“Kamu nggak apa-apa?” Secepat kilat, Sarah berlari ke arah sahabatnya.
“Iya, aku nggak apa-apa kok.” Rinjani kembali tersadar akan lamunannya dan melepaskan dirinya dari dekapan sang pria misterius nan rupawan.
“Terima kasih banget ya. Kalau bukan karena mas, pasti teman saya ini sudah jatuh ke jalanan.” – Sarah.
Melihat posisi Rinjani yang berada di trotoar, sudah pasti gadis itu akan langsung terhempas tepat di badan jalan jika tadi tak sempat diselamatkan oleh pria tersebut.
“Bukan apa-apa. Lain kali, jaga tubuhmu baik-baik. Karena aku tak mau melihatmu rusak sedikitpun.”
Sarah mengerutkan keningnya lalu menatap bergantian antara sahabatnya dan pria di hadapannya. “Kalian sudah saling kenal?”
“Iya.” jawaban singkat yang keluar dari mulut Rinjani dengan raut wajah terlihat tak menyukai pertemuan tersebut.
“Ayo, pergi dari sini!” Rinjani menarik tangan Sarah, sampai-sampai sahabatnya tak sempat berbicara apapun lagi.
Dengan langkah cepat, kedua gadis itu meninggalkan Ghanindra sendirian di tengah terik matahari.
Ghanindra yang ditinggal sendirian, tak mempermasalahkan sikap Rinjani sedikitpun. Justru ia menyeringai sambil menatap tajam ke arah dua gadis yang semakin menjauh darinya.
“Rin, tunggu! Kamu nggak ngucapin terima kasih dulu? main langsung ninggalin dia gitu aja.” Ucap Sarah ditengah langkah mereka menuju pintu masuk tempat makan.
Rinjani menghentikan langkahnya. Dengan helaan nafas, ia pun membalikkan tubuhnya. “Aku peringatkan sama kamu, jangan pernah berurusan dengan dia apapun yang terjadi! Kalau pun kalian bertemu, kabur secepat mungkin! Oke?!”
“Maksud kamu apa sih? Memangnya dia orang jahat? Kalau begitu, kenapa dia sampai nyelametin kamu coba?” serentetan pertanyaan keluar begitu saja. Sarah benar-benar tak mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini.
“Dia itu si…” Rinjani memotong sendiri kalimat yang ingin ia lontarkan.
‘Kalau aku bilang dia siluman, kira-kira Sarah percaya nggak ya? Apalagi kalau tahu kalau dia mau jadiin aku makanannya. Yang ada, aku disangka gila sama dia.’ Batin Rinjani dalam hati.
“Si, apa?” Tampaknya, Sarah benar-benar penasaran. Karena ia terus saja bertanya tentang Ghanindra.
“Gimana kalau kita masuk dulu? Perutku udah lapar banget ni” Rinjani mengelus perutnya. Melihat lagi makhluk yang ia temui semalam, membuat perutnya semakin tak sabar untuk diberi asupan.
Akhirnya, Sarah mengalah dan menuruti permintaan Rinjani untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju tempat makan yang sudah terlihat di depan mata.
Akhirnya, mereka berdua tengah duduk sambil menunggu makanan datang. Situasi tersebut tak membuat rasa penasaran sarah menghilang. Dan ia pun lanjut membahas masalah yang mengganggu pikirannya.
“Jadi dia siapa? Kamu kalau ngomong yang jelas dong! jangan bikin aku penasaran gini!”
“Dia itu orang yang paling jahat dari semua yang jahat. Contohnya aja ya, penjual mie ayam yang mangkal dekat kantor pernah hampir mati gara-gara dipukul sama dia.” Rinjani terpaksa mengarang cerita.
Sarah mengerutkan keningnya, ia merasa seperti pernah mendengar ceritanya beberapa saat yang lalu.
Hingga beberapa saat kemudian, matanya membola akibat teringat akan sesuatu. “Dia Debt Collector?”
Refleks, Rinjani menganggukkan kepalanya.
Ibarat kata, baru saja keluar dari sarang harimau malah masuk ke sarang buaya. Rinjani pikir jawaban barusan akan menghentikan rasa penasaran sahabatnya. Tapi ternyata, jawabannya malah memancing pertanyaan yang lain.
“Terus, kok kamu bisa kenal sama dia? Jangan bilang kalau kamu punya hutang!”
“Nggak lah! Pokoknya, aku nggak pernah punya hutang apapun. Percaya sama aku, oke!”
***
“Yakin kamu nggak mau mampir?” tanya Rinjani.
“Iya. Barusan mama telepon, minta diantar ke salon. Ish, padahal libur gini, tapi ada yang dikerjain.” Gerutu Sarah.
Setelah selesai mengisi perut bersama, Sarah mengantar Rinjani kembali ke apartemennya.
“Ya udah. Makasi banget ya sar. Hati-hati di jalan!” Setelah itu, Rinjani keluar dari mobil sahabatnya yang terparkir di depan lobby utama apartemennya.
“Hm. Kalau gitu, aku duluan ya.”
Melihat kendaraan sang sahabat yang semakin menjauh, Rinjani bergegas berjalan kembali ke kediamannya. Tempat paling nyaman sekaligus menakutkan setelah kedatangan Ghanindra semalam.
Tapi, mau dipikir seperti apapun. Kini, tak ada satu tempat manapun yang aman untuk Rinjani. Contohnya saja, barusan ia bertemu lagi dengan makhluk yang berusaha untuk menjadikannya makanan.
“Nggak disangka, ternyata dia muncul saat siang bolong gini. Aku pikir, siluman cuma muncul di malam hari.” Rinjani baru saja sampai di apartemennya.
“Kamu kira, siluman takut dengan matahari?” Suara tersebut sontak mengagetkan gadis itu. Pasalnya, tak ada satu orang luarpun yang bisa masuk kecuali Sarah yang memang memegang kunci apartemen miliknya.
Rinjani yang baru saja mengunci pintu, segera membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang berbicara.
Di kursi yang terdapat di ruang tamu. Terdapat sosok pria yang sedang duduk santai disana.
“Ghanindra” lirih Rinjani sambil matanya terus menatap pria itu dengan tajam.
Tangan kanannya menggenggam erat tangan yang satunya. Itu karena dirinya masih gemetar saat berhadapan dengan makhluk tersebut. tak bisa dipungkiri, rasa takut masih menguasai dirinya. Hanya saja, Rinjani berusaha keras untuk menutupinya dengan berpura-pura tegar.
Ghanidra menyeringai, “Kenapa masih berdiri disitu? Jangan bilang kalau kamu masih takut? Yah, aku memang makhluk paling jahat diantara yang jahat sekalipun.”
Rinjani terkejut, “Kamu… Kamu dengar semuanya?!”
Tanpa menjawab apapun, hanya dengan melihat ekspresinya saja, Rinjani bisa menyimpulkan bahwa makhluk itu benar-benar mendengar semua pembicaraan dirinya dengan sarah.
“Kalau begitu, apa kamu sudah punya permohonan? Sebagai makhluk paling jahat, aku akan mengabulkan apapun yang kamu mau. A… Pa… Pun…”
Rinjani ingat pesan yang dikatakan Gayatri sebelum ia menghilang. ‘jangan pernah meminta apapun kepada Ghanindra!’
“sampai matipun, aku nggak akan memohon apa-apa sama kamu!”
Ya, Rinjani berkeyakinan jika selama ia tak meminta apapun, Ghanindra tak akan bisa berbuat apa-apa terhadapnya.
Dengan mengumpulkan keberaniannya, Rinjani berjalan mendekati makhluk yang sedang memandangnya seperti serangga tak berdaya.
Plak…
Entah kegilaan apa yang merasuki pikirannya, tiba-tiba Rinjani menampar Ghanindra sehingga membuat makhluk tersebut sangat terkejut.
“KAMU…!!!” Suara Ghanindra menggelegar, membuat beberapa barang yang terbuat dari kaca pun hancur. Sementara itu, dari tangannya keluar kuku panjang nan runcing yang siap mencabik-cabik Rinjani dengan mudah.
Nyatanya, Ghanindra tak melakukan yang diinginkan. Padahal, jarak antara tangannya dengan rinjani tinggal beberapa centimeter lagi.
“Ternyata benar apa yang dikatakan leluhurku. Bahwa kamu nggak akan bisa berbuat apa-apa sebelum aku membuat permohonan."
“Hahaha…” Ghanindra tertawa terbahak-bahak. Kedua tangannya menyeka kepalanya hingga ke belakang. Bukannya mengesankan, pemandangan tersebut malah terkesan menakutkan.“Berani-beraninya wanita itu memberitahukan rahasiaku.” Lanjutnya.“Jadi, lebih baik kamu urungkan niatmu untuk memakanku. Karena sampai kapanpun, aku nggak akan memohon apa-apa darimu!.”Ghanindra mendengus, “Memangnya, apa alasan para dewa itu sampai mengurungku? Kalau bukan karena aku adalah makhluk yang paling kejam yang pernah ada. Jangan yakin dulu kalau kamu akan lolos begitu saja, wahai manusia!”Rinjani menelan ludahnya, seringai yang terlihat dari wajah siluman di depannya benar-benar membuatnya ketakutan. Tapi, dengan sekuat tenaga, gadis itu menahan agar perasaannya tak terlihat sedikitpun.Benar, yang ia hadapi saat ini bukan sekedar preman pasar. Tapi makhluk berusia ribuan tahun dan terkenal dengan kebengisannya.Setelah mengatakan hal itu, dalam hitungan detik tubuh Ghanindra menguap bagai tertiup angin.
“Manusia kali ini benar-benar merepotkan. Seharusnya, dia langsung saja meminta permohonan. Toh, ia tahu kalau masa hidupnya sudah tidak lama lagi.” Aku memperhatikan dari atap gedung tempat Rinjani bekerja.“Percuma saja kamu meminta pertolongan. Karena tak ada siapapun yang dapat membantumu untuk lepas dari takdir yang sudah terjalin antara kita berdua.”Yah, untuk sementara ini aku memutuskan untuk memperhatikan apa yang akan gadis itu lakukan. Sama seperti para mangsaku sebelumnya, ia sangat bertekad untuk bisa lepas dariku. Sampai-sampai dia mencari tahu apapun tentangku. Usaha yang tak pernah dilakukan oleh mangsa-mangsaku sebelumnya.Walau tak bisa dipungkiri, hal itu karena bantuan dari leluhurnya. Siapa lagi kalau bukan wanita yang menyebabkan diriku terkurung di dalam gua. Tapi, semua itu jadi membuatku sedikit tertarik. Aku jadi seperti hewan buas yang memainkan mangsanya sebelum benar-benar membunuhnya.Tak terasa, bibirku terangkat membentuk sebuah seringai. Aku sudah ta
“Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan anda, wahai Ghanindra.” Sesosok wanita muncul dari arah belakang Ghanindra.Dengan mengenakan pakaian tradisional yang didominasi oleh warna hijau dan dengan cara berjalannya yang anggun, wanita itu berjalan mendekatinya. Walau berasal dari kegelapan, tapi Ghanindra dapat melihat dengan jelas bahwa wanita itu memiliki paras yang rupawan.“Selama ini saya hanya mendengar tentang anda. Dan, saya pikir, kabar tersebut tak berlebihan.” Lanjutnya.Ghanidra sama sekali tak merespon sapaan tersebut. Hingga akhirnya, wanita itu tepat berada dibelakangnya dan menundukkan wajahnya sedikit sebagai tanda penghormatan.“Sepertinya ada yang sedang anda inginkan. Jika berkenan, bolehkah saya membantu?” Mata cantik nan tajamnya melihat ke arah kediaman Mbah Marno.“Tidak perlu.” Tanpa menoleh sedikitpun, Ghanindra menjawab dengan nada datar.Senyum wanita itupun tak pernah lepas, “Sebagai penguasa tempat ini, saya hanya ingin memberikan yang terbaik untuk tamu t
Pagi kembali menyapa. Dalam tidurnya, Rinjani merasa tubuhnya seakan dibelai oleh hangatnya sinar matahari yang menerpa dirinya. Ia pun perlahan bangkit dan melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Ya, sekarang sudah waktunya bersiap untuk kembali beraktifitas. Padahal, Rinjani merasa baru beberapa jam yang lalu memejamkan matanya.Tapi tak ada waktu untuk mengeluh. Toh, keputusan untuk menemui Mbah Marno semalam adalah keputusannya. Justru, ia harus berterima kasih kepada sahabatnya karena dengan ikhlas mau mengantarkan dirinya walau ditengah malam dan berada ditengah hutan pula.Seperti biasa, ia mulai merapikan dirinya. Bersiap untuk berangkat menuju tempatnya bekerja. Rinjani tersenyum di depan cermin yang tidak terlalu besar setelah memastikan jika pakaian yang dikenakan dan riasan yang menempel pada wajahnya telah melekat sempurna.“Perfect!” Rinjani melenggang keluar dari apartemennya.Hari ini, gadis itu memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum. Entah kenapa, hari ini
Dalam kegelapan, perlahan Sarah membuka matanya. Walau awalnya terasa sangat berat, namun ia tetap berusaha untuk menggerakkan serta tubuhnya. Karena belum sepenuhnya pulih, gadis itu pun tidak bisa memastikan dengan jelas dimana ia sekarang. Tapi yang jelas, suasana tempatnya membuka mata seperti sangat familiar.Dengan pandangan setengah kabur, Sarah memperhatikan sekeliling. Samar-samar ia seperti melihat ada beberapa tumpukan batu yang berjejer rapi dan ditancapkan setengahnya ke dalam tanah.Sarah mencoba bangun. Setelah berhasil duduk, gadis itu yakin jika saat ini ia sedang berada di atas rerumputan. Namun, setelah beberapa saat ia pun dibuat terkejut. Setelah penglihatannya benar-benar jelas, Sarah menyadari jika saat ini ia terbangun di tengah-tengah area pemakaman.“Aku kok bisa ada disini?” Panik setengah mati, Sarah membelalakkan matanya ke segala penjuru.Bayangkan saja, berada di tempat yang dikenal angker oleh sebagian besar masyarakat di tengah malam. Apa tidak disebut
“Dimana Sarah sekarang?!” Sontak Rinjani berteriak sambil memandang Ghanindra dengan tatapan emosi.Ghanindra tersenyum. Ia berpikir, rencana untuk membuat Rinjani terpancing akan segera berhasil.“Kamu mau tahu?” Tatapan tajam Ghanindra langsung menusuk ke dalam retina nan indah milih Rinjani.“Jangan bertele-tele. Cepat katakan, dimana kamu sembunyikan Sarah!”“Baiklah. Tapi, ada syaratnya.” Makhluk itu menyeringai.“Kamu harus memohon kepadaku untuk mengembalikan temanmu sekarang juga.”“Kalau begitu, aku mo…” Rinjani segera menghentikan kata-katanya.‘sebentar. Bukannya itu berarti aku membuat permohonan? Setelah itu, makhluk itu akan…’ untung saja diwaktu yang tepat, Rinjani menyadari rencana yang dilakukan oleh Ghanindra.“Lanjutkan!” Ucap Ghanindra.“Ha… Hahaha” Rinjani tertawa terbahak-bahak. “Jadi itu tujuanmu heh? Membuatku memohon agar kamu bisa leluasa memangsaku? Jangan harap hal itu akan terjadi!” Lanjutnya.“Wah, aku akui ternyata kamu pintar juga. Bisa menyadari rencan
Di sebuah hutan yang berada sangat jauh dari pusat kota, Ghanindra berdiri sendirian. Hutan dengan suasana yang mencekam, karena sinar matahari yang tak bisa menembus padatnya pepohonan yang tumbuh disana. Membuat hutan itu selalu gelap, sehingga hampir tak bisa dibedakan kapan siang dan malamnya.Sambil mengepalkan kedua tangannya, mata merahnya terus menatap jauh dengan tatapan tajamnya.“Sial, bisa-bisanya aku kalah dari manusia lemah itu!”“AAARGH…” suara Ghanindra menggelegar, sehingga membuat burung-burung yang ada disana berterbangan.“Ck… Aku kira siapa yang berani masuk ke dalam wilayahku,” wanita yang memakai pakaian tradisional berjalan mendekat. “Aku senang, akhirnya kita bisa bertemu lagi.” Maheswari, makhluk penguasa hutan yang terkenal akan sosoknya yang cantik jelita.“Biar ku tebak, sepertinya rencanamu tidak berjalan lancar ya?”Ghanindra menoleh tanpa menjawab apa-apa.“Bukankah sebelumnya aku sudah menawarkan bantuan? Harusnya kamu terima saja. Tapi sayang, kamu ma
Rinjani terus mengikuti langkah besar pria yang berjalan di depannya. Mau tidak mau, gadis itu harus mengikutinya karena tas miliknya masih bertengger di tangan Ghanindra. Walau dirinya sudah mempercepat langkahnya, tetap saja ia tak bisa menyamakannya dengan pria tersebut.“Kembalikan tasku! Mau sampai kapan kamu mau membawanya, heh?” Rinjani berharap, dengan suaranya yang diperkeras, dapat membuat Ghanindra menghentikan langkahnya.Namun, sepertinya Rinjani harus menelan kekecewaan, melihat Ghanindra tak mengindahkan kata-katanya sama sekali.Akhirnya, kesabarannya pun habis. “Aku bilang berhenti!” Rinjani berteriak. Tak peduli sekarang mereka berdua sedang berada di tempat umum sekalipun. Semua orang yang berada di tempat itupun langsung memusatkan pandangan mereka kepada gadis itu.Tentu saja, setelah itu mata Rinjani menyapu ke segala arah. Dan akhirnya, ia pun tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya sendiri.Tak disangka, Ghanindra yang tadinya bersikap cuek kini sedang m