“Hahaha…” Ghanindra tertawa terbahak-bahak. Kedua tangannya menyeka kepalanya hingga ke belakang. Bukannya mengesankan, pemandangan tersebut malah terkesan menakutkan.
“Berani-beraninya wanita itu memberitahukan rahasiaku.” Lanjutnya.
“Jadi, lebih baik kamu urungkan niatmu untuk memakanku. Karena sampai kapanpun, aku nggak akan memohon apa-apa darimu!.”
Ghanindra mendengus, “Memangnya, apa alasan para dewa itu sampai mengurungku? Kalau bukan karena aku adalah makhluk yang paling kejam yang pernah ada. Jangan yakin dulu kalau kamu akan lolos begitu saja, wahai manusia!”
Rinjani menelan ludahnya, seringai yang terlihat dari wajah siluman di depannya benar-benar membuatnya ketakutan. Tapi, dengan sekuat tenaga, gadis itu menahan agar perasaannya tak terlihat sedikitpun.
Benar, yang ia hadapi saat ini bukan sekedar preman pasar. Tapi makhluk berusia ribuan tahun dan terkenal dengan kebengisannya.
Setelah mengatakan hal itu, dalam hitungan detik tubuh Ghanindra menguap bagai tertiup angin. Tapi, bersamaan dengan itu, ia sempat berbicara lagi. “Nikmati saat-saat terakhirmu! Selagi aku masih memberimu kesempatan untuk bernafas, wahai manusia!”
Setelah makhluk itu benar-benar menghilang, tubuh Rinjani tersungkur akibat kakinya yang lemas tak bisa menahan beban tubuhnya sendiri. Nafasnya tersengal-sengal, jantungnya juga berdegup dengan kencang. Inikah rasanya rasa takut yang sebenarnya?.
“Gimana caranya aku menghadapi makhluk kejam seperti dia?” gumam Rinjani.
Setelah ini, ia merasa masa depannya sudah pasti akan menemui kesuraman. Jangankan merancang masa depan yang bahagia, berumur panjang saja sudah sangat baik untuknya.
Rinjani menggenggam liontin batu di dadanya, “Ya, bukankah manusia adalah makhluk paling sempurna? Kalau begitu, aku nggak boleh kalah melawan makhluk seperti dia!”
Setelah memastikan tenaganya sudah kembali, Rinjani bangkit kembali. Beberapa kali bertemu dengan makhluk pemakan manusia bernama Ghanindra, membuatnya penasaran akan sesuatu. Yaitu siapa ia sebenarnya.
Mungkin dari situ, ia bisa menemukan petunjuk bagaimana cara menghadapi siluman itu. Lebih baik lagi, kalau Rinjani dapat melenyapkannya sekalian.
Segera, jari-jarinya dengan lincah membantunya meluncur ke dunia maya. Mencari semua informasi terkait makhluk bernama Ghanindra. Tak lupa, dengan tajam matanya membaca kata demi kata dari semua situs yang tersaji di hadapannya.
Tak banyak informasi yang memuat tentang siluman tersebut. namun, ada beberapa situs yang dengan gamblang menceritakan tentang legenda masyarakat khususnya penduduk sekitar kaki gunung tempat Ghanindra tinggal.
Gunung tersebut tak lain merupakan tempatnya dan Sarah mendaki terakhir kali. Ada rasa sesal yang terbesit di pikirannya karena waktu itu ia tak mencari tahu terlebih dahulu tentang gunung yang akan mereka daki.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Tak ada waktu untuk memikirkan waktu yang telah lewat. Kini, ia harus mencari cara agar bisa bertahan hidup.
Dalam situs itu, diceritakan bahwa di gunung tersebut terdapat siluman pemakan manusia yang terkurung. Ada waktu tertentu dimana makhluk tersebut akan keluar dari tempatnya untuk mencari mangsa, namun disana tak dijelaskan kapan ia akan berburu.
“10 tahun sekali” Tanpa sadar, rinjani bergumam. “Dan sekarang, makhluk itu sedang memburuku.” Lanjutnya.
Lama berkutat dengan perangkat elektroniknya, hanya itu informasi yang dapat ia gali. Mungkin karena legenda tersebut tak sepopuler cerita rakyat lainnya. Ditambah, gunung tersebut tak begitu familiar ditelinga para pendaki. Sehingga hanya sedikit informasi yang ia dapat mengenai Ghanindra.
Akhirnya, Rinjani menyudahi aktivitasnya. Ada sedikit kekecewaan dalam hatinya. tapi semua lebih baik, dari pada tidak mendapat informasi sama sekali.
***
“Selamat pagi rin. Kamu kenapa? Kok kayak nggak semangat gitu?” Sapa Sarah yang tiba di kantor setelah Rinjani.
“Hmm…” Rinjani memangku kepalanya menggunakan kedua tangannya di atas meja kerjanya.
Wajah Rinjani memperlihatkan ekspresi tak bersemangat. Disekitar kedua matanya tercetak dengan jelas rona kehitaman.
“Aku nggak bisa tidur.”
“Ada masalah? Cerita dong sama aku. Kali aja aku bisa nambahin beban kamu. Ups!” Sarah menutup mulutnya lalu tertawa ringan.
Mendengar lelucon dari sahabatnya, membuat Rinjani tak bisa menahan senyumnya.
“Sar, aku mau tanya deh. Tapi, kamu jangan ketawa ya!” Rinjani mendekatkan kursinya ke arah Sarah.
Gadis itu mengerutkan keningnya, “Biasanya juga kalau kamu mau tanya, nggak pake izin dulu. Emangnya kamu mau tanya apa sih?”
Rinjani memperhatikan sekeliling, ia ingin memastikan bahwa tak ada satu orang pun yang mendengarkan pembicaraan mereka.
“Kamu tahu nggak, kira-kira dimana orang pintar yang hebat? Pokoknya yang tahu semua tentang dunia supranatural gitu deh.”
Kedua mata Sarah membola, ia tak menyangka akan mendengar pertanyaan konyol yang keluar dari mulut sahabatnya. Karena yang ia tahu, Rinjani merupakan orang yang paling rasional yang pernah ia temui.
“Bentar” Sarah menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. “Coba ulangi lagi!” Lanjutnya sambil mendekatkan telinganya ke samping.
Rinjani menghembuskan nafasnya, lalu berbisik ke telinga yang jaraknya sangat dekat. “Kamu ada kenalan orang pintar nggak?”
“Rin… Ini bener Rinjani sahabat aku kan?” kedua mata sarah terus menelisik tiap sudut wajah Rinjani.
“Iya, ini aku. Emangnya siapa lagi?” Rinjani menjauhkan wajahnya.
“Kamu nggak lagi kesurupan kan?” Tanya Sarah lagi.
“Kalau kesurupan, aku nggak akan cuma tanya. Tapi bakal narik telinga kamu sampai puanja…ng.” Rinjani menjawab sambil merentangkan kedua tangannya sampai batas maksimal.
“Nggak usah marah gitu dong. Habis, pertanyaan kamu itu aneh tahu nggak. memangnya buat apa sih, kamu sampai tanya aku kenal orang pintar atau nggak?”
“Sstt…” Rinjani segera memberikan kode agar Sarah memelankan suaranya. “Jadi, ada atau nggak?”
Sarah berpikir sejenak, “Ada sih. Tapi…”
“Tapi apa?”
“Tempatnya jauh banget dari sini. bisa dibilang, hampir masuk ke hutan gitu. Tapi aku yakin, dia tuh hebat banget.”
“Pulang kerja, anterin aku kesana ya.” Pinta Rinjani.
“Kamu udah gila ya, Rin! Mau sampai jam berapa, kalau kita berangkatnya pulang ngantor heh?”
“Terus kapan dong?”
“Gimana kalau weekend ini? Kita berangkat dari pagi, sore pasti udah balik lagi kok.”
“Keburu tinggal nama itu sih” Rinjani bergumam.
“Maksudnya? Kamu dikerjain orang Rin? Siapa yang berani-beraninya ngelakuin itu ke kamu? Kasih tahu siapa orangnya! Biar aku yang beri pelajaran. Enak aja, kalau nggak suka, jangan pakai cara halus dong! pengecut banget tu orang.”
Sarah tak bisa mengendalikan suaranya, sehingga sebagian besar karyawan yang berada di ruangan tersebut memperhatikan tingkah lakunya.
“Stop! Apaan sih? Bukan begitu ceritanya.”
“Kamu nggak apa-apa Rin?” Percakapan antar dua sahabat itu terinterupsi oleh suara laki-laki yang berasal dari belakang Rinjani.
“Eh, pak Jo. Bukan pak, bukan apa-apa.”
Jonathan, pria keturunan cina. Yang bekerja sebagai Ketua Tim Perencanaan di perusahaan tempat Rinjani bekerja. Pria berusia 27 tahun. Usia yang masih terbilang muda untuk memegang jabatan sebagai Ketua Tim.
Ada rumor yang beredar, jika jabatan tersebut didapat karena dirinya merupakan putra kedua dari pemilik perusahaan. Disisi lain, bagi yang mengenalnya, jabatan tersebut tak berlebihan untuk ia emban. Karena Jonathan memang memiliki kemampuan yang mumpuni.
“Ya sudah kalau begitu. tapi kalau ada masalah, cerita sama saya. Nanti pasti saya bantu.” Pria itu tersenyum.
“I… Iya pak. Beneran nggak ada apa-apa kok.” Sanggah Rinjani.
Jonathan menganggukkan kepalanya, “Baiklah. Selamat bekerja Rin.” Suara dan ekspresi lembut yang hanya terdengar hanya saat dirinya berada di hadapan gadis itu.
“Terima kasih pak Jo.”
“Manusia kali ini benar-benar merepotkan. Seharusnya, dia langsung saja meminta permohonan. Toh, ia tahu kalau masa hidupnya sudah tidak lama lagi.” Aku memperhatikan dari atap gedung tempat Rinjani bekerja.“Percuma saja kamu meminta pertolongan. Karena tak ada siapapun yang dapat membantumu untuk lepas dari takdir yang sudah terjalin antara kita berdua.”Yah, untuk sementara ini aku memutuskan untuk memperhatikan apa yang akan gadis itu lakukan. Sama seperti para mangsaku sebelumnya, ia sangat bertekad untuk bisa lepas dariku. Sampai-sampai dia mencari tahu apapun tentangku. Usaha yang tak pernah dilakukan oleh mangsa-mangsaku sebelumnya.Walau tak bisa dipungkiri, hal itu karena bantuan dari leluhurnya. Siapa lagi kalau bukan wanita yang menyebabkan diriku terkurung di dalam gua. Tapi, semua itu jadi membuatku sedikit tertarik. Aku jadi seperti hewan buas yang memainkan mangsanya sebelum benar-benar membunuhnya.Tak terasa, bibirku terangkat membentuk sebuah seringai. Aku sudah ta
“Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan anda, wahai Ghanindra.” Sesosok wanita muncul dari arah belakang Ghanindra.Dengan mengenakan pakaian tradisional yang didominasi oleh warna hijau dan dengan cara berjalannya yang anggun, wanita itu berjalan mendekatinya. Walau berasal dari kegelapan, tapi Ghanindra dapat melihat dengan jelas bahwa wanita itu memiliki paras yang rupawan.“Selama ini saya hanya mendengar tentang anda. Dan, saya pikir, kabar tersebut tak berlebihan.” Lanjutnya.Ghanidra sama sekali tak merespon sapaan tersebut. Hingga akhirnya, wanita itu tepat berada dibelakangnya dan menundukkan wajahnya sedikit sebagai tanda penghormatan.“Sepertinya ada yang sedang anda inginkan. Jika berkenan, bolehkah saya membantu?” Mata cantik nan tajamnya melihat ke arah kediaman Mbah Marno.“Tidak perlu.” Tanpa menoleh sedikitpun, Ghanindra menjawab dengan nada datar.Senyum wanita itupun tak pernah lepas, “Sebagai penguasa tempat ini, saya hanya ingin memberikan yang terbaik untuk tamu t
Pagi kembali menyapa. Dalam tidurnya, Rinjani merasa tubuhnya seakan dibelai oleh hangatnya sinar matahari yang menerpa dirinya. Ia pun perlahan bangkit dan melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Ya, sekarang sudah waktunya bersiap untuk kembali beraktifitas. Padahal, Rinjani merasa baru beberapa jam yang lalu memejamkan matanya.Tapi tak ada waktu untuk mengeluh. Toh, keputusan untuk menemui Mbah Marno semalam adalah keputusannya. Justru, ia harus berterima kasih kepada sahabatnya karena dengan ikhlas mau mengantarkan dirinya walau ditengah malam dan berada ditengah hutan pula.Seperti biasa, ia mulai merapikan dirinya. Bersiap untuk berangkat menuju tempatnya bekerja. Rinjani tersenyum di depan cermin yang tidak terlalu besar setelah memastikan jika pakaian yang dikenakan dan riasan yang menempel pada wajahnya telah melekat sempurna.“Perfect!” Rinjani melenggang keluar dari apartemennya.Hari ini, gadis itu memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum. Entah kenapa, hari ini
Dalam kegelapan, perlahan Sarah membuka matanya. Walau awalnya terasa sangat berat, namun ia tetap berusaha untuk menggerakkan serta tubuhnya. Karena belum sepenuhnya pulih, gadis itu pun tidak bisa memastikan dengan jelas dimana ia sekarang. Tapi yang jelas, suasana tempatnya membuka mata seperti sangat familiar.Dengan pandangan setengah kabur, Sarah memperhatikan sekeliling. Samar-samar ia seperti melihat ada beberapa tumpukan batu yang berjejer rapi dan ditancapkan setengahnya ke dalam tanah.Sarah mencoba bangun. Setelah berhasil duduk, gadis itu yakin jika saat ini ia sedang berada di atas rerumputan. Namun, setelah beberapa saat ia pun dibuat terkejut. Setelah penglihatannya benar-benar jelas, Sarah menyadari jika saat ini ia terbangun di tengah-tengah area pemakaman.“Aku kok bisa ada disini?” Panik setengah mati, Sarah membelalakkan matanya ke segala penjuru.Bayangkan saja, berada di tempat yang dikenal angker oleh sebagian besar masyarakat di tengah malam. Apa tidak disebut
“Dimana Sarah sekarang?!” Sontak Rinjani berteriak sambil memandang Ghanindra dengan tatapan emosi.Ghanindra tersenyum. Ia berpikir, rencana untuk membuat Rinjani terpancing akan segera berhasil.“Kamu mau tahu?” Tatapan tajam Ghanindra langsung menusuk ke dalam retina nan indah milih Rinjani.“Jangan bertele-tele. Cepat katakan, dimana kamu sembunyikan Sarah!”“Baiklah. Tapi, ada syaratnya.” Makhluk itu menyeringai.“Kamu harus memohon kepadaku untuk mengembalikan temanmu sekarang juga.”“Kalau begitu, aku mo…” Rinjani segera menghentikan kata-katanya.‘sebentar. Bukannya itu berarti aku membuat permohonan? Setelah itu, makhluk itu akan…’ untung saja diwaktu yang tepat, Rinjani menyadari rencana yang dilakukan oleh Ghanindra.“Lanjutkan!” Ucap Ghanindra.“Ha… Hahaha” Rinjani tertawa terbahak-bahak. “Jadi itu tujuanmu heh? Membuatku memohon agar kamu bisa leluasa memangsaku? Jangan harap hal itu akan terjadi!” Lanjutnya.“Wah, aku akui ternyata kamu pintar juga. Bisa menyadari rencan
Di sebuah hutan yang berada sangat jauh dari pusat kota, Ghanindra berdiri sendirian. Hutan dengan suasana yang mencekam, karena sinar matahari yang tak bisa menembus padatnya pepohonan yang tumbuh disana. Membuat hutan itu selalu gelap, sehingga hampir tak bisa dibedakan kapan siang dan malamnya.Sambil mengepalkan kedua tangannya, mata merahnya terus menatap jauh dengan tatapan tajamnya.“Sial, bisa-bisanya aku kalah dari manusia lemah itu!”“AAARGH…” suara Ghanindra menggelegar, sehingga membuat burung-burung yang ada disana berterbangan.“Ck… Aku kira siapa yang berani masuk ke dalam wilayahku,” wanita yang memakai pakaian tradisional berjalan mendekat. “Aku senang, akhirnya kita bisa bertemu lagi.” Maheswari, makhluk penguasa hutan yang terkenal akan sosoknya yang cantik jelita.“Biar ku tebak, sepertinya rencanamu tidak berjalan lancar ya?”Ghanindra menoleh tanpa menjawab apa-apa.“Bukankah sebelumnya aku sudah menawarkan bantuan? Harusnya kamu terima saja. Tapi sayang, kamu ma
Rinjani terus mengikuti langkah besar pria yang berjalan di depannya. Mau tidak mau, gadis itu harus mengikutinya karena tas miliknya masih bertengger di tangan Ghanindra. Walau dirinya sudah mempercepat langkahnya, tetap saja ia tak bisa menyamakannya dengan pria tersebut.“Kembalikan tasku! Mau sampai kapan kamu mau membawanya, heh?” Rinjani berharap, dengan suaranya yang diperkeras, dapat membuat Ghanindra menghentikan langkahnya.Namun, sepertinya Rinjani harus menelan kekecewaan, melihat Ghanindra tak mengindahkan kata-katanya sama sekali.Akhirnya, kesabarannya pun habis. “Aku bilang berhenti!” Rinjani berteriak. Tak peduli sekarang mereka berdua sedang berada di tempat umum sekalipun. Semua orang yang berada di tempat itupun langsung memusatkan pandangan mereka kepada gadis itu.Tentu saja, setelah itu mata Rinjani menyapu ke segala arah. Dan akhirnya, ia pun tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya sendiri.Tak disangka, Ghanindra yang tadinya bersikap cuek kini sedang m
Sepeninggal Ghanindra, Maheswari masih mematung sendirian di tempat yang sama. Ia merasa harga dirinya sebagai pemimpin hutan telah tercoreng. “Entah kenapa, ancamanmu justru membuatku semakin ingin mengganggunya.” Wanita itu menyeringai. Iapun melihat sekeliling, “Akhirnya, batu pusaka itu akan jadi milikku. Dengan begitu, kamu akan berada dalam genggamanku.” Maheswari menatap kedua tangannya yang telah pulih seperti sedia kala. “Atreya.” Tak lama setelah Maheswari menyebut sebuah nama, dari belakangnya muncul sesosok pria seperti seorang pengawal kerajaan jaman dahulu. Postur tubuhnya gagah, kulit yang bersih dan tatapan mata yang tajam seolah dapat mengetahui apa yang ada disekitarnya. “Anda memanggil saya, ratu?” Pria itu menundukkan kepalanya. “Ada hal yang harus kamu lakukan.” Jawab sang ratu tanpa menoleh ke belakang. “Apapun itu, akan hamba laksanakan.” Setelah Atreya mendengar perintah dari pimpinannyaa, ia pun segera beranjak untuk menjalankan tugas. Sementara itu, G