“Pagi-pagi udah cemberut aja Lo, Del?” celetuk Jessy.
Adelia menghela nafas kasar. Ia mengacak-acak rambutnya yang telah tersisir rapi sejak sepuluh menit lalu.
“Ehm, Lo nggak ngantor?”
“Bos baru gue berulah!! Arghh!!? Pengin gue tabok muka tuh orang!?” ucap Adelia menggebu.
“Kenapa lagi?”
“Gue udah siap-siap berangkat, tiba-tiba dia telepon nyuruh gue nggak masuk. Kenapa nggak dari semalem aja ngomongnya? Padahal tadi malam juga nelpon gue!”
Jessy mengernyit heran. “Boss Lo semalem telepon? Ngapain? Ah, ja...”
“Jangan mengada-ada. Gue dan dia nggak ada hubungan apa pun.” desis Adelia tajam.
“Hahaha, awas aja Del! Nanti lama-lama benci jadi cinta loh?” Jessy semakin terkikik geli.
“Dalam mimpi!?” Adelia kembali ke kamar, ia menghempaskan tas kerja dan I-Pad -nya di kasur. Ia segera mengganti pakaiannya dengan sehelai gaun santai dan menghapus lipstik merah di bibirnya.
Tak lama kemudian Adelia keluar dari kamar menuju dapur. Ia ingin memasak beberapa menu masakan untuk meredam emosi yang ingin meledak.
Niat hati ingin menenangkan diri, Adelia dikejutkan oleh tingkah Jessy yang mengeluarkan beberapa bahan dari kulkas ke meja dapur.
“Lo berantakan dapur gue!?” Seru Adelia.
Jessy dengan raut polosnya tersenyum geli. “Lo duduk di sana deh. Biar gue yang masak. Gini-gini gue udah belajar masak sejak Lo tinggal ke New York.”
“Emang Lo bisa bedain garam sama gula?” tanya Adelia sanksi.
Jessy melotot, “Gue kan sering masakin Kevin di apartemennya. Jadi bukan masalah sulit buat gue.”
“Kevin? Masak di apartemen? Lo...”
Ups, Jessy tak sengaja membongkar kebiasaannya menjadi asisten pribadi CEO di tempatnya bekerja sejak satu tahun yang lalu tanpa sepengetahuan Adelia.
“S-santai Del. I-ini nggak se...”
“Sejak kapan?” tanya Adelia menuntut.
Jessy menggaruk tekuknya yang tidak gatal. “Ehm, s-satu tahun lalu.” Jessy melihat respon Adelia yang datar. “G-Gue cuma sebatas itu kok. Nggak pake aneh-aneh.”
Adelia menghembuskan nafas kasar. Ia terdiam. Bukan karena dirinya tak suka bila Jessy dekat dengan laki-laki. Namun ia takut bila laki-laki itu hanya memanfaatkan kepolosan sahabatnya.
“Yang penting Lo hati-hati aja. Dan inget pesen Gue!” ucap Adelia.
Mendapat respon bagus dari Adelia membuat Jessy tersenyum simpul. Ia menghambur ke arah Adelia dan memeluk gadis dua puluh enam tahun itu dengan erat.
“Terima kasih ya, Del. Gue janji nggak akan aneh-aneh kok.” janji Jessy.
Adelia menepuk-nepuk punggung Jessy lembut. Bagaimanapun juga Jessy berhak mendapat kebahagiaannya sendiri.
“Jadi, Lo mau masakin apa buat gue?”
Jessy melonggarkan pelukannya. “Lo duduk aja disana. Gue masaknya cepet kok.” Jessy mendorong tubuh Adelia untuk duduk di kursi.
Selanjutnya, gadis dengan rambut pirang itu mulai memasak bahan yang telah ia keluarkan dari lemari pendingin. Sesekali ia menengok ke arah Adelia yang tampak memperhatikan setiap gerak-geriknya.
Dua puluh menit kemudian Jessy menyajikan dua mangkuk salad, satu piring buah yang telah dipotong dan dua gelas susu.
“Belajar dari mana bikin salad seenak ini?” tanya Adelia dengan nada datar.
“Ehm, ini Kevin yang ngajarin,” jawab Jessy melebarkan senyumannya.
“Lo sering ke apartemennya?”
“Enggak sih. Cuma kadang-kadang aja. Dia sering makan di luar sama relasi bisnisnya sih.” Ucap Jessy sembari menikmati salad di mangkuknya. “Trus rencana Lo apa hari ini?” tanya Jessy.
“Rebahan di kamar. Entar malem Bos baru gue minta di temenin ketemu relasi bisnisnya.” Jawab Adelia malas.
“Nonton film kartun terbaru yuk. Gue udah beli disc-nya kemarin.” Ajak Jessy antusias.
Adelia memutar bola mata malas. “Iya deh.”
Jessy memekik girang. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu akan menjadi seperti anak-anak bila berhubungan dengan dunia kartun. Adelia tersenyum geli melihat tingkah kekanak-kanakan Jessy yang ia lewatkan selama sebulan. Bagi orang lain mungkin hanya hal sepele, tapi bagi mereka ini adalah kebahagiaan.
*
“Lo yakin mau bawa Sekretaris itu ke pertemuan entar malem?” tanya Tommy untuk kedua kalinya.
Alex tak menanggapi ocehan sahabat sekaligus asisten pribadinya. Ia hanya fokus dengan beberapa dokumen yang diantar Tommy ke rumahnya. Kini keduanya berada di ruang kerja yang berada di sebelah kamar pribadi Alex.
“Dokumen ini udah semuanya atau masih ada yang perlu gue lihat?” tanya Alex datar.
“Udah semua. Lainnya udah di beresin sama Mr. William. Untuk yang di California semua sudah di handle oleh CEO baru,” jawab Tommy.
Alex membubuhkan beberapa tanda tangan di beberapa dokumen dan menumpuk di meja kerjanya. Ia beralih meraih ponsel dan menghubungi salah satu Butik ternama di New York untuk memesan gaun yang akan dikirimkan kepada Adelia.
Sontak saja perlakuan istimewa yang dilakukan Alex mengundang sejuta pertanyaan di otak Tommy.
“Lex, gue pikir sekarang Lo berubah ya? Lo suka dengan Sekretaris itu ya?” selidik Tommy.
Bukannya menjawab, Alex malah memberikan sebuah seringai aneh. Membuat Tommy sulit menerka pemikiran sahabat sekaligus Bos-nya itu.
“Gue ngelewatin sesuatu ya? Atau telah terjadi sesuatu antara Lo dan Adelia?”
“Lebih baik Lo ngelamar jadi wartawan deh.” Celetuk Alex. “Kepo!!”
Tiba-tiba Tommy terbahak-bahak mendapati jawaban Alex bernada ketus itu. Otaknya dengan cepat menganalisa dengan baik. Sahabat yang baru saja move on ini pasti sedang jatuh cinta.
“Lo mendingan pulang. Dan besok, jangan dateng terlalu pagi!” usir Alex.
“Ehm, OK! Gue akan dateng lebih siang besok.” Tommy beranjak dari posisinya. Sebelum mencapai pintu kerja Alex, ia kembali berbalik. “Jangan terlalu mudah menjatuhkan hatimu untuk kedua kalinya jika tidak ingin merasakan sakit yang sama.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Tommy benar-benar meninggalkan laki-laki dingin itu seorang diri.
Mendengar nasehat Tommy membuat Alex semakin melebarkan senyumannya. Beberapa rencana apik telah tersusun rapi di otak pintarnya. Bagaimanapun caranya, ia harus memiliki perempuan itu untuk dirinya.
Alex membuka sebuah aplikasi pesan yang ia terima dari Butik yang baru masuk ke ponselnya. Ia tersenyum puas setelah melihatnya. Ingatannya kembali pada kejadian tiga minggu yang lalu.
Flashback tiga minggu yang lalu
Pagi ini Alex mengemudikan mobil sportnya dengan kecepatan sedang menuju sebuah apartemen di pinggiran Kota California. Ia sedang mengamati seorang perempuan dengan dress pendek berwarna biru sedang keluar dari area apartemen itu.
Kebiasaan ini sudah satu minggu ini dilakukannya. Setiap pagi, sebelum ia ke kantor laki-laki bersetelan jas mahal itu akan berhenti di sekitar apartemen hanya untuk mengamati seorang perempuan.
Seorang perempuan yang tanpa sengaja ia temukan di salah satu kelab malam kala itu. Perempuan dengan aroma vanila yang membuatnya terbayang-bayang. Memalukan memang. Seorang Alexander Johnson tergila-gila pada perempuan asing.
Tapi selama itu, Alex hanya mampu memandang tanpa mau mendekat. Ia lebih memilih memperhatikan dari jarak jauh dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang perempuan itu.
Saat suatu pagi Alex mendapati perempuan itu pindah, ia segera menyewa beberapa detektif untuk mencari keberadaan perempuan itu. Dan BINGO!!
Perempuan yang diam-diam sudah mengisi hatinya itu melamar pekerjaan di Johnson Corporation di New York.
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Alex segera mengecek kebenarannya dengan menghubungi pihak HRD di Johnson Corporation di New York . Dan setelah mendengar laporan langsung dari sana ia semakin melebarkan senyuman di bibirnya.
Flashback off
Aku tidak akan pernah melepaskanmu gadis manis. Setelah pertemuan itu, aku semakin yakin untuk memilikimu. Dan aku pastikan tidak butuh lama untuk membuatmu jatuh ke pelukanku.” Monolog Alex.
Adelia merenggangkan otot-otot leher dan tangannya lantaran pegal setelah menonton film kartun kesukaan Jessy selama dua jam lamanya. Gadis dua puluh lima tahun itu terlelap di pelukan Adelia. Selalu seperti ini ketika mereka bersama. Adelia tidak segan-segan memanjakan dan menuruti keinginan Jessy. Pelan-pelan Adelia membaringkan tubuh Jessy ke sofa agar gadis itu terlelap lebih lama. Setelah memastikan Jessy nyaman dalam posisi tidurnya, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air untuk membasahi tenggorokannya. Ia melirik jam kecil yang berada di sebelah lemari pendingin. "Masih ada waktu untuk berendam sesaat," gumam Adelia dalam hati. Setelah mencuci gelas yang baru saja ia gunakan, Adelia beranjak menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Ia mengisi bathtub dengan air hangat. Tak lupa ia menambahkan sabun dengan aroma mawar ke dalamnya. Ia menutup kran ketika air sudah memenuhi lebih dari separu
Sepanjang hari ini senyum lebar tersungging di bibir Alexander Johnson. Seperti sebuah situasi yang langka, bisa melihat raut berbinar milik laki-laki tersebut. Biasanya wajah Alex hanya tampak datar tanpa ekspresi. Apalagi, semenjak kejadian tiga tahun yang lalu membuat wajah datar itu semakin dingin dan menakutkan. Tak ada senyum ataupun sapaan yang keluar dari bibirnya. Tak terkecuali dengan relasi bisnis Johnson Corporation. Kalau bukan karena otak pintar Alex yang tiada duanya dan kedudukannya sebagai putra William Johnson, mungkin saja ia tak akan disegani oleh banyak orang. Sore ini Alex dengan begitu bersemangat segera bersiap-siap untuk menjemput gadis yang telah memenuhi relung hatinya. Alex bergegas menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia melepas semua pakaiannya tanpa terkecuali dan masuk ke kamar mandi. Dua puluh menit kemudian Alex menyelesaikan acara mandinya. Termasuk merapikan bulu-bulu halus di sekitar d
Seumur hidup Adelia tidak pernah bermimpi terlalu tinggi. Dulu, saat dia berusia sepuluh tahun Adelia kecil mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang Dokter. Namun ketika ia menginjak lima belas tahun cita-cita itu berubah. Adelia remaja ingin memiliki usaha sendiri. Dan bisa membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain. Sungguh! Itu adalah cita-cita yang begitu mulia. Keinginannya itu mendapat dukungan penuh dari Sang Ibu. Tapi, takdir seolah menguji Adelia saat itu. Selang dua bulan, Sang Ibu meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Satu kenyataan yang sempat membuat Adelia sakit dan sulit untuk menerima. Beruntung saat itu ia selalu di temani sahabat baiknya sejak kecil untuk melewati hari-hari sebagai anak yatim piatu. Mereka berdua tinggal bersama sampai satu bulan yang lalu. Sebelum Adelia memutuskan untuk menenangkan diri pindah ke New York karena patah hati. Kini kehidupan Adelia berubah menjadi seratus delapan puluh derajat karena penga
Suasana tiba-tiba menjadi sedikit riuh setelah Alexander Johnson mengumumkan satu hal yang membuat mereka syok dan terkejut. Bukan hanya para tamu yang terkejut, melainkan Adelia dan wanita bergaun merah yang tak lain adalah sahabat gadis itu. Jessy Allesya Swan. “Saya akan segera bertunangan dengan wanita di samping saya ini.” Setelah mengucapkan hal itu Alexander Johnson mengulurkan tangan ke arah Adelia yang membeku di tempat duduknya. Memanfaatkan kesempatan itu, Alex dengan sigap berlutut di lantai meraih kedua tangan Adelia yang saling bertaut. Tentu saja adegan itu membuat para relasi bisnis Alex melongo. Karena memang ini adalah peristiwa yang benar-benar langka. “Bagaimana menurutmu Sayang?” tanya Alex lembut. Sial!!! Ini benar-benar seperti masuk dalam jebakan Umpat Adelia dalam hati. “Hm, tentu saja itu bagus.” Adelia melirik ke a
PEMIMPIN BARU JOHNSONS CORPORATION MENGUMUMKAN PERTUNANGANNYA SIAPA GADIS PINTAR YANG MAMPU MENAKLUKKAN ALEXANDER FELIX JOHNSON? APAKAH GADIS ITU SENGAJA MERAYU ALEXANDER JOHNSON? GADIS BERNAMA CARMEN ADELIA GIOVANNI ADALAH SEKRETARIS BARU DI JOHNSON CORPORATION APAKAH GADIS INI BERASAL DARI MASA LALU ATAU HANYA MENCARI KEUNTUNGAN DARI ALEXANDER JOHNSON ? SORE NANTI WILLIAM JOHNSON AKAN MENKONFIRMASI KEBENARAN BERITA TERSEBUT Di kamar Adelia ...
Warning 18+ “Ahhh .....?!” Suara Adelia yang berteriak kencang menggema di dalam kamar satu-satunya, yang berada di unit apartemennya. Dan itu mampu membuat telinga Alexander Johnson berdengung sakit. Meski begitu, laki-laki berusia tiga puluh satu tahun itu tak melonggarkan pelukannya barang sedikit saja. Yang terjadi Alex segera menyambar bibir mungil Adelia, untuk meredam teriakan itu menggema di dalam mulutnya saja. Alex merasakan hawa panas di sekitarnya ketika dirinya semakin liar menggerakkan bibirnya untuk melumat bibir Adelia, yang kini meronta di dalam dekapannya. Huh ... Huh ... Huh ... Adelia segera menghirup nafas dalam-dalam ketika Alex mengurai serangannya. Gadis itu mendorong dada Alex yang masih terpaku dengan gerakan dadanya yang naik turun dengan sensual menurutnya. Karena tak siap dengan pergerakan Adelia, tubuh Alex terdorong kencang dan jatuh dari tempa
“Felix ...” seru wanita paruh baya yang tak lain adalah Mommynya, Maria Johnson. Alex dan Adelia menoleh ke arah Maria yang tampak cantik dengan dress merah senada dengan yang Adelia kenakan. Adelia seketika dilanda kegugupan melihat betapa miripnya wajah Boss arogannya dengan wanita paruh baya itu. Alex menyunggingkan senyum manisnya yang mampu membuat Adelia terkejut dan melongo. ‘Astaga!!! Itu beneran Boss Gue?’ Alex mencium kedua pipi Maria dan memeluknya. Ia menoleh ke belakang ketika menyadari Adelia masih terpaku di tempatnya. “Baby,” Dengan isyarat mata, Alex meminta Adelia mendekat. Yang langsung dipahami oleh gadis itu. Adelia melangkah dengan penuh irama keanggunan seorang gadis yang memesona. Membuat Maria Johnson tersenyum menyambutnya. Adelia benar-benar seperti dirinya di masa lalu. Cantik dan memikat. ‘Pantas saja Felix terpikat. Benar-benar gadis yang memesona. Gumam Maria da
“Arrgghhh .... kenapa Gue nggak berpikir lebih jauh tentang semua ini!” Adelia tampak mondar-mandir di dalam kamar yang berada di dalam kamar, di unit apartemen yang diberikan Alexander Johnson padanya. Fasilitas yang berada di sana tak membuat Adelia merasa nyaman dan tenang. Peraturan yang secara langsung mengikat dirinya dengan Alexander Johnson, membuatnya seperti burung peliharaan yang harus mengikuti pemiliknya. “Harusnya Gue nggak mengiyakan ajakan makan malam itu kalau hasilnya seperti ini!!!” Adelia mendengus kesal mengingat perlakuan Alex yang berlebihan. Dua orang pengawal perempuan di depan unit, sopir perempuan, dan seorang pekerja yang akan menyiapkan kebutuhan Adelia di unit itu membuatnya menjadi tak leluasa untuk melakukan rutinitasnya. Bukan hanya itu, pergerakannya pun menjadi terbatas “Belum apa-apa dia sudah seenaknya sama Gue, apalagi kalau sudah bertunangan?” Adelia menjatuhkan diri ke tempat tidur dengan mata yang terpe
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen