"Gini aja, gimana kalau kamu tetap ikut sama aku. Tapi setelah rapat penting sama Mr. Smith kamu bisa pulang lebih awal? Jadi kan— kamu bisa tetep makan malam sama suami kamu."
Tawaran Dikta itu terdengar lebih baik di telinga Elisha. Karena tidak memberatkan satu sisi saja."Sebenarnya, setelah meeting kita harus makan malam juga sama Mr Smith, tapi kalau soal itu biar aku yang handel. Toh perjalanan Jakarta-Bali kan cuma 2 jam. Jadi cukup dong buat kamu ke restoran tempat kamu sama suami dinner?" ucap Dikta lagi."Beneran bisa kayak gitu ya Pak?" Elisha menatap bosnya dengan ekspresi muka yang sedikit ragu. "Soalnya aku takut ada hal-hal yang menghambat gitu, makanya aku sedikit ragu."Dikta berdiri dari duduknya lalu menghampiri perempuan yang bukannya hanya jadi sekertarisnya, tapi juga sudah menjadi teman tidurnya ini. "Nggak usah khawatir Elisha, semuanya pasti bakal berjalan lancar sesuai jadwal."Elisha memejamkan mata efek kegeliJean membuka lemari Nilam. Mencari baju ganti yang cocok untuk perempuan itu. Lalu dengan hati-hati ia mulai melepaskan pakaian Nilam yang basah hingga meninggalkan bra dan celana dalamnya saja. "Aduh, ini gimana? Masa harus di lepasin semua? Terus kalau aku khilaf gimana?" Jean memejamkan matanya. Bukannya apa, melihat tubuh putih gak gitar spanyol dan cuma pakai bra doang, siapa yang nggak tertarik coba? Bahkan Jeanana sudah setinggi harapan orang tua sejak ia menggendong Nilam masuk ke sini. "Nilam, dari hari pertama kamu masuk sini, aku udah pengen perkosa kamu lho. Tapi aku tahan-tahan karena masih inget anak istri." "Tapi kamu ini lho, kenapa sih tiap hari bikin rudal punyaku ON? Jangankan cuma pakai dalaman kayak gini, kamu kedip aja aku udah 'bangun' lho Nilam." Sambil menggerutu Jean mendudukkan Nilam dan membuat tubuh perempuan itu bisa bersandar di dadanya. Soalnya susah juga kalau harus melepaskan ikatan bra Nil
"Mau cobain susu perawan nggak Pak?""Emm—" Jean mengatupkan bibirnya sambil mundur beberapa centi ketika Nilam menyodorkan nipple-nya ke depan mulut Jean."Bapak keliatan haus banget gitu?" Nilaaam? Emang boleh ya sebinal ini?" tanya bapak satu anak itu dengan wajah depresi. "Kalau aku beneran khilaf terus kamu nggak bisa jalan seharian karena aku terlalu nafsu gimana? Kamu siap?""Kalau belum dicoba, ya mana saya tau Pak." Nilam terus saja memancing birahi Jean. Padahal ayah kandung Qila itu berusaha untuk tidak tergoda."Nilaaam..." rengek Jean depresi. "Aku udah punya anak istri. Aku nggak mau aneh-aneh sama kamu, Nilam.""Ck! Bapak munafik." Nilam jengah juga. Dengan hati dongkol ia turun dari pangkuan Jean dan mundur dari dekat sang majikan."Maaf kemarin-kemarin aku udah ngelakuin hal yang aneh ke kamu. Tapi aku nggak ada maksud apapun, Nilam. Yang namanya manusia memang suka khilaf, apalagi aku yang otak mesumny
Malam harinya suasana di rumah Jean masih biasa saja seperti sebelumnya, tak ada yang spesial saat makan malam tersebut berlangsung, semua menyantap masakan buatan Nilam dengan santai seperti biasanya. Sesekali mereka mengobrol ringan mengenai apa saja yang terjadi seharian ini."Oh ya Mas, habis ini aku mau ngomong sesuatu ke kamu."Jean menoleh ke arah istrinya. Dia heran kenapa tiba-tiba Elisha ingin mengatakan sesuatu yang penting padanya. Bukannya apa, dia hanya khawatir kalau diam-diam Nilam mengadu ke istrinya perkara siang tadi."Emang kamu mau ngomong apa?""Nanti aja, Mas. Soalnya ini penting banget."Jean menjilat bibir bawahnya, perasaannya semakin tidak enak ketika Elisha berkata seperti itu. "Kamu bikin aku penasaran aja.""Hehehe. Udah Mas, makan aja dulu! Nanti juga tau."Sementara mereka sedang menikmati makan malam mereka. Berbeda dengan Nilam yang sedang duduk melamun di halaman belakang. Dia menatap l
"Pokoknya infoin aja di mana lokasi makan malam kita, dan jam berapa, oke Mas."Jean masih diam."Mas...""Oke-oke. Aku nggak batalin acara kita. Tapi— janji ya kamu harus datang. Soalnya, booking tempat kan nggak murah.""Kamu sih dibayarin nggak mau.""Bukannya nggak mau, tapi aku juga pengen buktiin kalau aku ini suami yang bertanggung jawab."Elisha tersenyum lebar mendengar ucapan suaminya. Dia lega karena berhasil membujuk pria itu. "Makasih ya Mas, buat pengertiannya.""Hm. Sama-sama Sha.""Ya udah, aku mau tidur ya. Ngantuk banget soalnya."Jean menganggukkan kepalanya. Ia menatap sang istri yang tidur dengan posisi memunggunginya. Ia menghela nafas lega setelah Elisha mengungkapkan isi hatinya. Ia pikir istrinya itu akan mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan Nilam. Ternyata perkiraannya salah besar. Padahal dia sudah OVT sejak beberapa saat yang lalu.Pagi harinya, Jean terlihat a
"Sebenarnya, saya mau mengundurkan diri Bu." Tidak hanya Elisha saja yang terkejut oleh ucapan Nilam barusan, tapi Jean juga sama kagetnya dengan sang istri. "Lho— kok tiba-tiba gini sih Nilam?" tanya Elisha tak percaya. "Maaf Bu," cicit gadis itu. Matanya terus merunduk ke bawah, sama sekali tidak tertarik untuk melihat ke arah depan apalagi ke arah Jean. "Kamu nggak betah kerja di sini? Atau aku ada salah sama kamu?" Elisha kembali bertanya. Dia benar-benar tidak menyangka jika Nilam akan resign dari pekerjaannya. "Kita ini udah cocok lho ama kamu, Nilam. Qila juga suka banget ada kamu di sini." "Bener Mbak Nilam. Mbak Nilam kenapa harus resign?" tanya Qila dengan mata berkaca-kaca. Dia sampai tidak selera makan karena Nilam ucapan Nilam. "Enggak kok Bu, ibu sama mbak Qila nggak ada salah sama saya," balas Nilam dengan muka polosnya. "Terus kenapa kamu resign? Apa ada ucapan Ba
"Maunya sih gitu Mas," balas Elisha diiringi senyum tipis. "Tapi kan aku pulangnya nggak nentu. Malah kasian kamu kalau harus nungguin aku pulang."Perempuan itu meraih tangan suaminya yang tergeletak di atas paha. Menggenggamnya erat dengan tatapan penuh binar cinta."Ya kalau itu demi kamu, aku rela kok nunggu berapa lama pun," balas Jean sambil mengecup punggung tangan istrinya."Terus Qila gimana?""Ya aku ajak jemput kamu."Elisha tertawa kecil. "Ngaco kamu Mas."Entah ini karena efek mereka akan anniversary atau hubungan keduanya yang kian menghangat. Kedua pasangan suami istri itu terlihat seperti pasutri baru saja.Minta berapa lama mereka berdua pun tiba di kantor Elisha. Suasana di tempat parkir memang sedikit ramai. Maklum saja, hari ini perempuan berusia 28 tahun itu sengaja berangkat sedikit siang karena memang akhir pekan.Dengan sigap, Jean membantu sang istri untuk menurunkan koper perempuan itu.
Jean memejamkan matanya, lalu kembali menatap lurus ke arah perempuan yang 8 tahun lebih muda dibandingkan dirinya. "Aku tau alasan sebenarnya kamu resign, karena kamu nggak mau ketemu sama aku lagi kan?" tuduhnya.Nilam menatap balik ke arah pria yang lebih tinggi darinya ini. "Itu alasan kedua setelah apa yang saya katakan tadi pagi. Tapi saya punya banyak alasan lain, kenapa pada akhirnya saya memutuskan untuk berhenti bekerja di rumah ini.""Apa? Coba sebutkan satu-satu. Aku dengar alasan kamu!" titah Jean dengan nada bossy.Tatapan intens Jean berhasil mengetarkan sanubari seorang Nilam. Biasanya tidak terlalu tertarik dengan yang namanya laki-laki kecuali untuk memoroti hartanya. Tapi, eentah kenapa saat Jean memandanginya seperti sekarang, jantung bilang justru berdetak berkali-kali lebih kencang dari biasanya."Jawab aku Nilam!" perintah pria itu dengan tidak sabaran. "Apa salah satu alasan kamu itu ada hubungannya dengan penolakanku kemar
Elisha mengerutkan keningnya. "Soal apa ya Pak?""Seperti apa rasanya jatuh cinta itu?"Wanita dengan rambut tergerai di belakang punggung itu cukup kaget saat mendengar pertanyaan Dikta. Jatuh cinta? Pertanyaan konyol macam apa itu?"Maaf nih Pak, emangnya— bapak belum pernah jatuh cinta ya sebelumnya? Kok bisa-bisanya bapak nanya kayak gitu?"Dikta mendengus. "Emang enggak pernah. Selama ini aku dekat dengan perempuan bukan karena cinta tapi karena butuh sama butuh aja. Aku butuh teman untuk ngobrol dan melakukan seks, sedangkan si perempuan butuh uang-uangku untuk diri mereka. Kurang lebih sama seperti hubungan kita sekarang ini."Elisha mendesah panjang. Jika soal itu, Elisha sangat paham maksudnya."Memangnya Bapak nggak pernah ya ngerasa berdebar-debar saat liat seorang wanita? Atau merasa salah tingkah ketika berdekatan dengan seorang gadis?" tanya Elisha lagi. Bahkan saking seriusnya membahas masalah perasaan, ia sampai d
"Nilam!""Iya Bu? Kenapa?" "Kenapa? Coba jelasin padaku, kenapa bisa ada Jean di sini?" Nilam mengerutkan keningnya karena merasa aneh dengan pertanyaan Elisha tersebut. "Kan tadi dia udah bilang kalau hadir sebagai CEO Indojaya grup?" "Tapi di daftar tamu nggak ada nama dia, Nilam! Karena yang harusnya datang itu Pak Wijaya langsung! Bukan dia!" Nilam mengendikkan bahunya. "Kalau itu aku nggak tau Bu. Kenapa ibu nggak tanya langsung aja ke dia?" "Pak Wijaya sakit. Makanya dia mengirim Jean sebagai perwakilannya." Dikta yang baru selesai menelpon seseorang, muncul di antara Elisha dan Nilam hanya untuk menengahi pertengkaran mereka. "Apa? Tapi kok nggak ada konfirmasi sebelumnya?" tukas Elisha balik. "Ya mana aku tau? Aku kan bukan bagian dari perusahaan mereka," balas Dikta lagi. Sama seperti Elisha yang kesal karena kemunculan Jean, Dikta pun juga merasa demikian. Apal
"Selamat siang. Saya Mala, founder sekaligus CEO dari NM Group yang operasionalnya di bidang food and drink. Jadi...""Nilam! Itu nyokap lo kan?"Nilam yang sedang memperhatikan sang Mama yang berdiri di depan sebagai salah satu pembicara, langsung menoleh ke arah rekannya."Ehehehe. Iya." Nilam tersenyum canggung sambil memegangi belakang kepalanya."Wah, nyokap lo keren banget.""Iya nih. Ilmunya nggak main-main.""Bener. Walaupun single parent tapi perjuangannya nggak main-main, Nilam."Pujian-pujian yang disampaikan oleh rekan-rekannya itu tentu saja membuat Nilam makin kagum pada sang Mama. "Nyokap gue emang paling the best di dunia.""Gue jadi iri, pengen banget punya nyokap sekeren itu."Nilam terkekeh saat mendengar penuturan temannya itu. "Kalau lo mau nyokap sekeren nyokap gue, minimal lo harus rela nggak punya bokap sih.""Ish!" Perempuan itu langsung menepuk bahu Nilam. "Jokes lo se
"Namanya... Ayunda." Jean mergerjap. "Ayunda?" "Iya. Dia anak perempuan dari mantan istriku yang pertama." "Di mana aku bisa mencarinya?" Pak Wijaya berusaha untuk duduk lebih tegap untuk menunjuk ke arah lemari pakaiannya. "Di dalam lemari itu ada foto kenanganku dengan Ayu. Aku meletakkannya didalam kotak kecil yang terbuat dari kayu." Jean menganggukkan kepalanya dan mengikuti arahan Pak Wijaya untuk mengambil benda tersebut. Setelah menemukan benda yang dicari, ia langsung menyerahkan kotak itu pada si empunya. Pak Wijaya sendiri nampak memandangi kotak itu dengan mata menerawang. Banyak momen indah antara ia dan sang putri yang sengaja ia simpan di dalam sana. "Ini fotonya... Dia cantik kan?" Jean menerima lembaran kertas tersebut dari tangan Pak Wijaya yang sedikit gemerar. "Dia anak ke sayangku, Jean. Satu-satunya harta yang aku miliki di dunia," ucap Pria itu lagi.
"Mumpung semuanya belum terlambat, Nilam. Sebelum cinta kamu semakin besar, lebih baik kita akhiri aja.""Liat aku kak! Liat aku dan katakan kalau kamu emang beneran mau putus sama aku!" Nilam menangkap pipi Jean. Membuat wajah mereka berhadapan satu sama lain. "Aku tau kamu nggak mungkin kayak gini."Jean memasang ekspresi datarnya. Ia tatap Nilam dengan begitu intens seperti kemauan gadis itu. Siapa bilang ia tidak berani memandang langsung kedua manik indah Nilam?Beberapa detik berlalu, pandangan Nilam justru mulai buram karena air matanya. Entah kenapa ia merasa Jean sedang tidak main-main atas ucapannya."Kamu itu gadis yang baik. Kamu berhak dapat pasangan yang lebih pantas dariku.""Aku muak denger kalimat itu, kak," lirih Nilam dengan suara bergetar. Tenggorokannya terasa sakit karena berusaha untuk menahan tangis."Kamu harus percaya, kelak bakalan ada cowok yang bisa bikin kamu bahagia. Cowok yang sepadan sama kamu, co
"Gimana kabar kamu?"Nilam menggigit kecil bagian dalam bibirnya. Harusnya Jean tidak perlu bertanya begitu padanya. Karena sudah jelas, dia sedang tidak baik-baik saja."Buruk, kak." Nilam membalas dengan lesu."Oh.""Cuma 'oh' doang?" protes Nilam sedikit kecewa. "Lebih dari dua minggu kakak ngilang, nggak ngasih kabar, kepastian, ngeghosting anak orang selama itu dan tanggapan kakak cuma OH doang?" Nilam memiringkan duduknya, ia menatap Jean dengan raut tak percaya. "Aku hampir gila kak."Okey— air mata Nilam kembali keluar seperti kran. Mendadak dia jadi melow saat di depan Jean. Seperti bocah saja."Kamu kenapa nangis lagi?" balas Jean."Aku juga nggak tau kenapa air matanya keluar terus tiap ngomong ama kamu. Mungkin karena udah lama aku tahan." Nilam duduk di samping Jean dengan banyak tingkah. Padahal mereka sedang di jalan menuju ke rumah Nilam."Duduk yang bener Nilam! Kita lagi di mobil!" balas Jean s
Nilam berjalan mondar-mandir di area pintu keluar mall. Bukannya dia caper atau kurang kerjaan, tapi dia sengaja berdiri di sana karena sedang menunggu Jean.Yup, kali ini mereka harus bicara. Dia tidak mau digantung dengan ketidakpastian seperti sekarang."Kak Je—" Nilam menutup mulutnya. Dia bisa saja meneruskan panggilannya. Tapi sayangnya, saat melihat Qila, dia reflek merungkan niatnya. 'Enggak Nilam! Lo nggak boleh egois. Kalau lo buat keributan di sini, kasian nanti sama Qila.''Tahan Nilam! Tahan!'Gadis dengan rambut di ikat di belakang tengkuk itu memilih untuk menjauh dan mengawasi Jean dengan sembunyi-sembunyi.Gadis itu memperhatikan ketiga orang tersebut yang sibuk menata barang yang mereka beli dan memasukkannya ke bagasi. Ia mengintip Jean dari kejauhan dengan gaya lucu karena beberapa kali hampir ketahuan. "Kali ini, lo nggak akan gue lepasin kak," gumam Nilam pada dirinya sendiri.*Nilam itu super nekat kalau sudah ada kemauan. Apa yang jadi tujuannya, benar-benar h
"Kenapa baru sekarang?"Pertanyaan Elisha barusan membuat Jean kembali melirik ke arahnya."Kenapa nggak dari dulu kamu cari kerjaan yang tepat? Kenapa harus nunggu kita cerai dulu?""Emang penting bahas itu sekarang?" tukas Jean balik. "Bukannya kamu juga udah nyaman sama selingkuhan kamu.""Ya kalau kamu bisa nyukupin semua kebutuhanku dan Qila, mana mungkin dulu aku selingkuh." Elisha membalas sindiran Jean dengan kalimat barusan. Berharap Jean paham kalau dia turut andil dengan segala perbuatan yang dulu pernah ia lakukan."Anggap aja kita emang nggak jodoh," tutur Jean lagi. Sesekali pandangan matanya tertuju ke arah Qila yang sedang bermain dengan sangat riang tak jauh darinya.Elisha berdecak. Dia kadang tidak bisa memahami dengan betul isi kepala mantan suaminya ini."Oh ya, omong-omong soal Qila. Lain kali kalau mau ajak pergi jangan dadakan! Soalnya aku nggak bisa tiba-tiba ijin cuti gitu aja!""Ya harusnya kamu nggak perlu ikut kan? Toh, Qila pergi sama Papanya sendiri." Ia
"Ahh!" Nilam tersentak saat jari Dikta mulai menggerilya di area sensitifnya. Menggosok bibir kewanitaannya hingga membuat Nilam was-was."Di sini ada yang basah, Nilam."Gadis itu menggelengkan kepalanya. Menatap Dikta yang menyeringai puas ke arahnya."Kayaknya bagian ini minta dipuasin juga.""Diam! Jangan macam-macam lo!""Makanya, jangan cari gara-gara.""Di— Dikta jangan! Jangan! Aku mohon—" Nilam kian panik saat Dikta mulai melucuti dalamannya. Ia berusaha menutupi miliknya yang jadi pusat perhatian Dikta dengan tangannya. Tapi tentu saja, hal itu sama sekali tidak berpengaruh pada Dikta. Lelaki itu dengan mudah mencengkram kedua tangan Nilam dan menaruhnya di atas kepala.Rudal miliknya sudah siap menerobos masuk lubang surgawi milik Nilam. Tapi belum sempat itu terjadi, seseorang memanggil namanya dari arah luar."Pak! Pak Dikta! Pak Dikta!""PAK!!!!"Pemuda itu tersentak dari lamunann
"Kenapa baru sekarang?"Pertanyaan Elisha barusan membuat Jean kembali melirik ke arahnya."Kenapa nggak dari dulu kamu cari kerjaan yang tepat? Kenapa harus nunggu kita cerai dulu?""Emang penting bahas itu sekarang?" tukas Jean balik. "Bukannya kamu juga udah nyaman sama selingkuhan kamu.""Ya kalau kamu bisa nyukupin semua kebutuhanku dan Qila, mana mungkin dulu aku selingkuh." Elisha membalas sindiran Jean dengan kalimat barusan. Berharap Jean paham kalau dia turut andil dengan segala perbuatan yang dulu pernah ia lakukan."Anggap aja kita emang nggak jodoh," tutur Jean lagi. Sesekali pandangan matanya tertuju ke arah Qila yang sedang bermain dengan sangat riang tak jauh darinya.Elisha berdecak. Dia kadang tidak bisa memahami dengan betul isi kepala mantan suaminya ini."Oh ya, omong-omong soal Qila. Lain kali kalau mau ajak pergi jangan dadakan! Soalnya aku nggak bisa tiba-tiba ijin cuti gitu aja!""Ya har