“Kamu sudah pulang dari kemarin tapi baru hari ini mengunjungi Mommy? Kamu keterlaluan Felix! ” Seru Maria Johnson dengan nafas menggebu.
Laki-laki berusia tiga puluh satu tahun itu terkekeh pelan. Ia segera menghampiri wanita yang telah melahirkannya, merawat dan membesarkannya. Alex memeluk wanita paruh baya yang di sayanginya.
“Jangan marah Mommy. Kemarin Felix ada urusan yang sangat penting.” Bujuk Alex.
Maria melonggarkan paksa pelukan Alex. Wanita paruh baya itu memandang putranya dengan wajah memerah, “Jadi urusanmu lebih penting dari pada bertemu Mommy !!? Iya?!” tanya Maria emosi.
Alex kembali terkekeh. Ia meraih kedua tangan Mommy-nya dan melabuhkan kecupan di sana.
“Ini juga demi Mommy dan juga demi masa depan Felix.” Ucap Alex lembut.
Maria menaikkan satu alisnya. “Demi Mommy? Demi masa depan kamu? Maksudnya?” Maria bingung dengan kata ambigu putranya.
Alex semakin melebarkan senyuman di bibirnya. “Coba Mommy tebak.”
Wanita paruh baya itu tampak berfikir keras. Tiba-tiba ia melebarkan senyuman saat sesuatu melintas di otaknya. Membuat Alex penasaran dengan tebakan Maria.
“Sepertinya Mommy tahu.” Celetuk Maria.
“Oh ya?” kata Alex sanksi. “Coba katakan, apa yang sedang Mommy fikirkan?” desak Alex.
“Kamu sudah menemukannya?” tebak Maria.
Alex melebarkan senyumannya. Ia menggangguk dan memeluk Maria. “Mommy benar. Felix telah menemukannya. Terima kasih Mommy selalu mendo'akan Felix.” Alex semakin mengeratkan pelukannya. Tanpa sadar air mata itu menetes dengan tak tahu malu.
Maria menepuk-nepuk punggung putra kesayangannya dengan lembut. Wanita paruh baya itu paham dengan perasaan putranya yang tampak bahagia. Felix-nya telah kembali. Ia pun meneteskan air mata kebahagiaan.
“Kamu sudah berani pulang anak nakal?” Seru William Johnson dari lantai satu.
Mendengar seruan William, Maria mengurai pelukan putranya. “Kamu sudah bertemu dengan Daddy -mu sebelumnya?” tanya Maria menyelidik.
Alex menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kalau dia jujur tamatlah riwayatnya. Maria pasti akan mengulitinya hidup-hidup.
Melihat putranya terdiam membuat Maria semakin berang. “Katakan kalau kamu belum bertemu Daddy ?” Desak Maria.
William tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah putranya sulungnya yang kini tak bisa berkutik. Kelemahan Alexander Johnson adalah Maria. Jika Mommy -nya yang baik hati itu marah maka Alex tak akan bisa apa-apa.
“Daddy tahu sesuatu?” Tanya Maria saat William sudah berada didekatnya.
William tersenyum geli. Ia menarik pinggang Maria agar merapat padanya. Membuat wanita paruh baya itu memekik.
“Daddy !!” pekik Maria.
“Jangan marah-marah Mommy .” bujuk William.
“Jadi? Siapa yang mau bercerita?” tanya Maria menuntut.
William melirik Alex yang kebetulan juga meliriknya. Pria paruh baya itu tersenyum. “Felix kemarin sudah datang ke kantor. Di ...”
“A-apa? J-jadi kalian sudah bertemu? Dan Mommy jadi orang terakhir yang bertemu? Ka...”
Cup ...
William mengecup bibir Maria untuk menghentikan ocehan wanita yang telah mendampinginya lebih dari tiga puluh dua tahun itu.
“Daddy!!” seru Maria tidak terima.
“Sepertinya kita akan mempunyai menantu sebentar lagi.” Ucap William.
Maria membelalakkan matanya terkejut. “Benarkah?! Daddy, benarkah?” Maria mengalihkan ke arah Alex yang tampak salah tingkah. “Felix!! Kamu tidak mau mengatakan kepada Mommy?”
William mengulum senyum melihat keterkejutan Maria tentang putra kesayangannya.
“Mom, Felix belum bisa mengatakan sekarang.” Alex menghembuskan nafasnya pelan. “Nanti, Felix janji akan memperkenalkan kepada Mommy secepatnya.” Pinta Alex.
“Kamu tidak berbohong?” tanya Maria.
Alex menggeleng. “Enggak Mommy.”
“Tapi ...”
“Percayalah Mommy. Kali ini Felix tidak akan salah memilih.” Bujuk William.
Akhirnya Maria mengangguk. Ia tak akan mendesak putranya mengatakan sekarang. Setidaknya Felix-nya sudah kembali di sekarang.
“Dan Felix akan tinggal disini mulai malam ini.” Celetuk Alex yang membuat Maria berteriak antusias.
Tentu saja, orang tua mana yang tak ingin berada di samping anaknya. Maria telah memimpikan sejak tiga tahun lalu. Berpisah dengan Felix kala itu membuatnya bersedih. Karena sejak kecil hanya Felix yang begitu manja padanya. Berbeda dengan anak perempuan yang yang kini menjadi salah satu model internasional. Jennifer Alexis Johnson.
*
Ting tong ...Ting tong ...
Adelia bergegas menuju pintu utama saat mendengar bunyi bel di unit apartemennya.
Cekrek ...
“Carmen?!”
“Jessy!?”
Jessy menghambur ke arah sahabatnya yang ia rindukan. Padahal mereka baru saja berpisah selama satu bulan.
“Ayo masuk.” Ajak Adelia.
Jessy menarik koper kecil bawaannya. Ia meneliti unit apartemen yang di sewa sahabatnya itu. Lalu, Jessy mendudukkan dirinya di satu-satunya sofa di ruang menonton.
“Bagaimana perjalanan Lo hari ini?” Tanya Adelia yang kini membawa dua kaleng minuman bersoda ke tempat Jessy duduk.
“Melelahkan. CEO gila itu semuanya sendiri.” Gerutu Jessy.
“Hahahahaha, sudah tahu begitu tapi Lo masih betah aja di sana.” Ucap Adelia gemas.
“Huh!” Jessy menghembuskan nafas kasar, “Lo nggak tahu sih. Dia boss yang menyenangkan walau sifatnya sering berubah-ubah semacam bunglon.” Jessy meneguk minuman kaleng yang di berikan padanya. “Trus, Lo sendiri gimana?”
Adelia menyamankan posisi duduknya. “Mr. William baik sama gue. Tapi ...”
“Tapi?” beo Jessy.
“Gue akhir bulan bakalan pindah dari unit apartemen ini.” Ucap Adelia.
“Pindah? Lo nggak betah? Atau ...”
“Gue dapet fasilitas apartemen dari perusahaan.” Jawab Adelia cepat.
“F-fasilitas? L-Lo ...”
Adelia menepuk tangan Jessy agar menghentikan ucapan ngawurnya.
“Sakit tahu!!” keluh Jessy.
Adelia terkekeh melihat tingkah sahabatnya yang berlebihan. Padahal tepukannya tidak keras.
“Gue dapetin itu dari CEO yang baru. Bukan dari Mr. William.” Ucap Adelia.
“CEO baru? Oh jadi Mr. William pensiun dini ya?” tebak Jessy. Adelia mengangguk, membenarkan tebakan sahabatnya.
“Ah, dia masih muda? Atau udah tua?” tebak Jessy.
“Dia masih muda. Berumur tiga puluh satu tahun. Tampan, dingin dan ... arrogan.” Ucap Adelia
Jessy membelalakkan matanya. “Seriously?!!”
Adelia hanya mengangguk tanpa bersuara. Ia akan kembali suntuk jika menyangkut boss arrogan-nya . Alexander Felix Johnson adalah bos yang seenaknya. Kalau Adelia tak ingat dengan denda yang harus di bayarkan, ia akan mengundurkan diri saat itu juga.
“Ah, Lo nginep berapa hari disini?” tanya Adelia.
“Tiga hari. Boss gue ada pertemuan dengan salah satu relasi bisnisnya. Dan ... gue harus selalu stand by di sampingnya.” Keluh Jessy.
“Gue rasa Lo macem istrinya dia aja sih?” celetuk Adelia heran.
Jessy mengulum senyum malu-malu yang terasa menjijikkan bagi Adelia. Selama mereka bersahabat, Jessy paling anti laki-laki. Tapi lihatlah ia sekarang. Dia seperti gadis yang lagi kasmaran.
“Jangan bilang Lo?!” seru Adelia syok.
“Kelihatan banget ya?” ringis Jessy. “Gue nggak ingin sih, tapi dia itu selalu memberi sinyal sama gue.” Jessy terkekeh pelan.
Adelia melongo. Tenggorokannya tiba-tiba saja kering. Ia kesulitan berkata-kata.
“Tenang saja. Dia baik kok dan masih single. Nggak bakalan ada yang ngelabrak seandainya kita jadian. Gue juga udah ketemu sama orang tuanya. Mereka ramah-ramah kok.” Ucap Jessy memenangkan.
“Ah, yang penting Lo harus hati-hati. Jangan sampai menyerahkan diri Lo sebelum menikah. Ingat!” pesan Adelia.
Jessy menghambur ke dalam pelukan sahabatnya. Selama ini Adelia lah yang bisa mengerti dirinya. Menasehati dan memperhatikannya. Mereka bagai sepasang kelinci yang bergantung sama lain. Tidak mempunyai orang tua membuat mereka menyayangi satu sama lain.
Selama lebih dari tujuh tahun mereka tinggal di tempat yang sama. Mereka sudah seperti Adik dan Kakak . Umur mereka pun hanya selisih satu tahun. Jessy satu tahun lebih muda. Walaupun begitu mereka menimba ilmu di tempat yang sama dan lulus bersamaan.
Adelia menenangkan perasaan Jessy yang gampang terbawa suasana. Gadis lebih muda satu tahun darinya itu memang akan menjadi manja bila bersamanya. Dan Adelia menyukai sifatnya yang terbuka. Dengan begitu ia akan lebih mudah tahu bagaimana cara menenangkan perasaan Jessy.
“Ya sudah, mandi sana. Koper Lo taruh di kamar aja.” Ucap Adelia.
Jessy mengangguk dan segera melakukan apa yang Adelia ucapkan. Karena kalau tidak menurut, Adelia akan mengomel sepanjang waktu.
Melihat Jessy berjalan gontai menuju kamar satu-satunya di unit itu, Adelia menggelengkan kepala geli. Ia bergegas menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam yang sempat tertunda. Namun, langkahnya terhenti ketika mendapati ponselnya berdering. Ia tergesa-gesa mengambil ponsel yang terletak di dapur dan perasaannya berubah kesal saat melihat ID caller CEO arrogan -nya yang menelepon.
Dengan malas ia menyentuh layar di ponselnya dan mendengarkan setiap kata yang keluar dari seberang sana.
“Hallo Mr. Felix? Ada yang bisa saya bantu?”
>> “Kamu harus menemaniku besok malam.” Ucap Alex to the point.
“Ok. Jam berapa saya harus bersiap-siap?”
>> “Jam delapan. Aku sendiri yang akan menjemputmu.”
Adelia mengernyit. “Tidak perlu Mr. Saya bisa berangkat sendiri. Be ...”
>> “Aku tidak menerima penolakan.”
Adelia menghela nafas kasar. “Baiklah. Saya akan mem...”
>> “Tidak perlu. Aku sudah tahu di mana kamu tinggal.”
Setelah mengatakan itu, Alex memutuskan panggilan selulernya. Membuat Adelia di seberang sana merasa geram. Senyum geli terbit di bibir Alex tanpa bisa di cegah.
“Dasar boss gila!!”
“Pagi-pagi udah cemberut aja Lo, Del?” celetuk Jessy. Adelia menghela nafas kasar. Ia mengacak-acak rambutnya yang telah tersisir rapi sejak sepuluh menit lalu. “Ehm, Lo nggak ngantor?” “Bos baru gue berulah!! Arghh!!? Pengin gue tabok muka tuh orang!?” ucap Adelia menggebu. “Kenapa lagi?” “Gue udah siap-siap berangkat, tiba-tiba dia telepon nyuruh gue nggak masuk. Kenapa nggak dari semalem aja ngomongnya? Padahal tadi malam juga nelpon gue!” Jessy mengernyit heran. “Boss Lo semalem telepon? Ngapain? Ah, ja...” “Jangan mengada-ada. Gue dan dia nggak ada hubungan apa pun.” desis Adelia tajam. “Hahaha, awas aja Del! Nanti lama-lama benci jadi cinta loh?” Jessy semakin terkikik geli. “Dalam mimpi!?” Adelia kembali ke kamar, ia menghempaskan tas kerja dan I-Pad -nya di kasur. Ia segera mengganti pakaiannya dengan sehelai gaun santai dan menghapus lipstik merah di bibirnya. Tak lama kemudian
Adelia merenggangkan otot-otot leher dan tangannya lantaran pegal setelah menonton film kartun kesukaan Jessy selama dua jam lamanya. Gadis dua puluh lima tahun itu terlelap di pelukan Adelia. Selalu seperti ini ketika mereka bersama. Adelia tidak segan-segan memanjakan dan menuruti keinginan Jessy. Pelan-pelan Adelia membaringkan tubuh Jessy ke sofa agar gadis itu terlelap lebih lama. Setelah memastikan Jessy nyaman dalam posisi tidurnya, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air untuk membasahi tenggorokannya. Ia melirik jam kecil yang berada di sebelah lemari pendingin. "Masih ada waktu untuk berendam sesaat," gumam Adelia dalam hati. Setelah mencuci gelas yang baru saja ia gunakan, Adelia beranjak menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Ia mengisi bathtub dengan air hangat. Tak lupa ia menambahkan sabun dengan aroma mawar ke dalamnya. Ia menutup kran ketika air sudah memenuhi lebih dari separu
Sepanjang hari ini senyum lebar tersungging di bibir Alexander Johnson. Seperti sebuah situasi yang langka, bisa melihat raut berbinar milik laki-laki tersebut. Biasanya wajah Alex hanya tampak datar tanpa ekspresi. Apalagi, semenjak kejadian tiga tahun yang lalu membuat wajah datar itu semakin dingin dan menakutkan. Tak ada senyum ataupun sapaan yang keluar dari bibirnya. Tak terkecuali dengan relasi bisnis Johnson Corporation. Kalau bukan karena otak pintar Alex yang tiada duanya dan kedudukannya sebagai putra William Johnson, mungkin saja ia tak akan disegani oleh banyak orang. Sore ini Alex dengan begitu bersemangat segera bersiap-siap untuk menjemput gadis yang telah memenuhi relung hatinya. Alex bergegas menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia melepas semua pakaiannya tanpa terkecuali dan masuk ke kamar mandi. Dua puluh menit kemudian Alex menyelesaikan acara mandinya. Termasuk merapikan bulu-bulu halus di sekitar d
Seumur hidup Adelia tidak pernah bermimpi terlalu tinggi. Dulu, saat dia berusia sepuluh tahun Adelia kecil mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang Dokter. Namun ketika ia menginjak lima belas tahun cita-cita itu berubah. Adelia remaja ingin memiliki usaha sendiri. Dan bisa membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain. Sungguh! Itu adalah cita-cita yang begitu mulia. Keinginannya itu mendapat dukungan penuh dari Sang Ibu. Tapi, takdir seolah menguji Adelia saat itu. Selang dua bulan, Sang Ibu meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Satu kenyataan yang sempat membuat Adelia sakit dan sulit untuk menerima. Beruntung saat itu ia selalu di temani sahabat baiknya sejak kecil untuk melewati hari-hari sebagai anak yatim piatu. Mereka berdua tinggal bersama sampai satu bulan yang lalu. Sebelum Adelia memutuskan untuk menenangkan diri pindah ke New York karena patah hati. Kini kehidupan Adelia berubah menjadi seratus delapan puluh derajat karena penga
Suasana tiba-tiba menjadi sedikit riuh setelah Alexander Johnson mengumumkan satu hal yang membuat mereka syok dan terkejut. Bukan hanya para tamu yang terkejut, melainkan Adelia dan wanita bergaun merah yang tak lain adalah sahabat gadis itu. Jessy Allesya Swan. “Saya akan segera bertunangan dengan wanita di samping saya ini.” Setelah mengucapkan hal itu Alexander Johnson mengulurkan tangan ke arah Adelia yang membeku di tempat duduknya. Memanfaatkan kesempatan itu, Alex dengan sigap berlutut di lantai meraih kedua tangan Adelia yang saling bertaut. Tentu saja adegan itu membuat para relasi bisnis Alex melongo. Karena memang ini adalah peristiwa yang benar-benar langka. “Bagaimana menurutmu Sayang?” tanya Alex lembut. Sial!!! Ini benar-benar seperti masuk dalam jebakan Umpat Adelia dalam hati. “Hm, tentu saja itu bagus.” Adelia melirik ke a
PEMIMPIN BARU JOHNSONS CORPORATION MENGUMUMKAN PERTUNANGANNYA SIAPA GADIS PINTAR YANG MAMPU MENAKLUKKAN ALEXANDER FELIX JOHNSON? APAKAH GADIS ITU SENGAJA MERAYU ALEXANDER JOHNSON? GADIS BERNAMA CARMEN ADELIA GIOVANNI ADALAH SEKRETARIS BARU DI JOHNSON CORPORATION APAKAH GADIS INI BERASAL DARI MASA LALU ATAU HANYA MENCARI KEUNTUNGAN DARI ALEXANDER JOHNSON ? SORE NANTI WILLIAM JOHNSON AKAN MENKONFIRMASI KEBENARAN BERITA TERSEBUT Di kamar Adelia ...
Warning 18+ “Ahhh .....?!” Suara Adelia yang berteriak kencang menggema di dalam kamar satu-satunya, yang berada di unit apartemennya. Dan itu mampu membuat telinga Alexander Johnson berdengung sakit. Meski begitu, laki-laki berusia tiga puluh satu tahun itu tak melonggarkan pelukannya barang sedikit saja. Yang terjadi Alex segera menyambar bibir mungil Adelia, untuk meredam teriakan itu menggema di dalam mulutnya saja. Alex merasakan hawa panas di sekitarnya ketika dirinya semakin liar menggerakkan bibirnya untuk melumat bibir Adelia, yang kini meronta di dalam dekapannya. Huh ... Huh ... Huh ... Adelia segera menghirup nafas dalam-dalam ketika Alex mengurai serangannya. Gadis itu mendorong dada Alex yang masih terpaku dengan gerakan dadanya yang naik turun dengan sensual menurutnya. Karena tak siap dengan pergerakan Adelia, tubuh Alex terdorong kencang dan jatuh dari tempa
“Felix ...” seru wanita paruh baya yang tak lain adalah Mommynya, Maria Johnson. Alex dan Adelia menoleh ke arah Maria yang tampak cantik dengan dress merah senada dengan yang Adelia kenakan. Adelia seketika dilanda kegugupan melihat betapa miripnya wajah Boss arogannya dengan wanita paruh baya itu. Alex menyunggingkan senyum manisnya yang mampu membuat Adelia terkejut dan melongo. ‘Astaga!!! Itu beneran Boss Gue?’ Alex mencium kedua pipi Maria dan memeluknya. Ia menoleh ke belakang ketika menyadari Adelia masih terpaku di tempatnya. “Baby,” Dengan isyarat mata, Alex meminta Adelia mendekat. Yang langsung dipahami oleh gadis itu. Adelia melangkah dengan penuh irama keanggunan seorang gadis yang memesona. Membuat Maria Johnson tersenyum menyambutnya. Adelia benar-benar seperti dirinya di masa lalu. Cantik dan memikat. ‘Pantas saja Felix terpikat. Benar-benar gadis yang memesona. Gumam Maria da
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen