Adelia membaringkan tubuh lelahnya di ranjang satu-satunya di unit apartemen yang kini menjadi tempat tinggalnya. Setelah menyelesaikan rancangan untuk renovasi ruang CEO yang baru.
Kini, gadis dua puluh enam tahun itu mencoba memejamkan mata untuk terbang ke alam mimpi. Mengistirahatkan tubuhnya dan otaknya sejenak, sebelum menerima pekerjaan di esok hari.
Pagi ini, Adelia menggeliat pelan dari balik selimut yang mengubur seluruh tubuhnya. Ia melirik jam digital yang berada di nakas. Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi, membuat gadis itu menarik kedua ujung bibirnya.
Adelia memutuskan untuk bangun. Ia merenggangkan otot-otot tangan dan sekitar lehernya sebelum benar-benar beranjak dari ranjangnya. Seperti kebiasaannya setiap pagi, ia akan bergegas ke kamar mandi untuk membasuh tubuh dan menyelesaikan ritual paginya.
Setelah menyelesaikan ritual paginya, Adelia membalut tubuhnya dengan sehelai handuk yang cukup menutupi area dada hingga pertengahan paha. Ia merapikan tempat tidur sebelum berganti pakaian.
Adelia memakai kemeja panjang berwarna biru di padukan dengan celana dan blazer senada. Ia memoleskan beberapa macam kosmetik dan memulas bibir tebal yang dengan lipstik berwarna merah. Selesai dengan make up-nya, gadis itu meraih tas kerja beserta I-Pad keluar menuju ruang makan di dekat dapur. Ia memilih meminum susu dan menyeduh semangkuk cereal sebagai sarapannya pagi ini.
Tak butuh lama untuk dirinya menyantap sarapannya. Sebelum berangkat, ia memastikan penampilannya rapi. Lalu ia pun turun ke lantai dasar untuk menunggu taxi pesanannya.
Drrt ... Drrt ... Drrt
Ponsel di dalam tas kerja Adelia bergetar lebih dari dua kali tanpa sepengetahuan pemiliknya. Kini gadis itu telah berada di dalam taxi menuju kantor. Ia menyadarkan tubuhnya untuk bersantai sejenak. Hingga sampai di lobby kantor.
Adelia yang telah turun dari taxi mendapat sapaan ramah dari penjaga keamanan yang bertugas pagi ini.
“Selamat pagi Ms. Giovanni.” Sapa laki-laki yang berseragam keamanan itu.
“Selamat pagi juga, An.” Balas Adelia sopan.
Gadis itu berjalan dengan penuh kepercayaan diri menuju lift yang biasa di gunakan CEO dan asisten pribadinya. Ya, sejak kedatangan Alexander Felix Johnson kemarin, Adelia di anjurkan memakai lift khusus petinggi perusahaan saat naik menuju meja kerjanya.
Perlakuan yang sangat spesial itu tentu membuat siapapun iri kepada gadis beruntung itu. Adelia termasuk karyawan baru dan ia begitu mendapat perlakuan istimewa.
Tentu saja kemarin Alexander Felix Johnson telah merubah beberapa peraturan untuk semua kebijakan perusahaan. Termasuk beberapa perlakuan spesial bagi sekretaris yang akan membantunya bekerja.
Gosip tak mengenakkan pun menyebar dengan cepat setelah pembaharuan peraturan yang di tetapkan secara tiba-tiba itu. Mereka menganggap Adelia telah merayu sang CEO agar mendapat perlakuan baik dan kenyamanan extra.
Dan seperti biasa, Adelia mengabaikan desas-desus yang di tangkap oleh indera pendengarannya. Toh, bila mereka lelah akan diam sendiri. Begitu pemikiran gadis dua puluh enam tahun itu.
Setelah sampai di mejanya, Adelia mendapati sebuah kunci yang ia yakini adalah kunci mobil dan surat kendaraan, Ferrari Enzo. Di benaknya kini banyak pertanyaan tanpa jawaban.
Adelia memilih membuka laptopnya sembari menunggu kedatangan William Johnson. Ia menelaah laporan yang berada di mejanya sebelum nanti di serahkan pada pimpinan perusahaan.
Ting ...
Suara dentingan lift terbuka membuat Adelia kaget. Pasalnya belum ada pemberitahuan bahwa William akan datang. Ia beranjak dari posisinya. Dan betapa terkejut ternyata yang datang adalah Alexander Johnson dan asistennya Tommy Fernandez.
“Selamat pagi Mr. Felix dan Mr. Fernandez.” Sapa Adelia sopan.
Alex menghentikan langkahnya. Di ikuti oleh Tommy yang juga berhenti.
“Ulangi!” titah Alexander Johnson.
“Hah? Apa yang di ulang?” tanya gadis itu bingung.
“Sapaanmu pagi ini.” Jawab Alex dingin.
Tommy yang berada di belakangnya ingin tertawa, namun ia tahan. Bisa Gawat kalau ketahuan Alex yang songong itu. Bisa-bisa dia di pindahkan ke cabang California lagi.
Gadis dengan raut bingung itu akhirnya paham.
Dasar gila hormat!!
“Ehm, Selamat pagi Mr. Felix dan Mr. Fernandez.” Ulang gadis itu.
Alex menoleh ke arah Adelia. Menatap kedua bola mata bening gadis itu dengan tatapa tajam dari mata birunya yang mampu menaklukkan para wanita.
“Cukup sapa aku, Mr. Felix. Kalau kau mau menyapa Tommy, lakukan nanti.” Kata Alex tajam.
Tommy semakin menahan tawanya. Rasa-rasanya isi perutnya ingin keluar lagi melihat sifat kekanak-kanakan Alex pagi ini. Laki-laki itu menggeleng geli.
“Ahh ,,, Baiklah Mr. Felix, maafkan saya. Selamat pagi Mr. Felix.” Ucap Adelia ke sekian kali.
“Hmm, masuk ke ruanganku sekarang juga.” Ucap Alexander Johnson sembari berlalu dari hadapan Adelia, di ikuti Tommy di belakangnya.
Adelia bertanya kepada Tommy melalui isyarat mata. Namun laki-laki itu hanya mengedikkan kedua bahunya. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam demi menahan ke ingintahuannya. Ia segera masuk ke ruangan CEO sesuai perintah boss barunya.
“Ada yang bisa saya bantu Mr. Felix?” Tanya Adelia yang kini berdiri tak jauh dari meja kerjanya.
“Duduk!” titah Alex tanpa mau di bantah.
Adelia dengan patuh duduk di hadapan boss barunya yang suka seenaknya menurut gadis itu.
“Tommy?” Panggil Alex.
Tommy yang tanggap dengan keinginan boss dan sahabatnya itu segera membuka dokumen yang dibawa ya dari rumah tadi.
“Silahkan Ms. Giovanni.” Tommy memberikan dokumen itu kepada Adelia.
“Apa ini?” tanya Adelia spontan.
“Ini peraturan baru untuk posisi anda. Dan beberapa fasilitas yang akan anda dapatkan selama sepuluh tahun ke depan.” Jelas Tommy.
Adelia membulatkan matanya. “A-apa? Sepuluh tahun? Siapa yang akan bekerja sepuluh tahun di sini?”
“Silahkan anda baca dokumennya dulu. Jika ada yang tidak mengerti, saya akan menjelaskan setiap poinnya.” Jelas Tommy.
Alexander Johnson hanya tersenyum tipis melihat reaksi gadis di hadapannya itu. Ia cukup merasa tertarik dengan reaksi yang di keluarkan gadisnya. Ya, sejak kemarin Alexander sudah mengklaim gadis yang akan menjadi sekretarisnya itu sebagai miliknya.
“A-apa maksud semua ini? Kenapa di sini ada kontrak sepuluh tahun? Aku tidak pernah menandatangani ini sebelumnya. Dan apa maksud dari fasilitas yang tertera di sini?” tanya Adelia bingung. Sungguh, isi setiap lembar di dokumen itu membuatnya terkejut.
“Tommy?” Alex mengisyaratkan agar asisten pribadinya menjelaskan setiap point di lembar dokumen itu pada Adelia.
“Ehm, begini Ms. Giovanni. Peraturan yang anda baca baru saja di ubah kemarin dan untuk fasilitas seperti unit apartemen baru dan mobil, ini murni dari Mr. Alexander Johnson. Anda hanya perlu bekerja empat puluh jam dalam seminggu. Itu artinya hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur. Untuk public holiday dan cuti tahunan tetap akan anda dapatkan seperti yang telah tertulis di sana. Anda mengerti?” terang Tommy panjang lebar.
Raut gadis itu semakin tak terbaca. Ia seperti terhempas ke dunia lain. Rasa-rasanya ini seperti mimpi. Hingga suara berat dari Alexander Johnson menyadarkan dirinya.
“Adelia?” panggil Alexander datar.
“Ya? Ah ,,, Maaf saya melamun Mr, tapi peraturan dan fasilitas ini benar-benar membingungkan bagi saya.” Jawab Adelia jujur.
Alex menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyumnya tipis. “Apa yang membuatmu bingung?”
“Ehm, semua ini terlalu berlebihan. Saya pikir tidak perlu seperti ini Mr. Felix. Ini akan menimbulkan gosip yang tidak mengenakkan di kantor.” Jelas Adelia.
“Aku tidak pernah peduli perkataan orang lain. Begitu juga denganmu. Ini pantas kamu dapatkan dan aku tidak menerima penolakan.” Ucap Alex dengan tegas.
“S-saya ...”
“Bagaimana dengan perencanaan renovasi ruangan ini? Apakah semua sudah kamu selesaikan?” tanya Alex datar.
Tommy mengerutkan dahinya heran. Alexander yang jarang berbicara dengan perempuan, kini tampak begitu santai dengan gadis yang kini duduk di hadapannya. Meski nada bicara yang terkesan datar, ia tahu bahwa sahabatnya sedang ada perasaan lain kepada Adelia.
“Ehm, semua sudah selesai saya kerjakan. Saya sudah mencarikan pekerja yang bisa di andalkan. Dan seperti yang sudah saya katakan satu minggu semuanya akan selesai.” Jawab Adelia yakin.
Alexander menyeringai, “Apa kompensasi untukku bila dalam seminggu ruangan ini belum beres?”
Adelia menatap kedua bola mata biru boss-nya dengan tatapan penuh keyakinan. Gadis itu tersenyum tipis dan berkata, “Saya belum pernah gagal memprediksi perencanaan seperti ini. Kecuali bila ada tangan kotor yang ikut campur.”
Menarik!! Pikir Alex
“Kamu tidak usah khawatir, aku akan memastikan tidak ada tangan kotor yang mengganggu pekerjaanmu.” Cetus Alex datar.
“Bolehkah saya menolak fasilitas yang anda berikan?” tanya Adelia.
“Tommy?”
Lagi-lagi Alex meminta asisten pribadinya menjelaskan kepada gadis keras kepala di hadapannya itu.
“Tidak bisa Ms. Giovanni. Nikmati saja semuanya, dan bekerjalah dengan baik. Mungkin itu bisa jadi tanda terima kasih anda kepada Mr. Johnson.” Jelas Tommy.
“Baiklah. Sepertinya percuma saya menolak kalau Mr. Felix sudah menyiapkan semuanya. Saya akan bekerja dengan sebaik-baiknya. Kalau begitu saya permisi Mr. Felix, dan terima kasih.” Gadis itu beranjak dari posisinya. Membungkukkan tubuh sebagai tanda hormat dan keluar dari ruangan Alex.
Setelah Adelia keluar, Tommy mendelik ke arah sahabat dan boss-nya itu.
“Lo naksir sama sekretaris itu?” tebak Tommy.
Alex menarik kedua ujung bibirnya. Dan itu membuat Tommy terkejut.
“Jangan bilang Lo mau menjerat gadis itu!!” Ucap Tommy horror.
“Apa yang salah? Kita sama-sama tak punya kekasih.” Jawab Alex santai.
“S-sejak kapan?” tanya Tommy
Alex menyeringai. “Sejak saat itu ...” Jawabnya ambigu.
“Kamu sudah pulang dari kemarin tapi baru hari ini mengunjungi Mommy? Kamu keterlaluan Felix! ” Seru Maria Johnson dengan nafas menggebu. Laki-laki berusia tiga puluh satu tahun itu terkekeh pelan. Ia segera menghampiri wanita yang telah melahirkannya, merawat dan membesarkannya. Alex memeluk wanita paruh baya yang di sayanginya. “Jangan marah Mommy. Kemarin Felix ada urusan yang sangat penting.” Bujuk Alex. Maria melonggarkan paksa pelukan Alex. Wanita paruh baya itu memandang putranya dengan wajah memerah, “Jadi urusanmu lebih penting dari pada bertemu Mommy !!? Iya?!” tanya Maria emosi. Alex kembali terkekeh. Ia meraih kedua tangan Mommy-nya dan melabuhkan kecupan di sana. “Ini juga demi Mommy dan juga demi masa depan Felix.” Ucap Alex lembut. Maria menaikkan satu alisnya. “Demi Mommy? Demi masa depan kamu? Maksudnya?” Maria bingung dengan kata ambigu putranya. Alex semak
“Pagi-pagi udah cemberut aja Lo, Del?” celetuk Jessy. Adelia menghela nafas kasar. Ia mengacak-acak rambutnya yang telah tersisir rapi sejak sepuluh menit lalu. “Ehm, Lo nggak ngantor?” “Bos baru gue berulah!! Arghh!!? Pengin gue tabok muka tuh orang!?” ucap Adelia menggebu. “Kenapa lagi?” “Gue udah siap-siap berangkat, tiba-tiba dia telepon nyuruh gue nggak masuk. Kenapa nggak dari semalem aja ngomongnya? Padahal tadi malam juga nelpon gue!” Jessy mengernyit heran. “Boss Lo semalem telepon? Ngapain? Ah, ja...” “Jangan mengada-ada. Gue dan dia nggak ada hubungan apa pun.” desis Adelia tajam. “Hahaha, awas aja Del! Nanti lama-lama benci jadi cinta loh?” Jessy semakin terkikik geli. “Dalam mimpi!?” Adelia kembali ke kamar, ia menghempaskan tas kerja dan I-Pad -nya di kasur. Ia segera mengganti pakaiannya dengan sehelai gaun santai dan menghapus lipstik merah di bibirnya. Tak lama kemudian
Adelia merenggangkan otot-otot leher dan tangannya lantaran pegal setelah menonton film kartun kesukaan Jessy selama dua jam lamanya. Gadis dua puluh lima tahun itu terlelap di pelukan Adelia. Selalu seperti ini ketika mereka bersama. Adelia tidak segan-segan memanjakan dan menuruti keinginan Jessy. Pelan-pelan Adelia membaringkan tubuh Jessy ke sofa agar gadis itu terlelap lebih lama. Setelah memastikan Jessy nyaman dalam posisi tidurnya, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air untuk membasahi tenggorokannya. Ia melirik jam kecil yang berada di sebelah lemari pendingin. "Masih ada waktu untuk berendam sesaat," gumam Adelia dalam hati. Setelah mencuci gelas yang baru saja ia gunakan, Adelia beranjak menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Ia mengisi bathtub dengan air hangat. Tak lupa ia menambahkan sabun dengan aroma mawar ke dalamnya. Ia menutup kran ketika air sudah memenuhi lebih dari separu
Sepanjang hari ini senyum lebar tersungging di bibir Alexander Johnson. Seperti sebuah situasi yang langka, bisa melihat raut berbinar milik laki-laki tersebut. Biasanya wajah Alex hanya tampak datar tanpa ekspresi. Apalagi, semenjak kejadian tiga tahun yang lalu membuat wajah datar itu semakin dingin dan menakutkan. Tak ada senyum ataupun sapaan yang keluar dari bibirnya. Tak terkecuali dengan relasi bisnis Johnson Corporation. Kalau bukan karena otak pintar Alex yang tiada duanya dan kedudukannya sebagai putra William Johnson, mungkin saja ia tak akan disegani oleh banyak orang. Sore ini Alex dengan begitu bersemangat segera bersiap-siap untuk menjemput gadis yang telah memenuhi relung hatinya. Alex bergegas menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia melepas semua pakaiannya tanpa terkecuali dan masuk ke kamar mandi. Dua puluh menit kemudian Alex menyelesaikan acara mandinya. Termasuk merapikan bulu-bulu halus di sekitar d
Seumur hidup Adelia tidak pernah bermimpi terlalu tinggi. Dulu, saat dia berusia sepuluh tahun Adelia kecil mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang Dokter. Namun ketika ia menginjak lima belas tahun cita-cita itu berubah. Adelia remaja ingin memiliki usaha sendiri. Dan bisa membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain. Sungguh! Itu adalah cita-cita yang begitu mulia. Keinginannya itu mendapat dukungan penuh dari Sang Ibu. Tapi, takdir seolah menguji Adelia saat itu. Selang dua bulan, Sang Ibu meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Satu kenyataan yang sempat membuat Adelia sakit dan sulit untuk menerima. Beruntung saat itu ia selalu di temani sahabat baiknya sejak kecil untuk melewati hari-hari sebagai anak yatim piatu. Mereka berdua tinggal bersama sampai satu bulan yang lalu. Sebelum Adelia memutuskan untuk menenangkan diri pindah ke New York karena patah hati. Kini kehidupan Adelia berubah menjadi seratus delapan puluh derajat karena penga
Suasana tiba-tiba menjadi sedikit riuh setelah Alexander Johnson mengumumkan satu hal yang membuat mereka syok dan terkejut. Bukan hanya para tamu yang terkejut, melainkan Adelia dan wanita bergaun merah yang tak lain adalah sahabat gadis itu. Jessy Allesya Swan. “Saya akan segera bertunangan dengan wanita di samping saya ini.” Setelah mengucapkan hal itu Alexander Johnson mengulurkan tangan ke arah Adelia yang membeku di tempat duduknya. Memanfaatkan kesempatan itu, Alex dengan sigap berlutut di lantai meraih kedua tangan Adelia yang saling bertaut. Tentu saja adegan itu membuat para relasi bisnis Alex melongo. Karena memang ini adalah peristiwa yang benar-benar langka. “Bagaimana menurutmu Sayang?” tanya Alex lembut. Sial!!! Ini benar-benar seperti masuk dalam jebakan Umpat Adelia dalam hati. “Hm, tentu saja itu bagus.” Adelia melirik ke a
PEMIMPIN BARU JOHNSONS CORPORATION MENGUMUMKAN PERTUNANGANNYA SIAPA GADIS PINTAR YANG MAMPU MENAKLUKKAN ALEXANDER FELIX JOHNSON? APAKAH GADIS ITU SENGAJA MERAYU ALEXANDER JOHNSON? GADIS BERNAMA CARMEN ADELIA GIOVANNI ADALAH SEKRETARIS BARU DI JOHNSON CORPORATION APAKAH GADIS INI BERASAL DARI MASA LALU ATAU HANYA MENCARI KEUNTUNGAN DARI ALEXANDER JOHNSON ? SORE NANTI WILLIAM JOHNSON AKAN MENKONFIRMASI KEBENARAN BERITA TERSEBUT Di kamar Adelia ...
Warning 18+ “Ahhh .....?!” Suara Adelia yang berteriak kencang menggema di dalam kamar satu-satunya, yang berada di unit apartemennya. Dan itu mampu membuat telinga Alexander Johnson berdengung sakit. Meski begitu, laki-laki berusia tiga puluh satu tahun itu tak melonggarkan pelukannya barang sedikit saja. Yang terjadi Alex segera menyambar bibir mungil Adelia, untuk meredam teriakan itu menggema di dalam mulutnya saja. Alex merasakan hawa panas di sekitarnya ketika dirinya semakin liar menggerakkan bibirnya untuk melumat bibir Adelia, yang kini meronta di dalam dekapannya. Huh ... Huh ... Huh ... Adelia segera menghirup nafas dalam-dalam ketika Alex mengurai serangannya. Gadis itu mendorong dada Alex yang masih terpaku dengan gerakan dadanya yang naik turun dengan sensual menurutnya. Karena tak siap dengan pergerakan Adelia, tubuh Alex terdorong kencang dan jatuh dari tempa
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen