‘Si-simpanan? Apa dia gila!’ batin Adeline dengan manik terbelalak. Ya, dia yang kebetulan keluar aula, malah dikejutkan oleh Bianca yang terang-terangan ingin menjadi simpanan suaminya. Bahkan dia melihat jelas bahwa wanita itu sengaja menyentuh River untuk menggodanya. ‘Sialan! Apa yang dia lakukan?’ Adeline seketika berpaling saat Bianca coba mencium sang suami. Sungguh, Adeline tak tahan jika terus berada di tempat itu. Meski ini bukan pernikahan karena cinta, tapi Adeline benar-benar kecewa pada River. Dirinya segera beranjak seraya mengumpat dalam hati. ‘Aish, sial! Aku tahu dalam kontrak ini, kita tidak boleh ikut campur urusan pribadi masing-masing pihak, tapi setidaknya lakukan itu di tempat tertutup. Mengapa mereka harus bermesraan di luar aula pernikahan?!’ Adeline semakin mempercepat langkahnya disertai seringai tipis. Membayangkan pria yang baru dinikahinya mencium wanita lain, benar-benar seperti penghinaan bagi Adeline. ‘Sebenarnya apa tujuan River? Bukankah dia ya
“Anda bilang apa? Cemburu?!” Adeline mendecak dengan wajah tegang.Dia melirik River sekilas, lalu mendesis sinis. “Cih, konyol sekali! Mengapa saya harus cemburu?! Sangat lucu jika dalam hubungan kita ada seseorang yang cemburu!”Meski ucapan Adeline terdengar tegas, tapi sorot matanya membuat River ragu.“Apa Anda yakin?” Pria itu bertanya seiring dengan sebelah alisnya yang terangkat.“Bukankah hal seperti ini sudah jelas?” sahut Adeline dengan wajah datar. “Jadi Anda tidak perlu khawatir, Tuan Reiner. Saya tidak akan ikut campur atau penasaran dengan urusan pribadi Anda. Tapi, ingatlah satu hal, penuhi peran Anda sebagai pihak pertama dengan baik. Di depan umum kita adalah pasangan suami-istri, jadi uruslah percintaan Anda secara tertutup!”Akhirnya Adeline tak bisa membendung rasa kesalnya.Alih-alih mengiyakan, River malah menarik senyum miring. Tatapannya pun lebih lekat selaras dengan kakinya yang perlahan mendekati Adeline.“Sepertinya Anda salah paham, Nona!” katanya tegas.
‘Mengapa Adeline tiba-tiba menyinggung nama panggilan? Ini persoalan sensitive bagi Reins, jadi aku mengerti jika dia juga melarang istrinya memanggil nama itu,’ batin Anais dalam hati. Ibu River itu tampak tegang, hingga akhirnya menggulir tatapan pada Jade. Tapi sialnya sang suami juga sama terkejutnya dan tak bisa memberi tanggapan. “Apa ada masalah tentang nama itu, Ibu mertua? Saya tahu harusnya bertanya langsung pada River, tapi ….” Adeline menghentikan ucapnya dengan ragu-ragu. Tak ada pilihan lagi, akhirnya Anais pun membalas, “sebenarnya ini bukan masalah besar. Reins adalah nama panggilan yang aku berikan padanya saat kecil. Dia memang tidak suka orang lain memanggilnya dengan sebutan itu, karena merasa dia seperti anak-anak.” Anais pun tersenyum lembut agar menantunya tidak curiga. “Ternyata begitu,” sahut Adeline mengerjap. ‘Ya, lebih baik Adeline tidak tahu apapun tentang masa lalu Reins. Aku senang akhirnya anak itu bisa menikahi wanita lain, jadi aku harap dia juga
Adeline memandu Bianca masuk ke ruang pertemuan hotelnya, sebab tidak mungkin mereka bicara di depan lobi. “Jadi apa tujuan Anda menemui saya?” tukas Direktur Picasso Hotel itu bertanya.Alih-alih langsung menjawab, Bianca hanya tersenyum tipis. Tatapannya memindai penampilan Adeline dari atas sampai bawah.‘Tidak ada yang istimewa dari wanita ini? Bahkan jika dilihat-lihat, aku jauh lebih cantik darinya. Apa Reins buta? Untuk apa dia menikahi wanita membosankan ini?!’ batinnya mencibir dalam hati.Dia melipat kedua tangan ke depan dada seraya berkata, “saya ingin minta maaf untuk kejadian di hari pernikahan Anda, Nona.”Alis Adeline berkedut. Dia sama sekali tak melihat penyesalan di wajah Bianca saat memohon ampunan.“Seperti yang saya bilang saat di acara resepsi, hubungan saya dan Reins sangat dekat. Bahkan lebih dekat dari yang Anda bayangkan, karena saya sudah mengenal Reins jauh sebelum Reins bertemu dengan Anda. Jadi, saya harap Anda mengerti dan memaklumi hubungan kami, Nona
***“Siapa wanita itu, Bi? Aku belum pernah melihatnya, apa dia tamu yang kau undang?” tanya teman Bianca saat melirik Adeline.Teman lainnya dengan perawakan tinggi juga berkata, “mengapa dia hanya berdiri di sana? Mengapa dia tidak menyapamu?”Alih-alih langsung menjawab, Bianca justru menyeringi tipis. Agaknya dia berhasil membuat orang-orang berasumsi negative saat pertama kali melihat Adeline.“Yah, dia hanya seseorang yang aku kenal. Hubungan kami juga tidak dekat, aku hanya mengundangnya karena sungkan pada Reins,” decak Bianca seraya memutar bola matanya.“Tunggu, mengapa kau menyinggung River? Apa hubungan wanita itu dengan River?” Teman Bianca seketika menyahut.Belum sempat Bianca menimpali, temannya yang lain pun menyambar. “Ah … jangan bilang kalau dia istri River Reiner?!”Beberapa teman dekat Bianca langsung memperhatikan Adeline lebih lekat. Mereka tampak mengernyit dan saling berbisik setelah menyadarinya.“Oh my God! Jadi benar, dia istri River? Ternyata dia tidak se
“Reins?!” tukas Bianca dengan manik membelalak. Dia seketika mengubah ekspresi wajahnya menjadi melas saat River datang. Dirinya juga merintih penuh kesakitan untuk mencuri rasa iba pria tersebut. “ah … ini sakit, Nona Adeline. Bagaimana bisa Anda sangat kasar pada saya? Tolong aku, Reins. Mengapa kelakuan istrimu seperti preman?” tuturnya mengeluh. ‘Aish, sial! Rupanya jalang ini bermuka dua, benar-benar memuakkan!’ Adeline membantin kesal. Tatapan River amat dingin, dan itu membuat Adeline yang masih mencengkeram rambut Bianca menjadi tegang. “Lepaskan.” River berkata dengan nadanya yang datar. Namun, Adeline tak ada niat untuk melepas Bianca begitu saja. Dia sudah menerima cibiran, cacian, dan dipermalukan sampai tubuhnya lengket karena siraman wine. Adeline bukan wanita yang akan tunduk hanya karena orang lain menyerangnya, dia akan membalas dua kali lipat pada siapapun itu.“Lepaskan dia!” decak River lebih tedas. Adeline yang geram lantas menyahut dengan manik gemetar. “Sa
‘Mengapa River tiba-tiba ….’ Adeline menghentikan ucapnya dalam batin saat ibu jari River mengusap lembut bibirnya. Sensasi panas perlahan naik ke pipi Adeline hingga membuat dadanya bergemuruh penuh degup. Dia ingin bertanya maksud River, tapi mulutnya seperti terkunci. Pria itu menghentikan tangannya saat berada di tengah bibir Adeline. Bahkan jarinya bergerak nakal dengan menekan benda kenyal yang merona itu. Dengan suara baritonenya yang serak, River pun berbisik, “ini terlalu merah, istriku.” Sontak, jantung Adeline semakin berpacu kencang. Dia merasa wajahnya semerah tomat, hingga buru-buru berpaling ke samping. ‘Sial, apa-apaan pria ini?!’ batin Adeline mengumpat. River seketika menyeringai melihat sang wanita salah tingkah. Dia melirik ibu jarinya yang kini terkena noda merah dari lipstick Adeline. “Apa Anda sakit?” tukasnya bertanya. “Wajah Anda terlihat merah, apa mungkin Anda demam, istriku?” Adeline tertambah tegang saat River kembali memanggilnya dengan sebutan ist
“Jaga sikapmu, Bianca!” Anais membentak karena tak tahan dengan kelakuan putri keluarga Oilis itu. Namun, Bianca yang terobsesi pada River tak akan berhenti hanya karena Anais memintanya. Dengan wajah berang, dia pun menyahut, “apa Bibi Anais tidak penasaran dengan pernikahan Reins dan Adeline? Sebelumnya mereka tidak saling kenal, tapi bagaimana mungkin—” “Aku tahu kau kecewa karena Reins menolak perjodohan denganmu dan memilih Adeline. Tapi haruskah kau mengarang cerita seperti ini?!” Anais semakin meninggikan nadanya. Ucapan itu membuat Bianca terdiam sesaat, tapi sorot matanya kian tajam menatap Adeline, yang dianggapnya batu sandungan terbesar untuk mendapatkan River. “Kalau memang pernikahan mereka tidak palsu, maka mereka bisa membuktikannya, Bibi. Namun, Bibi lihat sendiri, Reins dan Adeline hanya diam. Bukankah artinya mereka menipu kalian semua?!” dengus Bianca penuh tekanan. River yang melihat tingkah Bianca seketika menyeringi tipis. Dia tahu sikap buruk Bianca, tapi