Hera terlihat begitu bersemangat menjalani hari pertamanya bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah datang ke kantor Antama Group, salah satu perusahaan properti terbesar dan terkenal di penjuru negeri ini.
Hera memang mudah mengakrabkan diri ke karyawan lain. Makanya ia begitu percaya diri mondar-mandir di depan pintu masuk. Disana ia menyapa para karyawan yang datang silih berganti. Sebenarnya Hera punya maksud lain melakukan hal tersebut. Tidak lain adalah menunggu kedatangan Rey.
Hera terkesiap saat melihat Rey telah ada di basement parkiran. Wajah wanita itu begitu berbinar-binar. Segala usahanya selama ini berhasil. Ia akhirnya bisa satu kantor dengan lelaki impiannya bernama Rey.
"Selamat pagi, Pak Rey," sapa Hera membantu Rey menarik pintu utama kantor.
"Selamat pagi Hera temanku," balas Rey mengulum senyum menatap Hera sekilas.
Bukan sapaan singkat seperti itu yang Hera inginkan. Tapi sayangnya, Rey berlalu begitu saja. Jujur, itu membuat Hera langsung mengerucutkan bibirnya seketika. Hera mematung melihat Rey dari belakang hingga lelaki itu akhirnya memasuk lift.
'Oke, sabar Hera. Yang jelas kamu akan selalu bertemu dengan Rey. Pelan-pelan saja, dia pasti akan luluh dengan sendirinya,' batin Hera sembari menekuk bawah bibirnya.
"Hari pertama bekerja dilarang cemberut," sahut resepsionis pada Hera.
Kedatangan resepsionis itu membuat Hera langsung membalas sapaannya dengan hangat. Hera langsung memasang wajah ramah setelah tadi berwajah sedih gara-gara sikap Rey.
"Eh, Venya. By the way, aku disuruh menghadap ke ruangan pak bos, ya?" tanya Hera.
"Iya. Pak CEO memintamu ke ruangannya sekarang,"
"Oke,"
Hera langsung berjalan cepat menuju ke ruangan atasannya. Di depan ruangan CEO, Hera sejenak menarik nafas panjangnya. Ia berusaha merapikan kembali blazer dan rok span yang pendeknya satu senti saja diatas lututnya.
Ia lalu mengatur posturnya agar terlihat tegak dan berwibawa. Namun tetap bersikap tubuh sopan. Hera mengetuk pelan pintu sang CEO.
"Masuk," sahut seseorang dari dalam saat Hera menarik kenop pintu.
"Permisi—”
Hera tiba-tiba mendelik dan menjeda ucapannya. Ia menelan salivanya dengan kuat. Tenggerokannya begitu tercekat. Matanya fokus menatap raut wajah lelaki yang sedang duduk di kursi kebesarannya dan fokus dengan layar ipadnya.
'Astaga, kenapa laki-laki itu ada disini?' jerit Hera dalam hatinya.
Hera melihat lelaki di dalam sana tidak lain adalah Haikal. Pria yang telah one night stand dengannya. Ditengah kebingungannya, Rey tiba-tiba datang dan langsung masuk begitu saja menghampiri Haikal. Rey mengacuhkahkan kehadiran Hera yang masih memilih bergeming di depan pintu.
"Hei bro CEO. Mana file yang harus aku kerjakan hari ini?" tanya Rey pada Haikal.
Hanya suara Rey yang membuat Haikal langsung menghentikan aktivitasnya.
"Oh, nanti Rey," jawab Haikal tenang.
Lalu mata lelaki itu memindai menatap Hera yang masih mematung di depan pintu ruangannya.
"Kenapa masih berdiri disana? Masuklah," kata Haikal.
Hera bergeming sesaat. Ia ingin memastikan gelagat Haikal. Tapi sepertinya Haikal bersikap biasa-biasa saja.
Wanita itu berpikiran bahwa bisa saja Haikal tidak mengenalinya karena telah berambut pendek. Padahal itu semua hanya kebetulan. Pasalnya Hera hanya berniat mengubah rambutnya agar kelihatan fresh di hari pertama bekerja.
"Baik, Pak," jawab Hera sambil melangkah menghampiri meja kebesaran Haikal.
Kehadiran Rey di dalam ruangan membuat Hera semakin mudah melupakan kejadian gilanya dengan sang atasan.
Bila tadi jantung Hera berpacu kencang karena kepanikan, kali ini jantungnya berpacu kencang karena berdiri persis di samping Rey.
"Duduklah kalian berdua," titah Haikal pada Hera dan Rey.
Hera tak henti-hentinya melirik Rey yang berada di sampingnya.
“Kenapa dari tadi kamu curi-curi pandang seperti itu? Kamu ini mau bekerja di kantor saya dengan baik atau mau jadi wanita penggoda?” tegur Haikal pada Hera.
Hera langsung memposisikan dirinya duduk tegak dan matanya fokus menatap Haikal. Ia mendadak salah tingkah.
Haikal berdecak lidah. Kepalanya sedikit menggeleng. Ia lalu menatap ke arah lantai. Seakan matanya malas menatap karyawan wanita barunya itu.
“Maaf, Pak,” jawab Hera sedikit panik.
“Hm," balas Haikal bergumam.
"Sebelumnya selamat karena kamu telah menjadi bagian dari perusahaan Antama Group. Namun saya tetap tidak menginginkan kamu langsung bekerja sendirian begitu saja. Jadi selama sebulan ini, karyawan paling teladanku yaitu Rey, akan membimbingmu mengajarkan banyak hal di kantor ini. Kamu paham ‘kan?” ujarnya kembali.
Hera mengangguk-angguk dan tersenyum sopan. Perkataan yang disampaikan Haikal adalah angin segar baginya. Ia tadinya tidak menyangka jika takdir begitu memudahkan dirinya semakin dekat dengan Rey.
“Sangat paham, Pak Haikal,” jawab Hera antusias.
Haikal lalu menatap Rey.
"Kamu bersedia, Rey?"
"Sejak kapan aku menolak permintaan bosku?" tanya Rey berbalik.
"Ah, terimakasih ya Rey kamu akan mengajariku banyak hal di kantor ini," sahut Hera sedikit centil menoleh ke Rey.
Rey hanya membalas celutukan Hera dengan senyuman sekilas. Haikal menautkan alisnya kebingungan. Ia baru tau jika Hera dan Rey sebelumnya telah saling mengenal. Tapi Haikal tidak terlalu peduli itu. Ia hanya risih dengan sikap genitnya Hera kepada Rey.
Setelah pembicaraan Haikal telah selesai, CEO itu lalu mempersilahkan kedua karyawannya untuk keluar ruangan. Hera pun mengekori Rey yang telah keluar dari ruangan Haikal.
"Kamu tetap disitu!" cegat Haikal.
Haikal mengernyitkan dahi menatap Hera yang terdiam di ambang pintu. Entah mengapa pikiran lelaki itu melayang ke suatu hal.
"Kamu..." ucap Haikal sengaja menjeda perkataannya.
Hera menggigit bibirnya panik. Degup jantungnya berpacu kencang, manakala Haikal terus saja menghampirinya disana.
Lelaki itu menatap Hera bagaikan sedang melihat barang berharga. Terlalu fokus. Matanya fokus ke aset berharga milik Hera dibagian kemeja dalaman abu yang dibalut blazer berwarna senada.
Hera memang dianugerahi tubuh yang tinggi semampai bak gitar spanyol. Ukuran tubuhnya dibagian-bagian vital, semuanya diatas ukuran rata-rata kebanyakan wanita.
Sadar gelagat tatapan Haikal, dengan sigap Hera memiringkan badannya, hingga posisi mereka tidak saling berhadapan.
'Dasar CEO mesum!" rutuk Hera dalam hatinya.
"Ada apa, Pak Haikal?" tanya Hera tenang. Walaupun dalam hatinya sedang membuncah penuh kejengkelan.
"Hera... umur 27 tahun... Saya awalnya baru tau kamu melalui CV. Tapi... Kayaknya saya salah. Sebelumnya kita sudah ketemu 'kan? Em... tapi di alam mana ya?" tanya Haikal memainkan intonasi suaranya seraya memegang rahangnya yang dipenuhi bulu-bulu tipis.
Hera mengatupkan bibirnya panik. Ia tidak mau jika Haikal sampai mengingat dirinya. Bisa sial rasanya harus berurusan dengan CEOnya sendiri. Padahal lebih baik ia berurusan dengan sang pujaan hatinya, Rey. 24 jam non-stop pun Hera siap, asal dengan Rey.
"Maksudnya, alam apa ya, Pak?" tanya Hera pura-pura bodoh.
Haikal tak menjawab pertanyaannya. Ia menatap wajah Hera dengan begitu intens. Sepertinya ada daya tarik tersendiri yang membuat lelaki itu semakin mendekatkan tubuhnya ke Hera.
Lebih tepatnya, Haikal mendekatkan wajahnya. Ia menggerak-gerakkan cuping hidung bangirnya. Detik kemudian, Haikal langsung menarik kepalanya sendiri. Ia menajamkan matanya melihat raut wajah Hera.
Sekali lagi, wanita itu menelan salivanya sangat kesusahan.
TO BE CONTINUED
"Aroma tubuh ini... sepertinya aku pernah menikmatinya," 'Astaga, apa lidahnya begitu tajam merasakan seluruh permukaan kulitku?' batin Hera menjerit. Desiran bulu kuduk wanita itu mendadak meremang. Tidak! Haikal tidak boleh tau jika dirinya adalah wanita dimalam itu. Persetan sekuat apapun ingatan Haikal, tetap Hera tidak peduli itu semua.. "Maaf, Pak. Jika aroma parfum saya menganggu, nanti akan saya ganti," ucap Hera sopan dan tenang. Hera mencari alibi agar aroma yang diendus-enduskan oleh Haikal tidak lain adalah aroma parfum white muskmiliknya. "Ah lupakan! Begini, aku tidak suka karyawan wanitaku bersikap centil seperti dirimu tadi. Kalau aku masih melihatmu seperti itu, jangan harap karirmu akan bertahan lama disini!" desis Haikal menatap Hera dengan sorot mata tajam. Hera menghela nafas dalam hatinya. Ia pikir Haikal mengingat malam panas itu. Untungnya Haikal hanya mempersoalkan hal lain. Hera langsung mengang
Sebenarnya Rey emosi jika perusahaan terjadi masalah, sekalipun masalah kecil. Perusahaan dibawah pimpinan Haikal itu juga tidak lepas pengaruhnya dari Rey. Singkatnya, mereka berdua yang telah sama-sama membangun perusahaan properti raksasa itu dari nol. Haikal menghirup nafas dalam-dalam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Rey. Isi kepala CEO itu tak karuan karena Hera. Bayangan malam itu terus terlintas dikepalanya. Entah mengapa, hasrat Haikal untuk terus mengukung Hera dalam genggamannya begitu kuat. Padahal, lelaki itu sebelumnya tidak pernah merajut hubungan dengan wanita manapun. Jangankan bermesraan, berinteraksi dengan wanita lain manapun, membuat Haikal malas melakukannya. Ia memang terkenal lelaki yang sulit ditaklukkan hatinya karena sikapnya yang dingin dan malas mengenal sosok wanita. 'Akh, sialan sekali wanita itu! Kenapa juga dia harus memberikan kenikmatan senikmat itu padaku!' rutuk Haikal dalam hatinya. "Hei, sepertinya ada
Hera mendadak linglung. Sementara Haikal dibuat bergeming. Di depan pintu toilet, Rey melongo melihat mereka berdua. Hening... 'Apa saya gak salah lihat dan salah masuk? Kenapa mereka berdua-duaan disini?' tanya Rey dalam hatinya. Rey fokus melihat genggaman tangan di depan matanya. Merasa mendapatkan sorotan mata dari Rey, refleks membuat Hera dan Haikal seketika melepaskan tangan. Tidak hanya sampai disitu, Rey kini memindai matanya ke arah lantai. Ia melihat jas hitam milik Haikal tergeletak begitu saja. Detik kemudian, Rey menyunggingkan bibirnya. Memang ia tak perlu banyak pikir. Pasalnya, situasi dan bukti-bukti yang ada telah mengarah ke suatu hal. "Oh... sepertinya ada permainan panas yang baru saja terjadi? Hm... kedatangan saya disini menganggu. I am so sorry," sarkas Rey seraya membalikkan badan, berniat keluar. Hera berdecak lidah emosi. Haikal sendiri terlihat memijit pelipis matanya. Mereka berdua merasa keberatan
"Enak rasanya ditolak?" Hera terkejut. Wanita itu nyaris tersungkur jatuh ke belakang mendengar pertanyaan Haikal. Hera tak pernah menyangka jika CEOnya itu tengah masuk ke dalam ruangannya dan duduk manis disana Wanita itu menghembuskan nafas kencang. Tak bisakah Haikal berhenti menganggu dirinya? "Pak Haikal, silakan keluar dari ruangan saya. Tolong jangan menganggu saya," pinta Hera jengkel."Urusan pijit belum selesai 'kan?" tanya Haikal santai "Saya 'kan sudah bilang tidak mau memijitmu!" "Tutup pintunya sekarang! Dan jangan membantah!" pinta Haikal tegas tanpa memperdulikan celotehan Hera. Hera menarik nafas panjang. Jujur, ia ingin sekali menampar lelaki itu. Sikap Haikal terlalu kurang ajar dimatanya. Tapi sepertinya, Hera berpikir suatu hal. Kali ini ia harus menujukkan permainan cantiknya. BRAK! Hera menutup pintu lumayan kasar. Mengunci pintu dengan gerakan cepat. Lalu mal
Haikal berdiri di depan jendela ruangannya. Matanya menerawang menatap gedung pencakar langit. Pandangan matanya kosong. Tapi sungguh, isi kepalanya sejak tadi hanyalah sosok Hera.Lelaki itu menarik nafas panjang Merasakan gejolak yang membuncah isi hatinya. Entah mengapa, seperti ada getaran yang berbeda saat berada di dekat Hera. Rasa memilikinya menjadi tak terbendung."Akh!"Haikal mengusap wajahnya kasar. Tak berselang lama, pintu ruangan Haikal terbuka. Lelaki itu memindai tatapannya kesana."Ada apa?" ketus Haikal terlebih dahulu."Maaf Pak Haikal. Bu Ivo berada di bawah. Apakah saya harus melarangnya masuk ke ruangan anda?"Liva - resepsionis Antama Group, berdiri sopan disana. Sudah menjadi kebiasaan resepsionis untuk memberitahu ke Haikal apabila Ivo datang ke kantornya.Haikal menarik nafas panjang. Disaat yang bersamaan, wanita lain yang tak ia sukai datang mengganggunya."Kali ini biarka
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan,"
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan," “Yuhuuu,” Sudah beberapa waktu berlalu, Hera menunggu kedua
Haikal berdiri di depan jendela ruangannya. Matanya menerawang menatap gedung pencakar langit. Pandangan matanya kosong. Tapi sungguh, isi kepalanya sejak tadi hanyalah sosok Hera.Lelaki itu menarik nafas panjang Merasakan gejolak yang membuncah isi hatinya. Entah mengapa, seperti ada getaran yang berbeda saat berada di dekat Hera. Rasa memilikinya menjadi tak terbendung."Akh!"Haikal mengusap wajahnya kasar. Tak berselang lama, pintu ruangan Haikal terbuka. Lelaki itu memindai tatapannya kesana."Ada apa?" ketus Haikal terlebih dahulu."Maaf Pak Haikal. Bu Ivo berada di bawah. Apakah saya harus melarangnya masuk ke ruangan anda?"Liva - resepsionis Antama Group, berdiri sopan disana. Sudah menjadi kebiasaan resepsionis untuk memberitahu ke Haikal apabila Ivo datang ke kantornya.Haikal menarik nafas panjang. Disaat yang bersamaan, wanita lain yang tak ia sukai datang mengganggunya."Kali ini biarka
"Enak rasanya ditolak?" Hera terkejut. Wanita itu nyaris tersungkur jatuh ke belakang mendengar pertanyaan Haikal. Hera tak pernah menyangka jika CEOnya itu tengah masuk ke dalam ruangannya dan duduk manis disana Wanita itu menghembuskan nafas kencang. Tak bisakah Haikal berhenti menganggu dirinya? "Pak Haikal, silakan keluar dari ruangan saya. Tolong jangan menganggu saya," pinta Hera jengkel."Urusan pijit belum selesai 'kan?" tanya Haikal santai "Saya 'kan sudah bilang tidak mau memijitmu!" "Tutup pintunya sekarang! Dan jangan membantah!" pinta Haikal tegas tanpa memperdulikan celotehan Hera. Hera menarik nafas panjang. Jujur, ia ingin sekali menampar lelaki itu. Sikap Haikal terlalu kurang ajar dimatanya. Tapi sepertinya, Hera berpikir suatu hal. Kali ini ia harus menujukkan permainan cantiknya. BRAK! Hera menutup pintu lumayan kasar. Mengunci pintu dengan gerakan cepat. Lalu mal
Hera mendadak linglung. Sementara Haikal dibuat bergeming. Di depan pintu toilet, Rey melongo melihat mereka berdua. Hening... 'Apa saya gak salah lihat dan salah masuk? Kenapa mereka berdua-duaan disini?' tanya Rey dalam hatinya. Rey fokus melihat genggaman tangan di depan matanya. Merasa mendapatkan sorotan mata dari Rey, refleks membuat Hera dan Haikal seketika melepaskan tangan. Tidak hanya sampai disitu, Rey kini memindai matanya ke arah lantai. Ia melihat jas hitam milik Haikal tergeletak begitu saja. Detik kemudian, Rey menyunggingkan bibirnya. Memang ia tak perlu banyak pikir. Pasalnya, situasi dan bukti-bukti yang ada telah mengarah ke suatu hal. "Oh... sepertinya ada permainan panas yang baru saja terjadi? Hm... kedatangan saya disini menganggu. I am so sorry," sarkas Rey seraya membalikkan badan, berniat keluar. Hera berdecak lidah emosi. Haikal sendiri terlihat memijit pelipis matanya. Mereka berdua merasa keberatan
Sebenarnya Rey emosi jika perusahaan terjadi masalah, sekalipun masalah kecil. Perusahaan dibawah pimpinan Haikal itu juga tidak lepas pengaruhnya dari Rey. Singkatnya, mereka berdua yang telah sama-sama membangun perusahaan properti raksasa itu dari nol. Haikal menghirup nafas dalam-dalam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Rey. Isi kepala CEO itu tak karuan karena Hera. Bayangan malam itu terus terlintas dikepalanya. Entah mengapa, hasrat Haikal untuk terus mengukung Hera dalam genggamannya begitu kuat. Padahal, lelaki itu sebelumnya tidak pernah merajut hubungan dengan wanita manapun. Jangankan bermesraan, berinteraksi dengan wanita lain manapun, membuat Haikal malas melakukannya. Ia memang terkenal lelaki yang sulit ditaklukkan hatinya karena sikapnya yang dingin dan malas mengenal sosok wanita. 'Akh, sialan sekali wanita itu! Kenapa juga dia harus memberikan kenikmatan senikmat itu padaku!' rutuk Haikal dalam hatinya. "Hei, sepertinya ada
"Aroma tubuh ini... sepertinya aku pernah menikmatinya," 'Astaga, apa lidahnya begitu tajam merasakan seluruh permukaan kulitku?' batin Hera menjerit. Desiran bulu kuduk wanita itu mendadak meremang. Tidak! Haikal tidak boleh tau jika dirinya adalah wanita dimalam itu. Persetan sekuat apapun ingatan Haikal, tetap Hera tidak peduli itu semua.. "Maaf, Pak. Jika aroma parfum saya menganggu, nanti akan saya ganti," ucap Hera sopan dan tenang. Hera mencari alibi agar aroma yang diendus-enduskan oleh Haikal tidak lain adalah aroma parfum white muskmiliknya. "Ah lupakan! Begini, aku tidak suka karyawan wanitaku bersikap centil seperti dirimu tadi. Kalau aku masih melihatmu seperti itu, jangan harap karirmu akan bertahan lama disini!" desis Haikal menatap Hera dengan sorot mata tajam. Hera menghela nafas dalam hatinya. Ia pikir Haikal mengingat malam panas itu. Untungnya Haikal hanya mempersoalkan hal lain. Hera langsung mengang
Hera terlihat begitu bersemangat menjalani hari pertamanya bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah datang ke kantor Antama Group, salah satu perusahaan properti terbesar dan terkenal di penjuru negeri ini. Hera memang mudah mengakrabkan diri ke karyawan lain. Makanya ia begitu percaya diri mondar-mandir di depan pintu masuk. Disana ia menyapa para karyawan yang datang silih berganti. Sebenarnya Hera punya maksud lain melakukan hal tersebut. Tidak lain adalah menunggu kedatangan Rey. Hera terkesiap saat melihat Rey telah ada di basement parkiran. Wajah wanita itu begitu berbinar-binar. Segala usahanya selama ini berhasil. Ia akhirnya bisa satu kantor dengan lelaki impiannya bernama Rey. "Selamat pagi, Pak Rey," sapa Hera membantu Rey menarik pintu utama kantor. "Selamat pagi Hera temanku," balas Rey mengulum senyum menatap Hera sekilas. Bukan sapaan singkat seperti itu yang Hera inginkan. Tapi sayangnya, Rey berlalu begitu saja. Jujur, itu
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan," “Yuhuuu,” Sudah beberapa waktu berlalu, Hera menunggu kedua
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan,"