Rinjani memasukkan kunci dan memutarnya agar pintu apartemennya dapat terbuka. Ia sudah tidak sabar lagi untuk segera merebahkan tubuhnya di atas kasur miliknya, yang selama ini telah menjelma menjadi tempat ternyaman dirinya. Walau baru ditinggal selama dua hari, tapi entah kenapa rinjani merasa sangat rindu dengan suasana tenang yang ada di kamarnya.
Baru saja masuk dan menutup pintu, rinjani segera mengeluarkan ponselnya yang sebelumnya ia simpan di saku celana. Sambil berjalan ke arah kamar, ia terlihat mengetikkan beberapa kata pada benda pipih tersebut.
“Aku udah sampai di rumah ni.” Dengan lincahnya, jari jemari rinjani bermain di ponsel miliknya. Sesampainya di apartemen pribadinya, rinjani pun segera mengabari sahabatnya sarah dengan mengirim satu pesan pada gadis itu. Padahal, tas ransel miliknya saja masih belum ia letakkan.
Setelah pesan itu terkirim, barulah gadis itu meletakkan ranselnya tepat di samping kasur. Entahlah, rasanya pendakian kali ini terasa sangat berbeda. Padahal, ia dan juga sarah hanya mendaki sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi.
Tapi, sepulangnya dari tempat itu, rinjani merasa perasaannya terus diliputi kecemasan. Pikirannya juga terus menerawang terutama gua yang sempat ia singgahi dikala hujan mendera.
‘Apa aku sudah melakukan kesalahan ya?’ Batin gadis itu terus berputar sambil mengerutkan keningnya.
Rinjani tahu, jika gunung merupakan tempat yang tidak bisa diperlakukan sembarangan. Apalagi di wilayah timur seperti Indonesia. Banyak gunung yang disakralkan oleh masyarakat sekitar karena dipercaya memiliki sosok yang menguasai tempat tersebut.
Oleh karena itu, sedari dulu bahkan sampai sekarang, rinjani tidak pernah melakukan hal yang menjadi larangan di tempat itu. Tapi, seberapa kuatnya ia berpikir, tetap saja rinjani tidak mendapat jawaban kenapa perasaannya bisa terus merasa tak tenang seperti ini.
Gadis itu mulai mengendus badannya sendiri. Hidungnya menangkap aroma yang tak enak untuk dihirup. “Astaga, kenapa aku sampai lupa kalau belum mandi.”
Mencoba menghilangkan perasaan tak enaknya, rinjani segera beranjak menuju kamar mandi untuk segera membasuh tubuhnya dari keringat dan kotoran yang masih menempel di tubuhnya.
Sesaat setelah gadis itu memasuki ruang paling pribadinya, perlahan tapi pasti, muncul bayangan hitam yang mulai memenuhi apartemennya. Bayangan yang berbeda, karena hitamnya lebih pekat dari bayangan pada umumnya.
Ya, bayangan tersebut mulai berubah dari yang awalnya hanya seperti kepulan asap, kini mulai membentuk sosok tinggi besar. Tak memperlihatkan detail wajah maupun tubuh, namun sudah dapat dipastikan sosok tersebut merupakan makhluk yang memiliki rupa yang sangat mengerikan.
Contohnya saja bagian tangan. Jari jemarinya dihiasi dengan kuku yang sangat panjang dan tajam. mungkin bila mau dibandingkan dengan beruang, ukurannya belum ada apa apanya dibandingkan dengan makhluk tersebut. Bayangkan saja, dengan ukuran kuku yang sebegitu besarnya, bisa membuat targetnya langsung hancur seketika hanya dengan satu kali gerakan.
Makhluk bernama ghanindra itu mulai memperhatikan sekitar dimana ia sedang berada di tempat calon mangsanya. “Zaman cepat sekali berubah,” batinnya saat melihat seluruh peralatan yang dipakai oleh rinjani.
Berbeda sekali dengan saat terakhir kali ia melihat apa yang dipakai manusia untuk membantu aktifitas mereka sehari hari. Apalagi setelah diperhatikan, rumah yang ditempati rinjani berada di ketinggian beberapa lantai, sehingga ghanindra dapat melihat seluruh pemandangan kota dari atas. Dahulu, mana ada rumah yang memiliki ketinggian seperti sekarang.
Suasana malam pun memperlihatkan betapa cantiknya lampu lampu dari gedung gedung dan kendaraan yang sedang berlalu lalang. Membuat makhluk dari zaman dahulu tersebut sempat merasa takjub dengan apa yang sedang dilihat.
“Dasar manusia, mereka menginginkan keindahan. Tapi mereka lupa, kalau mereka hanyalah makhluk fana yang berusia singkat.” Dengkus ghanindra sambil menatap tajam pada pemandangan sekitar.
Ditengah keheningan, telinganya mendengar suara gemericik air dari arah kamar mandi. fokusnya pun beralih ke arah ruangan dimana rinjani sedang membersihkan dirinya.
“Contohnya dirimu, yang sebentar lagi akan menjadi makananku,” Bibirnya yang terbuka memperlihatkan giginya yang semuanya berbentuk runcing. Bahkan ada dua yang membentuk taring berukuran besar.
Tak lama kemudian, akhirnya rinjani selesai membersihkan dirinya. Keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang bersih, sehingga membuat perasaan yang tadinya terus menerus tak enak, menjadi lega kembali.
Ghanindra yang sedari tadi berdiri di dekat jendela, terus memperhatikan gerak gerik calon mangsanya. Di sisi lain, rinjani masih belum menyadari ada sosok yang sedari tadi sedang memperhatikan dirinya dengan tatapan lapar nan tajam.
Kruyuuukkk…
Sekali lagi, rinjani mendengar suara perut yang tampaknya sedang kelaparan. Gadis itu dibuat mengerutkan keningnya, memperhatikan perutnya sendiri. Anehnya, ia tak merasa sumber suara tersebut dari perutnya. Walau masih belum makan apapun, tapi bukan perutnya lah yang mengeluarkan suara tersebut.
Anehnya, di tempat yang hanya ada ia sendiri, rinjani malah mendengar suara yang sama yang tadi siang sempat ia dengar sewaktu masih mendaki gunung bersama sarah.
Perasaan tak enaknya lagi lagi mencuat, memenuhi seluruh pikirannya. “enar, pasti ada yang aneh disini,” gGumam rinjani dengan irama jantung yang berdebar debar.
Ia beranikan diri untuk melihat sekeliling, matanya menyapu tiap sudut ruangan. Instingnya mengatakan jika saat ini, tidak hanya dirinya yang berada di sana.
Dan benar saja, disaat matanya mengarah ke sudut jendela, ia melihat ada sesosok bayangan berukuran tinggi besar sedang berdiri menghadap dirinya. Sungguh, rinjani merasa jantungnya ingin melompat keluar saat mata mereka saling bertemu.
Rinjani menatap makhluk tersebut dengan ekspresi keterkejutan, sedangkan ghanindra menatap balik dengan tatapan kebengisannya. Menyadari yang dihadapinya bukanlah manusia, seketika gadis itu merasakan beban tubuhnya sangatlah berat bahkan ia tak bisa menggerakkan tubuhnya sendiri.
Perlahan, ghanindra mendekat ke arah rinjani berdiri. Air liur yang menetes, menandakan jika makhluk itu sudah tak sabar lagi untuk segera memangsa rinjani dan membuat perutnya tak lagi kelaparan.
“Si… si… siapa kamu?” Tanya rinjani dengan suara lirih.
“Kamu yang sebentar lagi menjadi makananku, tak pantas bertanya begitu.”
“A, apa maksudmu?” Rinjani masih belum bisa menormalkan suaranya.Di wajahnya, masih sangat tercetak rona keterkejutan yang teramat sangat. Bagaimana tidak, disaat ia sedang sendirian di dalam kediamannya, ia justru bertemu makhluk dengan rupa yang sangat menakutkan.Ditambah, makhluk yang tidak tahu dari mana asalnya itu berkata bahwa rinjani akan dijadikan sebagai makanannya.Mungkin jika yang berbicara adalah teman-temannya, sudah pasti gadis itu akan menganggapnya sebagai lelucon semata. Namun, kenyataannya sangat berbeda. Yang berada dihadapannya saat ini memang benar-benar bukan manusia.Sampai saat ini, rinjani masih belum bisa menggerakkan tubuhnya walau hanya sedikit. Apalagi ia merasa kedua tangan dan kakinya sedang bergetar hebat. Keringat dinginpun mulai bercucuran dari beberapa bagian tubuhnya.“Kamu telah ditakdirkan untuk menjadi makananku” akhirnya, ghanindra pun menjawab lagi pertanyaan yang keluar dari mulut sang calon mangsanya.“Ta, tapi kenapa?” Gadis itu benar-be
“Sekarang, cepat pergi dari sini. atau kamu mau bernasib seperti seribu tahun yang lalu?”Ghanindra menggertakkan giginya. Cahaya yang keluar dari pusaka berbentuk batu itu masih terpancar dengan terangnya. Membuat makhluk itupun berpikir ulang untuk melawan.“kali ini kalian boleh menang. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Ingat itu!!” Kalimat tersebut diikuti dengan menghilangnya sosok siluman penghuni gua bernama ghanindra.Situasi mencekam kembali damai, seolah kejadian yang dialami rinjani barusan merupakan khayalan belaka. Tapi, setelah melihat sosok perempuan yang sedang tersenyum ke arahnya, rinjani sadar jika itu adalah kenyataan.“Sekarang kamu sudah aman” ucap wanita yang keluar dari tubuh rinjani. “Sekarang, kamu bisa berdiri.”‘Tapi, lututku rasanya tak ada kekuatan sedikitpun.’ Batin rinjani merutuk.Tanpa mengubah posisinya semula, rinjani pun bertanya, “Apa benar yang tadi kamu katakan?”“Bahwa kamu adalah keturunanku? Iya, itu memang benar.”“Siapa namamu?” Tan
“Kamu nggak apa-apa?” Secepat kilat, Sarah berlari ke arah sahabatnya.“Iya, aku nggak apa-apa kok.” Rinjani kembali tersadar akan lamunannya dan melepaskan dirinya dari dekapan sang pria misterius nan rupawan.“Terima kasih banget ya. Kalau bukan karena mas, pasti teman saya ini sudah jatuh ke jalanan.” – Sarah.Melihat posisi Rinjani yang berada di trotoar, sudah pasti gadis itu akan langsung terhempas tepat di badan jalan jika tadi tak sempat diselamatkan oleh pria tersebut.“Bukan apa-apa. Lain kali, jaga tubuhmu baik-baik. Karena aku tak mau melihatmu rusak sedikitpun.”Sarah mengerutkan keningnya lalu menatap bergantian antara sahabatnya dan pria di hadapannya. “Kalian sudah saling kenal?”“Iya.” jawaban singkat yang keluar dari mulut Rinjani dengan raut wajah terlihat tak menyukai pertemuan tersebut.“Ayo, pergi dari sini!” Rinjani menarik tangan Sarah, sampai-sampai sahabatnya tak sempat berbicara apapun lagi.Dengan langkah cepat, kedua gadis itu meninggalkan Ghanindra sendir
“Hahaha…” Ghanindra tertawa terbahak-bahak. Kedua tangannya menyeka kepalanya hingga ke belakang. Bukannya mengesankan, pemandangan tersebut malah terkesan menakutkan.“Berani-beraninya wanita itu memberitahukan rahasiaku.” Lanjutnya.“Jadi, lebih baik kamu urungkan niatmu untuk memakanku. Karena sampai kapanpun, aku nggak akan memohon apa-apa darimu!.”Ghanindra mendengus, “Memangnya, apa alasan para dewa itu sampai mengurungku? Kalau bukan karena aku adalah makhluk yang paling kejam yang pernah ada. Jangan yakin dulu kalau kamu akan lolos begitu saja, wahai manusia!”Rinjani menelan ludahnya, seringai yang terlihat dari wajah siluman di depannya benar-benar membuatnya ketakutan. Tapi, dengan sekuat tenaga, gadis itu menahan agar perasaannya tak terlihat sedikitpun.Benar, yang ia hadapi saat ini bukan sekedar preman pasar. Tapi makhluk berusia ribuan tahun dan terkenal dengan kebengisannya.Setelah mengatakan hal itu, dalam hitungan detik tubuh Ghanindra menguap bagai tertiup angin.
“Manusia kali ini benar-benar merepotkan. Seharusnya, dia langsung saja meminta permohonan. Toh, ia tahu kalau masa hidupnya sudah tidak lama lagi.” Aku memperhatikan dari atap gedung tempat Rinjani bekerja.“Percuma saja kamu meminta pertolongan. Karena tak ada siapapun yang dapat membantumu untuk lepas dari takdir yang sudah terjalin antara kita berdua.”Yah, untuk sementara ini aku memutuskan untuk memperhatikan apa yang akan gadis itu lakukan. Sama seperti para mangsaku sebelumnya, ia sangat bertekad untuk bisa lepas dariku. Sampai-sampai dia mencari tahu apapun tentangku. Usaha yang tak pernah dilakukan oleh mangsa-mangsaku sebelumnya.Walau tak bisa dipungkiri, hal itu karena bantuan dari leluhurnya. Siapa lagi kalau bukan wanita yang menyebabkan diriku terkurung di dalam gua. Tapi, semua itu jadi membuatku sedikit tertarik. Aku jadi seperti hewan buas yang memainkan mangsanya sebelum benar-benar membunuhnya.Tak terasa, bibirku terangkat membentuk sebuah seringai. Aku sudah ta
“Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan anda, wahai Ghanindra.” Sesosok wanita muncul dari arah belakang Ghanindra.Dengan mengenakan pakaian tradisional yang didominasi oleh warna hijau dan dengan cara berjalannya yang anggun, wanita itu berjalan mendekatinya. Walau berasal dari kegelapan, tapi Ghanindra dapat melihat dengan jelas bahwa wanita itu memiliki paras yang rupawan.“Selama ini saya hanya mendengar tentang anda. Dan, saya pikir, kabar tersebut tak berlebihan.” Lanjutnya.Ghanidra sama sekali tak merespon sapaan tersebut. Hingga akhirnya, wanita itu tepat berada dibelakangnya dan menundukkan wajahnya sedikit sebagai tanda penghormatan.“Sepertinya ada yang sedang anda inginkan. Jika berkenan, bolehkah saya membantu?” Mata cantik nan tajamnya melihat ke arah kediaman Mbah Marno.“Tidak perlu.” Tanpa menoleh sedikitpun, Ghanindra menjawab dengan nada datar.Senyum wanita itupun tak pernah lepas, “Sebagai penguasa tempat ini, saya hanya ingin memberikan yang terbaik untuk tamu t
Pagi kembali menyapa. Dalam tidurnya, Rinjani merasa tubuhnya seakan dibelai oleh hangatnya sinar matahari yang menerpa dirinya. Ia pun perlahan bangkit dan melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Ya, sekarang sudah waktunya bersiap untuk kembali beraktifitas. Padahal, Rinjani merasa baru beberapa jam yang lalu memejamkan matanya.Tapi tak ada waktu untuk mengeluh. Toh, keputusan untuk menemui Mbah Marno semalam adalah keputusannya. Justru, ia harus berterima kasih kepada sahabatnya karena dengan ikhlas mau mengantarkan dirinya walau ditengah malam dan berada ditengah hutan pula.Seperti biasa, ia mulai merapikan dirinya. Bersiap untuk berangkat menuju tempatnya bekerja. Rinjani tersenyum di depan cermin yang tidak terlalu besar setelah memastikan jika pakaian yang dikenakan dan riasan yang menempel pada wajahnya telah melekat sempurna.“Perfect!” Rinjani melenggang keluar dari apartemennya.Hari ini, gadis itu memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum. Entah kenapa, hari ini
Dalam kegelapan, perlahan Sarah membuka matanya. Walau awalnya terasa sangat berat, namun ia tetap berusaha untuk menggerakkan serta tubuhnya. Karena belum sepenuhnya pulih, gadis itu pun tidak bisa memastikan dengan jelas dimana ia sekarang. Tapi yang jelas, suasana tempatnya membuka mata seperti sangat familiar.Dengan pandangan setengah kabur, Sarah memperhatikan sekeliling. Samar-samar ia seperti melihat ada beberapa tumpukan batu yang berjejer rapi dan ditancapkan setengahnya ke dalam tanah.Sarah mencoba bangun. Setelah berhasil duduk, gadis itu yakin jika saat ini ia sedang berada di atas rerumputan. Namun, setelah beberapa saat ia pun dibuat terkejut. Setelah penglihatannya benar-benar jelas, Sarah menyadari jika saat ini ia terbangun di tengah-tengah area pemakaman.“Aku kok bisa ada disini?” Panik setengah mati, Sarah membelalakkan matanya ke segala penjuru.Bayangkan saja, berada di tempat yang dikenal angker oleh sebagian besar masyarakat di tengah malam. Apa tidak disebut