“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar,"
"Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera.
"Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay.
Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka.
Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey.
"Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga.
"That's it. Makanya malam ini harus dirayakan,"
“Yuhuuu,”
Sudah beberapa waktu berlalu, Hera menunggu kedua sahabatnya berdandan. Hera sendiri tak perlu memoles dirinya terlalu berlebihan. Ia bisa pastikan jika dirinya masih jauh lebih mempesona malam ini dibanding kedua sahabatnya.
“Ck," Hera berdecak lidah. Wanita itu membuka pintu mobil, "kalian berdua terlalu lama deh. Lebih baik aku menunggu kalian di meja biasa. Oke?" sambungnya kembali. Hera meninggalkan kedua sahabatnya yang masih sibuk berdandan di dalam mobil.
Saat berjalan ke arah pintu masuk Club Suilet, Hera melihat ada hal aneh. Seingatnya, Club Suilet tidak mempekerjakan pengawal club. Namun matanya malah menangkap ada seorang lelaki berpakaian serba hitam berdiri di depan pintu masuk sana.
"Tolong perlihatkan undangannya, Nona," titah pengawal itu saat Hera sudah berdiri tepat dihadapannya.
"Undangan apa, ya?" tanya Hera menatapnya terheran.
"Apa nona tidak tau? Di dalam sedang ada pesta privat dan hanya yang punya undangan yang boleh masuk,"
Hera menatap lurus walaupun pintu tertutup rapat. Memang sedari tadi sebenarnya Hera sedikit penasaran. Ia terheran karena jumlah kendaraan pengunjung club malam ini sangat banyak. Padahal jam baru menujukkan pukul tujuh malam. Situasi yang sangat jarang ia lihat di club itu.
"Oh ya? Em... tapi saya tidak tau dan tidak peduli. So, izinkan saya untuk masuk segera,"
"Tidak bisa, Nona! Club sudah di-booking privat malam ini. Lebih baik anda pulang atau mencari tempat lain saja,"
“Eh, anda mengusir saya?” tanya Hera mulai kesal.
"Ada apa, Hera?" tanya Celin menyahut. Ia baru sampai di depan pintu masuk bersama Nay.
Namun sedetik kemudian, Celin dan Nay langsung paham percekcokan yang terjadi antara Hera dan pengawal itu karena mereka telah mendengarnya dari kejauhan.
"Santai saja dong , Tuan. Kita disini gak bakalan ganggu acara kok," ujar Celin membantu melobi.
"Betul tuh. Kita gak bakalan ganggu acara di dalam kok. Lagian kita cuma mau happy-happy. Mau ya?" timpal Nay dengan gaya paling genit. Mengerdipkan matanya pada sang pengawal.
"Maaf, nona-nona. Sebaiknya kalian bertiga silahkan pergi dari tempat ini. Orang asing tetap tidak diperbolehkan masuk," tegas lelaki bertubuh kekar itu.
“Ya sudah deh, Hera. Kita cari tempat yang lain saja,” sahut Nay pasrah.
“Eh jangan dong. Tanggung banget kita cari tempat lain,” kata Celin keberatan dengan ajakan Nay.
Hera mengangguk setuju dengan ucapan Celin. Hera tetap meniatkan dirinya masuk ke dalam. Bukan bagaimana, perjalanan menuju ke club telah memakan waktu yang lama. Sia-sia sekali baginya jika mlam ini semua kebahagiaannya rusak karena insiden dilarang masuk di tempat club favoritnya.
“Tidak! Kita harus tetap disini,” tegas Hera.
Hera mencoba menahan dirinya untuk tidak marah. Ia lebih memilih menyelesaikan permasalahan dengan tenang. Hera berniat ingin menghubungi sang pemilik club—Edwin. Namun tanpa ia duga, lelaki itu tiba-tiba saja menampakkan dirinya saat membuka pintu masuk dari dalam.
“Hei, kalian bertiga,” sapa Edwin ramah.
“Wah, Edwin. Baru saja saya ingin menghubungimu. Kamu harus tau, malam ini saya merasa tersinggung karena tidak diperbolehkan masuk ke dalam. Apa begini pelayanan clubmu, Edwin?” tanya Hera dengan wajah memelasnya.
Edwin sudah paham. Tadi di ruangannya ia melihat keberadaan Hera dari CCTV. Makanya ia langsung turun untuk menangani hal tersebut.
“Biarkan mereka masuk, Jos. Saya pastikan mereka tidak akan mengacaukan pesta ulang tahun anak Tuan Fredrick," pinta Edwin pada pengawal.
"Baiklah, Tuan,"
Kehadiran pemilik club membuat Hera dan kedua sahabatnya akhirnya melenggang masuk ke dalam club.
"Kalian kalau ada masalah langsung hubungi saya saja," kata Edwin ramah.
Hera mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi sudut ruangan. Wajah Hera kembali terlihat memelas.
"Ada masalah, Edwin. Sepertinya kamu harus merenovasi clubmu ini lebih luas lagi. Lihatlah… semua kursi telah ada pemiliknya. Apa sudah tidak ada kursi kosong khusus untuk kami bertiga?" cicit Hera sambil melipatkan kedua tangannya di dada.
“Oh, I see. Disana masih ada kosong,” ujar Edwin menujuk kursi kosong yang dimaksud.
Pemilik club itu menujuk salah satu meja yang terdapat empat kursi disana. Posisinya memang paling pojok. Sedikit terhalangi oleh beberapa pengunjung. Terlihat di meja sana hanya ada seorang elaki yang terduduk. Itu artinya Hera dan kedua sahabatnya masih kebagian kursi kosong.
Tak perlu menunggu waktu lama, Hera lalu menarik tangan Celin dan Nay untuk berjalan kesana. Hera terlalu girang malam ini. Belum saja ia terduduk, malah langsung memberi kode ke bartender untuk menghampiri dirinya.
“Whiskey, please,” kata Hera.
“Baik, Nona,”
Kehadiran Hera, Celin dan Nay yang tiba-tiba terduduk di meja bundar itu, sontak menjadi perhatian lelaki itu. Posisi duduk mereka melingkar disana.
“Hei, Nona. Saya baru melihat wajah kalian bertiga. Apa kalian teman dari adiknya Haikal?” sahut lelaki itu.
“Ya," jawab Celin berbohong dan tetap terlihat tenang.
Hera dan Nay saling berpandangan bingung. Tapi detik kemudian, mereka paham jika Celin sedang berbohong. Bukan bagaimana, mereka bukan bagian dari tamu undangan. Jika terlalu jujur, khawatir mereka bertiga akan diusir begitu saja karena dituduh sebagai penyusup.
'Gerak cepat juga nih anak' batin Hera menatap Celin.
Hanya dengan gerakan alis yang dinaikkan oleh Celin saja, membuat Hera semakin paham dan membuatnya sedikit terkekeh-kekeh kecil.
“Waw... ternyata adiknya Haikal mempunyai teman secantik kalian bertiga. Boleh kita berkenalan?” tanya lelaki itu menatap ketiga wanita di depannya secara bergantian. Namun tatapannya lebih intens ke Hera.
“Of course. Hera,” ujar Hera terlebih dahulu mengulurkan tangannya.
“Vero,”
Vero menjabat tangan Hera. Tak lupa Celin dan Nay pun saling berkenalan disana.
Detik kemudian bartender datang. Hera begitu beruforia. Ia malah keterusan meneguk whiskeynya. Bahkan ia terus meminta kepada bartender untuk menuangkan ke gelas champagne-nya berkali-kali.
“Sejak kapan dirimu terlalu candu begini, Hera?” tanya Nay keheranan.
TO BE CONTINUED
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan," “Yuhuuu,” Sudah beberapa waktu berlalu, Hera menunggu kedua
Hera terlihat begitu bersemangat menjalani hari pertamanya bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah datang ke kantor Antama Group, salah satu perusahaan properti terbesar dan terkenal di penjuru negeri ini. Hera memang mudah mengakrabkan diri ke karyawan lain. Makanya ia begitu percaya diri mondar-mandir di depan pintu masuk. Disana ia menyapa para karyawan yang datang silih berganti. Sebenarnya Hera punya maksud lain melakukan hal tersebut. Tidak lain adalah menunggu kedatangan Rey. Hera terkesiap saat melihat Rey telah ada di basement parkiran. Wajah wanita itu begitu berbinar-binar. Segala usahanya selama ini berhasil. Ia akhirnya bisa satu kantor dengan lelaki impiannya bernama Rey. "Selamat pagi, Pak Rey," sapa Hera membantu Rey menarik pintu utama kantor. "Selamat pagi Hera temanku," balas Rey mengulum senyum menatap Hera sekilas. Bukan sapaan singkat seperti itu yang Hera inginkan. Tapi sayangnya, Rey berlalu begitu saja. Jujur, itu
"Aroma tubuh ini... sepertinya aku pernah menikmatinya," 'Astaga, apa lidahnya begitu tajam merasakan seluruh permukaan kulitku?' batin Hera menjerit. Desiran bulu kuduk wanita itu mendadak meremang. Tidak! Haikal tidak boleh tau jika dirinya adalah wanita dimalam itu. Persetan sekuat apapun ingatan Haikal, tetap Hera tidak peduli itu semua.. "Maaf, Pak. Jika aroma parfum saya menganggu, nanti akan saya ganti," ucap Hera sopan dan tenang. Hera mencari alibi agar aroma yang diendus-enduskan oleh Haikal tidak lain adalah aroma parfum white muskmiliknya. "Ah lupakan! Begini, aku tidak suka karyawan wanitaku bersikap centil seperti dirimu tadi. Kalau aku masih melihatmu seperti itu, jangan harap karirmu akan bertahan lama disini!" desis Haikal menatap Hera dengan sorot mata tajam. Hera menghela nafas dalam hatinya. Ia pikir Haikal mengingat malam panas itu. Untungnya Haikal hanya mempersoalkan hal lain. Hera langsung mengang
Sebenarnya Rey emosi jika perusahaan terjadi masalah, sekalipun masalah kecil. Perusahaan dibawah pimpinan Haikal itu juga tidak lepas pengaruhnya dari Rey. Singkatnya, mereka berdua yang telah sama-sama membangun perusahaan properti raksasa itu dari nol. Haikal menghirup nafas dalam-dalam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Rey. Isi kepala CEO itu tak karuan karena Hera. Bayangan malam itu terus terlintas dikepalanya. Entah mengapa, hasrat Haikal untuk terus mengukung Hera dalam genggamannya begitu kuat. Padahal, lelaki itu sebelumnya tidak pernah merajut hubungan dengan wanita manapun. Jangankan bermesraan, berinteraksi dengan wanita lain manapun, membuat Haikal malas melakukannya. Ia memang terkenal lelaki yang sulit ditaklukkan hatinya karena sikapnya yang dingin dan malas mengenal sosok wanita. 'Akh, sialan sekali wanita itu! Kenapa juga dia harus memberikan kenikmatan senikmat itu padaku!' rutuk Haikal dalam hatinya. "Hei, sepertinya ada
Hera mendadak linglung. Sementara Haikal dibuat bergeming. Di depan pintu toilet, Rey melongo melihat mereka berdua. Hening... 'Apa saya gak salah lihat dan salah masuk? Kenapa mereka berdua-duaan disini?' tanya Rey dalam hatinya. Rey fokus melihat genggaman tangan di depan matanya. Merasa mendapatkan sorotan mata dari Rey, refleks membuat Hera dan Haikal seketika melepaskan tangan. Tidak hanya sampai disitu, Rey kini memindai matanya ke arah lantai. Ia melihat jas hitam milik Haikal tergeletak begitu saja. Detik kemudian, Rey menyunggingkan bibirnya. Memang ia tak perlu banyak pikir. Pasalnya, situasi dan bukti-bukti yang ada telah mengarah ke suatu hal. "Oh... sepertinya ada permainan panas yang baru saja terjadi? Hm... kedatangan saya disini menganggu. I am so sorry," sarkas Rey seraya membalikkan badan, berniat keluar. Hera berdecak lidah emosi. Haikal sendiri terlihat memijit pelipis matanya. Mereka berdua merasa keberatan
"Enak rasanya ditolak?" Hera terkejut. Wanita itu nyaris tersungkur jatuh ke belakang mendengar pertanyaan Haikal. Hera tak pernah menyangka jika CEOnya itu tengah masuk ke dalam ruangannya dan duduk manis disana Wanita itu menghembuskan nafas kencang. Tak bisakah Haikal berhenti menganggu dirinya? "Pak Haikal, silakan keluar dari ruangan saya. Tolong jangan menganggu saya," pinta Hera jengkel."Urusan pijit belum selesai 'kan?" tanya Haikal santai "Saya 'kan sudah bilang tidak mau memijitmu!" "Tutup pintunya sekarang! Dan jangan membantah!" pinta Haikal tegas tanpa memperdulikan celotehan Hera. Hera menarik nafas panjang. Jujur, ia ingin sekali menampar lelaki itu. Sikap Haikal terlalu kurang ajar dimatanya. Tapi sepertinya, Hera berpikir suatu hal. Kali ini ia harus menujukkan permainan cantiknya. BRAK! Hera menutup pintu lumayan kasar. Mengunci pintu dengan gerakan cepat. Lalu mal
Haikal berdiri di depan jendela ruangannya. Matanya menerawang menatap gedung pencakar langit. Pandangan matanya kosong. Tapi sungguh, isi kepalanya sejak tadi hanyalah sosok Hera.Lelaki itu menarik nafas panjang Merasakan gejolak yang membuncah isi hatinya. Entah mengapa, seperti ada getaran yang berbeda saat berada di dekat Hera. Rasa memilikinya menjadi tak terbendung."Akh!"Haikal mengusap wajahnya kasar. Tak berselang lama, pintu ruangan Haikal terbuka. Lelaki itu memindai tatapannya kesana."Ada apa?" ketus Haikal terlebih dahulu."Maaf Pak Haikal. Bu Ivo berada di bawah. Apakah saya harus melarangnya masuk ke ruangan anda?"Liva - resepsionis Antama Group, berdiri sopan disana. Sudah menjadi kebiasaan resepsionis untuk memberitahu ke Haikal apabila Ivo datang ke kantornya.Haikal menarik nafas panjang. Disaat yang bersamaan, wanita lain yang tak ia sukai datang mengganggunya."Kali ini biarka
Haikal berdiri di depan jendela ruangannya. Matanya menerawang menatap gedung pencakar langit. Pandangan matanya kosong. Tapi sungguh, isi kepalanya sejak tadi hanyalah sosok Hera.Lelaki itu menarik nafas panjang Merasakan gejolak yang membuncah isi hatinya. Entah mengapa, seperti ada getaran yang berbeda saat berada di dekat Hera. Rasa memilikinya menjadi tak terbendung."Akh!"Haikal mengusap wajahnya kasar. Tak berselang lama, pintu ruangan Haikal terbuka. Lelaki itu memindai tatapannya kesana."Ada apa?" ketus Haikal terlebih dahulu."Maaf Pak Haikal. Bu Ivo berada di bawah. Apakah saya harus melarangnya masuk ke ruangan anda?"Liva - resepsionis Antama Group, berdiri sopan disana. Sudah menjadi kebiasaan resepsionis untuk memberitahu ke Haikal apabila Ivo datang ke kantornya.Haikal menarik nafas panjang. Disaat yang bersamaan, wanita lain yang tak ia sukai datang mengganggunya."Kali ini biarka
"Enak rasanya ditolak?" Hera terkejut. Wanita itu nyaris tersungkur jatuh ke belakang mendengar pertanyaan Haikal. Hera tak pernah menyangka jika CEOnya itu tengah masuk ke dalam ruangannya dan duduk manis disana Wanita itu menghembuskan nafas kencang. Tak bisakah Haikal berhenti menganggu dirinya? "Pak Haikal, silakan keluar dari ruangan saya. Tolong jangan menganggu saya," pinta Hera jengkel."Urusan pijit belum selesai 'kan?" tanya Haikal santai "Saya 'kan sudah bilang tidak mau memijitmu!" "Tutup pintunya sekarang! Dan jangan membantah!" pinta Haikal tegas tanpa memperdulikan celotehan Hera. Hera menarik nafas panjang. Jujur, ia ingin sekali menampar lelaki itu. Sikap Haikal terlalu kurang ajar dimatanya. Tapi sepertinya, Hera berpikir suatu hal. Kali ini ia harus menujukkan permainan cantiknya. BRAK! Hera menutup pintu lumayan kasar. Mengunci pintu dengan gerakan cepat. Lalu mal
Hera mendadak linglung. Sementara Haikal dibuat bergeming. Di depan pintu toilet, Rey melongo melihat mereka berdua. Hening... 'Apa saya gak salah lihat dan salah masuk? Kenapa mereka berdua-duaan disini?' tanya Rey dalam hatinya. Rey fokus melihat genggaman tangan di depan matanya. Merasa mendapatkan sorotan mata dari Rey, refleks membuat Hera dan Haikal seketika melepaskan tangan. Tidak hanya sampai disitu, Rey kini memindai matanya ke arah lantai. Ia melihat jas hitam milik Haikal tergeletak begitu saja. Detik kemudian, Rey menyunggingkan bibirnya. Memang ia tak perlu banyak pikir. Pasalnya, situasi dan bukti-bukti yang ada telah mengarah ke suatu hal. "Oh... sepertinya ada permainan panas yang baru saja terjadi? Hm... kedatangan saya disini menganggu. I am so sorry," sarkas Rey seraya membalikkan badan, berniat keluar. Hera berdecak lidah emosi. Haikal sendiri terlihat memijit pelipis matanya. Mereka berdua merasa keberatan
Sebenarnya Rey emosi jika perusahaan terjadi masalah, sekalipun masalah kecil. Perusahaan dibawah pimpinan Haikal itu juga tidak lepas pengaruhnya dari Rey. Singkatnya, mereka berdua yang telah sama-sama membangun perusahaan properti raksasa itu dari nol. Haikal menghirup nafas dalam-dalam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Rey. Isi kepala CEO itu tak karuan karena Hera. Bayangan malam itu terus terlintas dikepalanya. Entah mengapa, hasrat Haikal untuk terus mengukung Hera dalam genggamannya begitu kuat. Padahal, lelaki itu sebelumnya tidak pernah merajut hubungan dengan wanita manapun. Jangankan bermesraan, berinteraksi dengan wanita lain manapun, membuat Haikal malas melakukannya. Ia memang terkenal lelaki yang sulit ditaklukkan hatinya karena sikapnya yang dingin dan malas mengenal sosok wanita. 'Akh, sialan sekali wanita itu! Kenapa juga dia harus memberikan kenikmatan senikmat itu padaku!' rutuk Haikal dalam hatinya. "Hei, sepertinya ada
"Aroma tubuh ini... sepertinya aku pernah menikmatinya," 'Astaga, apa lidahnya begitu tajam merasakan seluruh permukaan kulitku?' batin Hera menjerit. Desiran bulu kuduk wanita itu mendadak meremang. Tidak! Haikal tidak boleh tau jika dirinya adalah wanita dimalam itu. Persetan sekuat apapun ingatan Haikal, tetap Hera tidak peduli itu semua.. "Maaf, Pak. Jika aroma parfum saya menganggu, nanti akan saya ganti," ucap Hera sopan dan tenang. Hera mencari alibi agar aroma yang diendus-enduskan oleh Haikal tidak lain adalah aroma parfum white muskmiliknya. "Ah lupakan! Begini, aku tidak suka karyawan wanitaku bersikap centil seperti dirimu tadi. Kalau aku masih melihatmu seperti itu, jangan harap karirmu akan bertahan lama disini!" desis Haikal menatap Hera dengan sorot mata tajam. Hera menghela nafas dalam hatinya. Ia pikir Haikal mengingat malam panas itu. Untungnya Haikal hanya mempersoalkan hal lain. Hera langsung mengang
Hera terlihat begitu bersemangat menjalani hari pertamanya bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah datang ke kantor Antama Group, salah satu perusahaan properti terbesar dan terkenal di penjuru negeri ini. Hera memang mudah mengakrabkan diri ke karyawan lain. Makanya ia begitu percaya diri mondar-mandir di depan pintu masuk. Disana ia menyapa para karyawan yang datang silih berganti. Sebenarnya Hera punya maksud lain melakukan hal tersebut. Tidak lain adalah menunggu kedatangan Rey. Hera terkesiap saat melihat Rey telah ada di basement parkiran. Wajah wanita itu begitu berbinar-binar. Segala usahanya selama ini berhasil. Ia akhirnya bisa satu kantor dengan lelaki impiannya bernama Rey. "Selamat pagi, Pak Rey," sapa Hera membantu Rey menarik pintu utama kantor. "Selamat pagi Hera temanku," balas Rey mengulum senyum menatap Hera sekilas. Bukan sapaan singkat seperti itu yang Hera inginkan. Tapi sayangnya, Rey berlalu begitu saja. Jujur, itu
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan," “Yuhuuu,” Sudah beberapa waktu berlalu, Hera menunggu kedua
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan,"