"Aroma tubuh ini... sepertinya aku pernah menikmatinya,"
'Astaga, apa lidahnya begitu tajam merasakan seluruh permukaan kulitku?' batin Hera menjerit.
Desiran bulu kuduk wanita itu mendadak meremang. Tidak! Haikal tidak boleh tau jika dirinya adalah wanita dimalam itu. Persetan sekuat apapun ingatan Haikal, tetap Hera tidak peduli itu semua..
"Maaf, Pak. Jika aroma parfum saya menganggu, nanti akan saya ganti," ucap Hera sopan dan tenang.
Hera mencari alibi agar aroma yang diendus-enduskan oleh Haikal tidak lain adalah aroma parfum white musk miliknya.
"Ah lupakan! Begini, aku tidak suka karyawan wanitaku bersikap centil seperti dirimu tadi. Kalau aku masih melihatmu seperti itu, jangan harap karirmu akan bertahan lama disini!" desis Haikal menatap Hera dengan sorot mata tajam.
Hera menghela nafas dalam hatinya. Ia pikir Haikal mengingat malam panas itu. Untungnya Haikal hanya mempersoalkan hal lain. Hera langsung mengangguk cepat.
"Baik akan saya lakukan, Pak,"
"Silakan keluar,"
Hera sekali lagi mengangguk cepat dan terburu-buru pamit. Tapi lagi-lagi, ternyata Haikal kembali mencegatnya. Atasannya itu langsung memegang pergelangan tangannya. Hera betul-betul dibuat salah tingkah.
"Em… i-iya, Pak?" gugup Hera kebingungan.
"Ganti saja aroma parfummu itu. Aku tak mau mencium bau parfum seperti itu," ucap Haikal berwajah dingin.
Hera tersenyum getir dan mengangguk pelan. Wanita itu segera menutup pintu ruangan Haikal.
***
Merasa sudah aman dari jangkauan Haikal, di lobi yang sunyi, Hera berkali-kali menarik nafas panjangnya. Sikap Haikal tadi membuat jantungnya hampir saja berhenti.
“Apa ada orang yang telah mengejarmu?”
Hera terlonjat kaget dan langsung menoleh ke belakang. Detak jantung yang tadi berpacu kencang karena persoalan Haikal, kembali berpacu kencang karena berhadapan tepat dengan Rey.
“Rey...." sapa Hera sambil menggigit bibirnya. Ia sangat senang diperhatikan oleh Rey.
“Kenapa kamu terlihat tersengal-sengal?”
Rey kembali mengulang pertanyaannya yang belum dijawab Hera. Wanita itu lalu memutar bola matanya dan mencoba mencari alasan.
“Aku berjalan terlalu cepat saking semangatnya bekerja di kantor besar seperti ini,” jawab Hera berbohong.
Rey mengangguk-anggukan kepalanya.
"Baguslah kalau kamu semangat bekerjanya. Tidak sia-sia aku meminta HRD untuk menghubungimu saat kantor ini membutuhkan staff keuangan berpengalaman. Untung saja saat interview dan tes, kamu bisa melewati itu semua,”
Hera mendelik sesaat. Keningnya berkerut mendengar penjelasan Rey. Kepala devisi keuangan itu membuat Hera terheran-heran. Lalu seketika Hera langsung melompat bahagia karena ternyata Rey telah memperhatikan hidupnya secara diam-diam.
“Jadi ini alasannya aku tiba-tiba dipanggil secara istimewa? Ini karena kamu yang mempromosikan aku, Rey?” tanya Hera antusias.
Yang Hera tau, Rey sangat cuek dengan kehidupan pribadi wanita itu. Hera memang baru saja resign di kantor sebelumnya seminggu yang lalu.
Sejujurnya itu membuat Hera pusing tujuh keliling. Tetapi mendengar penjelasan Rey barusan, wanita itu dibuat kaget sekaligus senang.
“Rey, aku tidak menyangka jika kamu diam-diam memperhatikanku. Aku senang kamu sudah membuka hatimu untukku,” ucap Hera berwajah semu bukan main.
“Aku hanya berniat membantumu. Jangan berpikir terlalu jauh dan jangan jadi wanita bodoh seperti ini,” jawab Rey datar.
"Wanita bodoh?" tanya Hera lirih.
"Ya. Bodoh karena cinta," jawab Rey enteng.
Hera tersenyum getir. Lagi-lagi Rey memberikan argumen penolakan pada Hera. Bodoh karena cinta. Anggaplah Hera memang wanita yang paling bodoh di dunia ini. Ia terlalu cinta dan terus mengejar Rey.
Padahal diluar sana, banyak lelaki yang menginginkan diri Hera. Tapi hati wanita itu hanya untuk Rey seorang. Baginya, jatuh cinta itu perlu diperjuangkan.
Hera ingat bagaimana disaat masa-masa SMA, penampilan wanita itu begitu cupu dan sama sekali tidak menarik. Apalagi Hera bukanlah anak bergelimpangan harta. Tidak ada yang mau menemani dirinya. Hanya Rey yang menemaninya saat masa-masa suram itu.
Masuk di dunia perkuliahan, Hera dan Rey semakin akrab dan menjain hubungan asmara. Namun orang tua Rey sangat tidak setuju hubungan anaknya itu.
Pasalnya Hera hanya berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Tapi karena Rey tidak mematuhi aturan orangtuanya, membuat kedua orangtuanya selalu marah dan akhirnya berujung meninggal terkena serangan jantung.
Sejak saat itu Rey mengutuk dirinya. Ia menganggap kematian ibunya karena kehadiran Hera dalam hidupnya. Akhirnya Rey memberikan gap yang lebar antara dirinya dengan Hera. Ia tidak mau lagi berinteraksi dengan Hera.
"Rey... apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa menerimaku lagi? Aku mencintaimu, Rey," lirih Hera.
Rey mengangkat kedua tangannya. Ia tak ingin mendengar segala penuturan dari Hera. Tapi sayangnya, Hera bukanlah wanita yang mudah menyerah. Ia yakin suatu saat Rey pasti akan membalas cintanya.
“Aku tidak akan menyerah, Rey. Bagaimana jika takdir justru menyatukan kita? Kamu jangan menolak takdir, Rey,"
Yang Hera tau, hanya satu di dunia ini lelaki yang tulus mendekatinya, hanya Rey. Selebihnya, lelaki lain yang naksir padanya hanyalah melihat apa yang ada pada dirinya.
Hera memang sudah banyak berubah. Penampilannya kini jauh lebih menarik dan bisa menjadi wanita karir. Semuanya tidak lepas pengaruh dari Rey. Walaupun belum sesukses wanita karir lainnya, setidaknya Hera bisa menaikkan derajat ekonomi keluarganya menjadi jauh lebih baik.
Tapi sekuat apapun tekad Hera berjuang mendapatkan hati Rey selamanya, Rey hanya menganggap Hera adalah temannya. Ia tidak mau memberikan peluang untuk menjadikan dirinya sebagai lelaki masa depan bagi Hera.
“Sudahlah, Hera. Kamu bekerja saja sebaik-baiknya,"
“Rey....” lirih Hera.
Raut wajahnya terlihat teduh menatap manik mata hitam lelaki itu. Tetapi Rey malah melangkah pergi meninggalkan Hera.
***
Semua karyawan Haikal bagian devisi marketing dan dihadiri beberapa kolega perusahaan lain, mendadak heran8 dengan hasil meeting hari ini. Haikal baru saja memimpin rapat dengan hasil yang mengecewakan.
Hasil rapat itu diketahui oleh Rey setelah karyawan lainnya bergosip diluar ruangan. Rey penasaran dan langsung mendatangi Haikal di ruangannya.
"Hei, apa yang telah terjadi dengan dirimu, Bro?”
Haikal tidak menjawab. Ia malah memijit pelipis matanya sembari memutar dirinya di kusi kebesarannya. Matanya menerawang jauh menatap bangunan pencakar langit dibalik jendela ruangannya.
Sebenarnya Haikal memikirkan segala hal tentang Hera hari ini. Makanya ia tidak fokus dengan rapat pentingnya itu.
“Rey, kamu sudah mengajari banyak hal ke wanita itu? Sorry… maksud saya wanita bernama Hera,” tanya Haikal mengalihkan pembicaraan Rey.
“Haikal! Kau belum menjawab pertanyaanku. Tidak biasanya kamu bersikap acuh jika perusahaan mengalami kegagalan,” ucap Rey penuh desakan.
“Apa lagi yang mau kau pertanyakan? Perusahaan kita masih ada kesempatan di lain waktu. Kamu tenang sajalah,”
"Tenang katamu? Bagaimana bisa tenang kalau perusahaan sedang bermasalah? Ini tidak main-main Haikal! Sejak kapan kamu terlihat santai seperti ini?"
Rey menggelengkan kepala emosi. Selama ia bekerja dan selama Haikal menjabat sebagai CEO, pemilik perusahaan yang berjiwa melankolis dan perfeksionis itu, pasti semua pekerjaan terarah dengan baik.
Jika perusahaan mengalami kerugian seperti itu, dimana investor menarik sahamnya, Rey sebagai direktur keuangan pun merasa tidak terima.
Rey memukul meja dan tidak suka dengan jawaban santainya Haikal.
“Apa karena karyawan baru itu yang membuatmu tidak fokus menjalani meeting penting tadi?” bentak Rey mulai emosi.
TO BE CONTINUED
Sebenarnya Rey emosi jika perusahaan terjadi masalah, sekalipun masalah kecil. Perusahaan dibawah pimpinan Haikal itu juga tidak lepas pengaruhnya dari Rey. Singkatnya, mereka berdua yang telah sama-sama membangun perusahaan properti raksasa itu dari nol. Haikal menghirup nafas dalam-dalam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Rey. Isi kepala CEO itu tak karuan karena Hera. Bayangan malam itu terus terlintas dikepalanya. Entah mengapa, hasrat Haikal untuk terus mengukung Hera dalam genggamannya begitu kuat. Padahal, lelaki itu sebelumnya tidak pernah merajut hubungan dengan wanita manapun. Jangankan bermesraan, berinteraksi dengan wanita lain manapun, membuat Haikal malas melakukannya. Ia memang terkenal lelaki yang sulit ditaklukkan hatinya karena sikapnya yang dingin dan malas mengenal sosok wanita. 'Akh, sialan sekali wanita itu! Kenapa juga dia harus memberikan kenikmatan senikmat itu padaku!' rutuk Haikal dalam hatinya. "Hei, sepertinya ada
Hera mendadak linglung. Sementara Haikal dibuat bergeming. Di depan pintu toilet, Rey melongo melihat mereka berdua. Hening... 'Apa saya gak salah lihat dan salah masuk? Kenapa mereka berdua-duaan disini?' tanya Rey dalam hatinya. Rey fokus melihat genggaman tangan di depan matanya. Merasa mendapatkan sorotan mata dari Rey, refleks membuat Hera dan Haikal seketika melepaskan tangan. Tidak hanya sampai disitu, Rey kini memindai matanya ke arah lantai. Ia melihat jas hitam milik Haikal tergeletak begitu saja. Detik kemudian, Rey menyunggingkan bibirnya. Memang ia tak perlu banyak pikir. Pasalnya, situasi dan bukti-bukti yang ada telah mengarah ke suatu hal. "Oh... sepertinya ada permainan panas yang baru saja terjadi? Hm... kedatangan saya disini menganggu. I am so sorry," sarkas Rey seraya membalikkan badan, berniat keluar. Hera berdecak lidah emosi. Haikal sendiri terlihat memijit pelipis matanya. Mereka berdua merasa keberatan
"Enak rasanya ditolak?" Hera terkejut. Wanita itu nyaris tersungkur jatuh ke belakang mendengar pertanyaan Haikal. Hera tak pernah menyangka jika CEOnya itu tengah masuk ke dalam ruangannya dan duduk manis disana Wanita itu menghembuskan nafas kencang. Tak bisakah Haikal berhenti menganggu dirinya? "Pak Haikal, silakan keluar dari ruangan saya. Tolong jangan menganggu saya," pinta Hera jengkel."Urusan pijit belum selesai 'kan?" tanya Haikal santai "Saya 'kan sudah bilang tidak mau memijitmu!" "Tutup pintunya sekarang! Dan jangan membantah!" pinta Haikal tegas tanpa memperdulikan celotehan Hera. Hera menarik nafas panjang. Jujur, ia ingin sekali menampar lelaki itu. Sikap Haikal terlalu kurang ajar dimatanya. Tapi sepertinya, Hera berpikir suatu hal. Kali ini ia harus menujukkan permainan cantiknya. BRAK! Hera menutup pintu lumayan kasar. Mengunci pintu dengan gerakan cepat. Lalu mal
Haikal berdiri di depan jendela ruangannya. Matanya menerawang menatap gedung pencakar langit. Pandangan matanya kosong. Tapi sungguh, isi kepalanya sejak tadi hanyalah sosok Hera.Lelaki itu menarik nafas panjang Merasakan gejolak yang membuncah isi hatinya. Entah mengapa, seperti ada getaran yang berbeda saat berada di dekat Hera. Rasa memilikinya menjadi tak terbendung."Akh!"Haikal mengusap wajahnya kasar. Tak berselang lama, pintu ruangan Haikal terbuka. Lelaki itu memindai tatapannya kesana."Ada apa?" ketus Haikal terlebih dahulu."Maaf Pak Haikal. Bu Ivo berada di bawah. Apakah saya harus melarangnya masuk ke ruangan anda?"Liva - resepsionis Antama Group, berdiri sopan disana. Sudah menjadi kebiasaan resepsionis untuk memberitahu ke Haikal apabila Ivo datang ke kantornya.Haikal menarik nafas panjang. Disaat yang bersamaan, wanita lain yang tak ia sukai datang mengganggunya."Kali ini biarka
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan,"
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan," “Yuhuuu,” Sudah beberapa waktu berlalu, Hera menunggu kedua
Hera terlihat begitu bersemangat menjalani hari pertamanya bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah datang ke kantor Antama Group, salah satu perusahaan properti terbesar dan terkenal di penjuru negeri ini. Hera memang mudah mengakrabkan diri ke karyawan lain. Makanya ia begitu percaya diri mondar-mandir di depan pintu masuk. Disana ia menyapa para karyawan yang datang silih berganti. Sebenarnya Hera punya maksud lain melakukan hal tersebut. Tidak lain adalah menunggu kedatangan Rey. Hera terkesiap saat melihat Rey telah ada di basement parkiran. Wajah wanita itu begitu berbinar-binar. Segala usahanya selama ini berhasil. Ia akhirnya bisa satu kantor dengan lelaki impiannya bernama Rey. "Selamat pagi, Pak Rey," sapa Hera membantu Rey menarik pintu utama kantor. "Selamat pagi Hera temanku," balas Rey mengulum senyum menatap Hera sekilas. Bukan sapaan singkat seperti itu yang Hera inginkan. Tapi sayangnya, Rey berlalu begitu saja. Jujur, itu
Haikal berdiri di depan jendela ruangannya. Matanya menerawang menatap gedung pencakar langit. Pandangan matanya kosong. Tapi sungguh, isi kepalanya sejak tadi hanyalah sosok Hera.Lelaki itu menarik nafas panjang Merasakan gejolak yang membuncah isi hatinya. Entah mengapa, seperti ada getaran yang berbeda saat berada di dekat Hera. Rasa memilikinya menjadi tak terbendung."Akh!"Haikal mengusap wajahnya kasar. Tak berselang lama, pintu ruangan Haikal terbuka. Lelaki itu memindai tatapannya kesana."Ada apa?" ketus Haikal terlebih dahulu."Maaf Pak Haikal. Bu Ivo berada di bawah. Apakah saya harus melarangnya masuk ke ruangan anda?"Liva - resepsionis Antama Group, berdiri sopan disana. Sudah menjadi kebiasaan resepsionis untuk memberitahu ke Haikal apabila Ivo datang ke kantornya.Haikal menarik nafas panjang. Disaat yang bersamaan, wanita lain yang tak ia sukai datang mengganggunya."Kali ini biarka
"Enak rasanya ditolak?" Hera terkejut. Wanita itu nyaris tersungkur jatuh ke belakang mendengar pertanyaan Haikal. Hera tak pernah menyangka jika CEOnya itu tengah masuk ke dalam ruangannya dan duduk manis disana Wanita itu menghembuskan nafas kencang. Tak bisakah Haikal berhenti menganggu dirinya? "Pak Haikal, silakan keluar dari ruangan saya. Tolong jangan menganggu saya," pinta Hera jengkel."Urusan pijit belum selesai 'kan?" tanya Haikal santai "Saya 'kan sudah bilang tidak mau memijitmu!" "Tutup pintunya sekarang! Dan jangan membantah!" pinta Haikal tegas tanpa memperdulikan celotehan Hera. Hera menarik nafas panjang. Jujur, ia ingin sekali menampar lelaki itu. Sikap Haikal terlalu kurang ajar dimatanya. Tapi sepertinya, Hera berpikir suatu hal. Kali ini ia harus menujukkan permainan cantiknya. BRAK! Hera menutup pintu lumayan kasar. Mengunci pintu dengan gerakan cepat. Lalu mal
Hera mendadak linglung. Sementara Haikal dibuat bergeming. Di depan pintu toilet, Rey melongo melihat mereka berdua. Hening... 'Apa saya gak salah lihat dan salah masuk? Kenapa mereka berdua-duaan disini?' tanya Rey dalam hatinya. Rey fokus melihat genggaman tangan di depan matanya. Merasa mendapatkan sorotan mata dari Rey, refleks membuat Hera dan Haikal seketika melepaskan tangan. Tidak hanya sampai disitu, Rey kini memindai matanya ke arah lantai. Ia melihat jas hitam milik Haikal tergeletak begitu saja. Detik kemudian, Rey menyunggingkan bibirnya. Memang ia tak perlu banyak pikir. Pasalnya, situasi dan bukti-bukti yang ada telah mengarah ke suatu hal. "Oh... sepertinya ada permainan panas yang baru saja terjadi? Hm... kedatangan saya disini menganggu. I am so sorry," sarkas Rey seraya membalikkan badan, berniat keluar. Hera berdecak lidah emosi. Haikal sendiri terlihat memijit pelipis matanya. Mereka berdua merasa keberatan
Sebenarnya Rey emosi jika perusahaan terjadi masalah, sekalipun masalah kecil. Perusahaan dibawah pimpinan Haikal itu juga tidak lepas pengaruhnya dari Rey. Singkatnya, mereka berdua yang telah sama-sama membangun perusahaan properti raksasa itu dari nol. Haikal menghirup nafas dalam-dalam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Rey. Isi kepala CEO itu tak karuan karena Hera. Bayangan malam itu terus terlintas dikepalanya. Entah mengapa, hasrat Haikal untuk terus mengukung Hera dalam genggamannya begitu kuat. Padahal, lelaki itu sebelumnya tidak pernah merajut hubungan dengan wanita manapun. Jangankan bermesraan, berinteraksi dengan wanita lain manapun, membuat Haikal malas melakukannya. Ia memang terkenal lelaki yang sulit ditaklukkan hatinya karena sikapnya yang dingin dan malas mengenal sosok wanita. 'Akh, sialan sekali wanita itu! Kenapa juga dia harus memberikan kenikmatan senikmat itu padaku!' rutuk Haikal dalam hatinya. "Hei, sepertinya ada
"Aroma tubuh ini... sepertinya aku pernah menikmatinya," 'Astaga, apa lidahnya begitu tajam merasakan seluruh permukaan kulitku?' batin Hera menjerit. Desiran bulu kuduk wanita itu mendadak meremang. Tidak! Haikal tidak boleh tau jika dirinya adalah wanita dimalam itu. Persetan sekuat apapun ingatan Haikal, tetap Hera tidak peduli itu semua.. "Maaf, Pak. Jika aroma parfum saya menganggu, nanti akan saya ganti," ucap Hera sopan dan tenang. Hera mencari alibi agar aroma yang diendus-enduskan oleh Haikal tidak lain adalah aroma parfum white muskmiliknya. "Ah lupakan! Begini, aku tidak suka karyawan wanitaku bersikap centil seperti dirimu tadi. Kalau aku masih melihatmu seperti itu, jangan harap karirmu akan bertahan lama disini!" desis Haikal menatap Hera dengan sorot mata tajam. Hera menghela nafas dalam hatinya. Ia pikir Haikal mengingat malam panas itu. Untungnya Haikal hanya mempersoalkan hal lain. Hera langsung mengang
Hera terlihat begitu bersemangat menjalani hari pertamanya bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah datang ke kantor Antama Group, salah satu perusahaan properti terbesar dan terkenal di penjuru negeri ini. Hera memang mudah mengakrabkan diri ke karyawan lain. Makanya ia begitu percaya diri mondar-mandir di depan pintu masuk. Disana ia menyapa para karyawan yang datang silih berganti. Sebenarnya Hera punya maksud lain melakukan hal tersebut. Tidak lain adalah menunggu kedatangan Rey. Hera terkesiap saat melihat Rey telah ada di basement parkiran. Wajah wanita itu begitu berbinar-binar. Segala usahanya selama ini berhasil. Ia akhirnya bisa satu kantor dengan lelaki impiannya bernama Rey. "Selamat pagi, Pak Rey," sapa Hera membantu Rey menarik pintu utama kantor. "Selamat pagi Hera temanku," balas Rey mengulum senyum menatap Hera sekilas. Bukan sapaan singkat seperti itu yang Hera inginkan. Tapi sayangnya, Rey berlalu begitu saja. Jujur, itu
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan," “Yuhuuu,” Sudah beberapa waktu berlalu, Hera menunggu kedua
“Hurry up, girls! Aku sudah tidak sabar," "Sabar dong, Hera. Kita touch-up dulu. Look at that… pengunjung begitu ramai. Apa dirimu tak ingin mencari mangsa disana?" tanya Celin—sahabat Hera. "Hei… Hera itu tidak perlu repot-repot mencari mangsa. Orang dia sudah menemukan mangsanya. Senior pujaan hatinya. Iya ‘kan?" ledek sahabatnya yang lain bernama Nay. Wanita cantik yang sedang digodai oleh kedua sahabatnya itu bernama Hera. Rambutnya panjang berwarna rose gold dan bermata manik hazel. Hera hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Malam ini mereka bertiga akan bersuka cita. Pasalnya, Hera baru saja diterima bekerja di kantor barunya. Bukan hanya pekerjaan barunya yang membuatnya bahagia. Tetapi yang jauh lebih membahagiakan adalah ia bisa satu kantor dengan lelaki idamannya bernama Rey. "Ya, memang aku tidak butuh mangsa. Mangsaku hanya Rey," ujar Hera begitu bangga. "That's it. Makanya malam ini harus dirayakan,"