tersentak hingga membuat kuas yang digenggamnya jatuh ke tanah. River segera mengambil kuas itu, lalu meraih tangan Freya seraya berkata, “kau harus hati-hati.” Namun, wanita tersebut lekas menarik tangannya secapat kilat seolah River membawa penyakit menular. Mata wanita itu memerah dan ekspresinya berubah ketakutan. “Freya?” River kembali memanggil. Tapi Freya sontak menjerit, “argh! Pergi ... jangan menyentuhku. Pergi dariku, jangan sentuh aku … kau jahat! Kau pria jahat!” Wanita itu tiba-tiba histeris sambil menutup telinga. Matanya pun terpejam dan berusaha menjauh dari River seolah pria itu akan menyakitinya. “Tidak, Freya. Aku bukan orang jahat. Lihat, aku. Aku Reins,” River berkata lirih, berupaya menenangkan wanita tersebut. Tapi ketika dia coba mendekat, Freya malah semakin histeris dengan tubuh gemetar ketakutan. “Argh, pergi!” Freya memekik kencang. Dan saat itu juga, beberapa suster langsung mendatanginya. “Tuan
‘Bu-bukankah dia putri pemilik Bank Dehan?!’ Mata Adeline gemetar saat mengenali sosok wanita yang jatuh di hadapannya.Adeline membeku, tapi Siegran bergegas menariknya keluar seraya bertanya, “Anda baik-baik saja, Nyonya?”Asisten River itu panik, tapi Adeline tak menjawab, mulutnya sangat berat karena masih terkejut. Siegran pun membawa Adeline menjauh dari sana, saat orang-orang mulai berkerumun untuk melihat wanita yang jatuh tadi. Mereka saling berbisik dengan wajah tegang.‘Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Mengapa dia tiba-tiba jatuh?’ batin Adeline dalam hati.Seingatnya, putri pemilik Bank Dehan itu memang depresi setelah mengugurkan bayinya, karena Ludwig dan Alfred tidak mau bertanggung jawab.Di tengah huru-hara, tatapan Adeline tersita pada Mickey yang berdiri di kejauhan. Lelaki itu memandangi mayat putri pemilik Bank Dehan de
*** Adeline yang terlelap di sofa, kini mengeryit saat merasakan sentuhan hangat pada wajahnya. Dia perlahan membuka mata begitu mendengar suara bariton berkata, “apa aku membangunkanmu?” Itu suara River. Dan Adeline seketika terkejut melihat suaminya berjongkok dengan telanjang dada. ‘Apa-apaan dia? Ke-kenapa tidak pakai baju atasan?’ batin Adeline gugup. Tatapan pria itu tampak berbeda, wajah dinginnya terlihat memerah dan air menetes dari rambutnya yang basah. “Mengapa kau tidur di sini?” River membelai pipi Adeline dengan telapak tangannya yang besar. Itu membuat sang istri tertegun. Mereka baru saja berdebat dan kini River bersikap manis? Ini sangat aneh! Namun, belum sempat Adeline menjawab, River kembali berkata, “maaf, kemarin aku membuatmu marah dan menunggu semalaman, istriku. Malam ini aku akan menebus segalanya.” Adeline tak mampu bersuara ketika tangan River menyentuh bibirnya. ‘Sial! Apa maksud pria ini?!’ batin Adeline mengerjap. Wanita itu tahu bahwa sekarang
‘Anak? Sabrina meminta gangster ini membunuh Freya demi melindungi anaknya?!’ batin River dengan wajah berang. ‘Tidak mungkin jika untuk Adeline, jadi itu pasti demi Ludwig!’ Ekspresinya berubah gelap, tangannya yang mencengkeram leher gangster tersebut juga terlihat gemetar. “Mengapa dia menyuruh kalian menyakiti wanita itu?!” decaknya kembali menginterogasi. “A-aku tidak tahu. Aku hanya melakukannya demi uang … ugh!” Napas gangster itu tercekat, tapi River tak peduli dan malah mendengus, “jangan menipuku, atau kau akan merasakan neraka dunia!” “Su-sungguh, aku tidak tahu alasannya. Aku hanya mengikuti apa kata Ketua!” sambar gangster itu mengelak. Alis River menyatu, dia tahu bahwa bajingan di depannya ini berbohong. ‘Sialan! Meski aku berkata jujur, mereka pasti tetap akan membunuhku. Tapi jika mereka melepasku, aku tetap akan diburu oleh nyonya Daniester itu. Aish, apa yang—’ “Ah?!” Gangster itu tersentak saat River tiba-tiba mengacungkan pistol tepat di pelipisnya. “Bic
‘Apa yang terjadi di sana?’ batin Adeline penasaran.Dia mengikuti langkah River ke arah gerbang. Mereka seketika terkejut saat melihat Bianca dengan tampang menyedihkan. Rambut pirangnya kusut, kantung matanya tampak cekung dan ada lebam di sekitar bibirnya.“Reins?!” Bianca berbinar saat melihat pria itu. “Akhirnya kau keluar. Aku tahu kau pasti akan menemuiku!”“Untuk apa kau datang ke sini?!” River mendengus sinis.Bianca memegang erat perutnya dengan mata gemetar. “Lihat, Reins. Kau harus bertanggung jawab. Karena perbuatanmu saat itu, aku jadi seperti ini.”Sontak, wajah Adeline berubah tegang mendengar semua itu. Terlebih dengan gelagat Bianca yang mencurigakan.‘A-apa maksud wanita ini? Mengapa dia minta River bertanggungjawab?’ Adeline melirik perut Bianca. ‘Ti-tidak mungkin ‘kan? Itu sangat konyol!’Namun, alih-alih menjawab Bianca, River malah berpaling pada Adeline seraya berbisik, “tunggu di mobil.”Tanpa menungu sahutan Adeline, River langsung menarik Bianca. Wanita lici
“Apa yang kau lakukan?!” Adeline mendengus saat menarik diri dari River, tapi pria itu malah menahan belakang leher Adeline agar tetap fokus menatapnya. “Kau pikir bisa melakukan ini sesukamu?!” decak Adeline marah. Alih-alih menjawab, River malah kembali mengecup bibir Adeline. Pria itu melumatnya lebih intens hingga merangsang gairah liar. Namun, Adeline masih kesal padanya. Dia berusaha memberontak, tapi River malah merengkuh pinggangnya dan mengangkat Adeline ke pangkuannya. ‘Apa-apaan dia?!’ batin Adeline membelalak. Tapi sialnya, River semakin gila. Tangan kanannya menyibak belahan dress Adeline, menyingkapnya hingga dia bebas meraba paha wanita itu. Adeline tersentak dengan sikap suaminya, tapi hasrat tak sopan lebih mendominasi ketika River meremas pantatnya, sampai dia tak sadar membalas ciuman River dengan panas. ‘Brengsek! Harusnya aku marah padamu, rubah sialan!’ umpat wanita itu dalam batin. Kedua tanganya bertumpu di bahu River, bahkan dia mencengkeramnya lebih kua
*** “Kemarilah, Sayang!” Alfred menahan tangan Adeline, lalu menyeretnya jauh dari orang-orang. Adeline berusaha menghempas tangan Alfred, tapi pria itu malah semakin menguatkan cengkeraman, hingga menyudutkan Adeline ke dinding. “Menyingkir dariku, dasar sampah!” umpat Adeline tajam. Alih-alih menurut, Alfred malah semakin tertantang. Pria itu mengungkung Adeline dengan sebelah tangan, lalu mendengus, “sampah? Maka jalang sepertimu juga sampah!” Adeline mengernyit, tapi belum sempat membantah, Alfred lebih dulu menyibak uraian rambutnya hingga bekas ciuman River terpampang. “Apa yang kau lakukan, Alfred?!” decak Adeline kesal. “Harusnya aku yang tanya. Mengapa kau datang ke pesta seperti ini?” sambar Alfred menyeringai. “Ah … apa kau masih bergairah? Mau melakukannya denganku?” Adeline seketika menampar wajah Alfred. Kemarahannya memuncak, tapi lelaki itu malah tertawa seolah mengejeknya. “Kau tertawa? Dasar bajingan mesum!” cibir Adeline menahan amukan. Dia mendorong dada A
“A-apa yang kau katakan? Jatuh cinta? Jangan konyol. Untuk apa aku jatuh cinta padamu?!” Adeline berkata tajam. Dia mengikat perban River amat kencang lalu membereskan otak obat dengan tergesa-gesa. Namun, saat dirinya hendak pergi, River malah menahan tangannya. “Apa lagi? Aku sudah selesai mengobati lukamu,” tukas Adeline tanpa melirik River. “Itu adalah jawabanku untuk pertanyaanmu malam itu.” River bicara dengan wajah serius. “Kau lihat sendiri, aku hanya binatang mengerikan. Bertahanlah sampai kontrak pernikahan kita berakhir.” Pria itu berdiri, lalu pergi meninggalkan Adeline di ruang tengah. Wanita tersebut hanya diam mengamati punggung River menjauh. ‘Rubah sialan! Kau memperlakukanku seperti wanitamu, tapi kau bilang jangan jatuh cinta padamu? Sebenarnya apa yang kau mau?’ batin Adeline memegang lehernya yang tegang. *** Hari berikutnya, Siegran dan beberapa anak buah River mendatangi club Fantazia. Mereka sempat cekcok dan terlibat perkelahian dengan tim keamanan club