Dalam kegelapan, perlahan Sarah membuka matanya. Walau awalnya terasa sangat berat, namun ia tetap berusaha untuk menggerakkan serta tubuhnya. Karena belum sepenuhnya pulih, gadis itu pun tidak bisa memastikan dengan jelas dimana ia sekarang. Tapi yang jelas, suasana tempatnya membuka mata seperti sangat familiar.Dengan pandangan setengah kabur, Sarah memperhatikan sekeliling. Samar-samar ia seperti melihat ada beberapa tumpukan batu yang berjejer rapi dan ditancapkan setengahnya ke dalam tanah.Sarah mencoba bangun. Setelah berhasil duduk, gadis itu yakin jika saat ini ia sedang berada di atas rerumputan. Namun, setelah beberapa saat ia pun dibuat terkejut. Setelah penglihatannya benar-benar jelas, Sarah menyadari jika saat ini ia terbangun di tengah-tengah area pemakaman.“Aku kok bisa ada disini?” Panik setengah mati, Sarah membelalakkan matanya ke segala penjuru.Bayangkan saja, berada di tempat yang dikenal angker oleh sebagian besar masyarakat di tengah malam. Apa tidak disebut
“Dimana Sarah sekarang?!” Sontak Rinjani berteriak sambil memandang Ghanindra dengan tatapan emosi.Ghanindra tersenyum. Ia berpikir, rencana untuk membuat Rinjani terpancing akan segera berhasil.“Kamu mau tahu?” Tatapan tajam Ghanindra langsung menusuk ke dalam retina nan indah milih Rinjani.“Jangan bertele-tele. Cepat katakan, dimana kamu sembunyikan Sarah!”“Baiklah. Tapi, ada syaratnya.” Makhluk itu menyeringai.“Kamu harus memohon kepadaku untuk mengembalikan temanmu sekarang juga.”“Kalau begitu, aku mo…” Rinjani segera menghentikan kata-katanya.‘sebentar. Bukannya itu berarti aku membuat permohonan? Setelah itu, makhluk itu akan…’ untung saja diwaktu yang tepat, Rinjani menyadari rencana yang dilakukan oleh Ghanindra.“Lanjutkan!” Ucap Ghanindra.“Ha… Hahaha” Rinjani tertawa terbahak-bahak. “Jadi itu tujuanmu heh? Membuatku memohon agar kamu bisa leluasa memangsaku? Jangan harap hal itu akan terjadi!” Lanjutnya.“Wah, aku akui ternyata kamu pintar juga. Bisa menyadari rencan
Di sebuah hutan yang berada sangat jauh dari pusat kota, Ghanindra berdiri sendirian. Hutan dengan suasana yang mencekam, karena sinar matahari yang tak bisa menembus padatnya pepohonan yang tumbuh disana. Membuat hutan itu selalu gelap, sehingga hampir tak bisa dibedakan kapan siang dan malamnya.Sambil mengepalkan kedua tangannya, mata merahnya terus menatap jauh dengan tatapan tajamnya.“Sial, bisa-bisanya aku kalah dari manusia lemah itu!”“AAARGH…” suara Ghanindra menggelegar, sehingga membuat burung-burung yang ada disana berterbangan.“Ck… Aku kira siapa yang berani masuk ke dalam wilayahku,” wanita yang memakai pakaian tradisional berjalan mendekat. “Aku senang, akhirnya kita bisa bertemu lagi.” Maheswari, makhluk penguasa hutan yang terkenal akan sosoknya yang cantik jelita.“Biar ku tebak, sepertinya rencanamu tidak berjalan lancar ya?”Ghanindra menoleh tanpa menjawab apa-apa.“Bukankah sebelumnya aku sudah menawarkan bantuan? Harusnya kamu terima saja. Tapi sayang, kamu ma
Rinjani terus mengikuti langkah besar pria yang berjalan di depannya. Mau tidak mau, gadis itu harus mengikutinya karena tas miliknya masih bertengger di tangan Ghanindra. Walau dirinya sudah mempercepat langkahnya, tetap saja ia tak bisa menyamakannya dengan pria tersebut.“Kembalikan tasku! Mau sampai kapan kamu mau membawanya, heh?” Rinjani berharap, dengan suaranya yang diperkeras, dapat membuat Ghanindra menghentikan langkahnya.Namun, sepertinya Rinjani harus menelan kekecewaan, melihat Ghanindra tak mengindahkan kata-katanya sama sekali.Akhirnya, kesabarannya pun habis. “Aku bilang berhenti!” Rinjani berteriak. Tak peduli sekarang mereka berdua sedang berada di tempat umum sekalipun. Semua orang yang berada di tempat itupun langsung memusatkan pandangan mereka kepada gadis itu.Tentu saja, setelah itu mata Rinjani menyapu ke segala arah. Dan akhirnya, ia pun tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya sendiri.Tak disangka, Ghanindra yang tadinya bersikap cuek kini sedang m
Sepeninggal Ghanindra, Maheswari masih mematung sendirian di tempat yang sama. Ia merasa harga dirinya sebagai pemimpin hutan telah tercoreng. “Entah kenapa, ancamanmu justru membuatku semakin ingin mengganggunya.” Wanita itu menyeringai. Iapun melihat sekeliling, “Akhirnya, batu pusaka itu akan jadi milikku. Dengan begitu, kamu akan berada dalam genggamanku.” Maheswari menatap kedua tangannya yang telah pulih seperti sedia kala. “Atreya.” Tak lama setelah Maheswari menyebut sebuah nama, dari belakangnya muncul sesosok pria seperti seorang pengawal kerajaan jaman dahulu. Postur tubuhnya gagah, kulit yang bersih dan tatapan mata yang tajam seolah dapat mengetahui apa yang ada disekitarnya. “Anda memanggil saya, ratu?” Pria itu menundukkan kepalanya. “Ada hal yang harus kamu lakukan.” Jawab sang ratu tanpa menoleh ke belakang. “Apapun itu, akan hamba laksanakan.” Setelah Atreya mendengar perintah dari pimpinannyaa, ia pun segera beranjak untuk menjalankan tugas. Sementara itu, G
Atreya yang pergerakannya telah terhenti akibat genggaman erat dari Ghanindra, tiba-tiba menghilang. Sosoknya kembali berubah menjadi asap dan hilang bak dihembus angin.Tak lama kemudian, ia kembali terlihat sedang berdiri di hadapan Ghanindra. Tak terlalu jauh, sampai ekspresi santainya dapat terlihat dengan jelas. Ghanindra sempat dibuat kesal lantaran Atreya memperlihatkan senyumnya. Entah karena dapat melepaskan diri atau meremehkan dirinya.‘Ku lenyapkan kau!’ Batin Ghanindra sambil mengepalkan kedua tangannya.Ada istilah kesabaran itu setipis tisu sepertinya memang benar. Baru dipancing begitu saja, rasanya Ghanindra ingin mengamuk. Namun, ia kembali berpikir tentang dimana tempat mereka berada. Yang ada, seluruh tempat itu akan hancur berkeping-keping.Disaat Ghanindra masih sibuk dengan gejolak batinnya, asap yang tadinya menghilang, kini kembali muncul. Bahkan mulai mengelilingi dirinya. Dengan begitu, Ghanindra kembali berkonsentrasi untuk melawan Atreya.“Sekarang, apa ya
1000 TAHUN YANG LALU“Tolong, tolong!!” Seorang wanita muda berlari dengan kecepatan seadanya akibat kedua kakinya yang tengah terluka. Tanpa memakai alas kaki, wanita itu terus berlari tak peduli dengan medan berat yang bisa menambah luka di sekujur tubuhnya. Ia menuruni pegunungan terjal usai mencari beberapa ranting kayu untuk keperluan sehari-hari. Wajahnya pucat seperti sedang dikejar oleh sesuatu. Terus berlari sambil sesekali melihat ke belakang untuk memastikan jika ia bisa lepas dari kejaran makhluk yang menakutkan.Zaman dahulu tidak seperti sekarang, dimana masih belum banyak penduduk yang bermukim. Sekuat apapun berteriak, tidak ada orang yang mendengarnya. Apalagi wanita itu masih ada didalam hutan, sehingga kemungkinan bertemu dengan manusia lain akan sangat tipis.Wanita itu terus berlari sekuat tenaga menghindari kejaran dari makhluk yang dikenal dengan siluman penunggu gunung yang gemar memakan manusia. Itulah kepercayaan yang dipercaya oleh para penduduk di kaki gunu
MASA KINI“Tolong diperhatikan. Jika setelah sampai di atas, neng berdua bertemu dengan persimpangan jalan, jangan ambil arah kiri!” Peringatan yang disampaikan oleh pengurus desa untuk seluruh pendaki yang mencoba menaiki gunung di desa tersebut.Tak terkecuali kepada dua orang pendaki wanita bernama rinjani dan sarah. Ya, mereka berdua adalah sepasang sahabat yang ingin menikmati salah satu keindahan alam yang tercipta. Begitulah cara mereka berdua menghabiskan liburan untuk melepas penat akibat tuntutan pekerjaan sehari-hari.“Memangnya kenapa pak?” Rasa penasaran pun hinggap di benak rinjani. Walau ia tahu, ada beberapa gunung yang dikeramatkan. Namun, peringatan yang didengar tetap saja membuat gadis itu bertanya-tanya.“Jalan itu sudah lama terputus, lagipula jalannya terjal dan ada jurangnya. Jadi demi keselamatan, kalian harus ingat apa yang saya sampaikan tadi ya. Jangan sampai dilanggar!” Sebagai penduduk asli, tak mungkin ia dengan gamblangnya memberitahukan jika di gunung