Gema tetesan air yang membentur atap dan jendela samar-samar terdengar dari ruang istirahat karyawan di kafe Wisteria. Awan-awan hitam yang menggulung di langit sekelam suasana hati Leo sekarang.Kedua tangannya terjalin di atas meja, menghunjam Daniel dengan sorot tajam. Mungkin kalau tatapan mata mampu membunuh seseorang, Daniel telah terkapar dengan ratusan cara paling menyakitkan.“Biar kurekap.” Ujung jemari Leo mengetuk meja. “Kau meminta bantuan William untuk mencari detektif swasta yang kuperlukan dan sebagai gantinya ia ingin aku membangun hipotesis awal untuk projek yang sedang ia kerjakan?”Daniel mengangguk cepat seolah tidak terpengaruh dengan nada bicara Leo yang rendah dan mengintimidasi. “Kau menginginkan detektif swasta yang andal. Di antara semua kenalanku—kenalan kita, William adalah orang yang paling tepat untuk mencari sosok itu. Ada masalah?”Leo menghela napas panjang, memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. “Kautahu aku tidak bersentuhan dengan data maupun ber
“Kau akan menikah minggu depan?”Andrea buru-buru membekap mulut Mia, mendesis pelan. “Jangan terlalu keras, Mia. Tidak semua orang tahu tentang pernikahanku.”“Maaf, maaf,” kekeh Mia tertahan. Gadis itu menepuk tangan Andrea, isyarat untuk menurunkan tangan. “Tapi aku tidak bercanda. Aku baru saja mendengar kabar kau bertunangan sekitar dua minggu lalu. Dan minggu depan kau akan menikah? Kau tidak … itu, bukan?”Sebelah alis Andrea terangkat penuh tanda tanya.Mia memajukan tubuh, lalu berbisik. “Kau tidak mengandung anaknya, bukan?”Andrea terkesiap, memukul bahu yang lebih muda keras. “Tidak, tidak. Oh, astaga. Tidak. Kami sudah cukup lama bertunangan. Aku baru memberitahu kabar ini padamu karena perlu memastikan berbagai hal sebelum mengirim undangan. Di kantor ini hanya kau yang kuundang, tahu.”Wajahnya merona membayangkan ia berhubungan intim dengan Leo. Sulit dipercaya memang bahwa mereka berdua belum pernah melewati batas sakral itu. Panggil ia kuno, tetapi Andrea berprinsip
“Semoga kalian selalu bahagia!”Tidak pernah terpikirkan bahwa takdir akan menuntunnya pada hari ini. Leo, yang tidak memedulikan eksistensi orang lain selain dirinya sendiri, kini telah mengucap sumpah di depan banyak saksi.Sejak kecil, Leo adalah pribadi yang tertutup. Tumbuh bersama orang tua yang sibuk dengan pekerjaan membuatnya tidak terbiasa terbuka dengan orang lain. Baginya, tidak ada yang benar-benar penting hingga ia harus menaruh atensi selain pada studinya.Hingga Andrea datang.Gadis yang menolongnya dengan menyebar rumor yang efektif menjauhkan para penindas darinya. Gadis yang tiba-tiba saja muncul di kafenya. Gadis yang telah menawan hatinya sejak lama.Ide lamaran tebersit dalam pikiran ketika ia melihat bagaimana Andrea diperlakukan oleh keluarga tirinya. Desakan untuk melindungi sang hawa yang mendorongnya untuk datang di Minggu pagi untuk menyampaikan niatnya mempersunting Andrea. Terlebih setelah permintaan seseorang yang membuatnya bersumpah untuk senantiasa men
‘Sial. Sial. Kendalikan dirimu, Leo.’Kalimat itu berulang kali terucap di benak, mengingatkan diri untuk tidak jatuh pada jurang hasrat yang kian dalam seiring dengan matanya memandangi Andrea. Mereka baru saja pulang setelah pesta pernikahan berakhir dan Leo belum berhenti mengagumi sang hawa.Alih-alih memiliki waktu berdua setelah mengucap sumpah, Leo harus berdamai dengan fakta bahwa istrinya terus dibawa pergi oleh teman-temannya dengan alasan ingin memonopoli Andrea lebih lama. Bahkan setelah mendapatkan waktu kosong, ayah dan ibunya bersikukuh untuk memberi petuah pada istrinya.Andrea menanggalkana anting-anting dan kalungnya. Netra biru sang hawa bertemu dengan matanya melalui cermin. “Kenapa melihatku begitu?”Leo sekali lagi menelisik lekuk tubuh Andrea yang terbalut dengan gaun yang memukau, memiringkan kepala penuh kepuasan. Puas bahwa di akhir malah hanya ia yang berhasil merengkuh sang wanita saat pria lain hanya menelan ludah memandangi betapa mengagumkannya Andrea da
Andrea memberengut. “Kalau begitu, katakan padaku apa pekerjaanmu sebelum ini? Jangan coba-coba berbohong karena aku akan tahu.”Leo tertawa rendah, sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan ancaman sang istri. “Aku adalah seorang oseanografer.”Wanita itu mengerjap lambat dengan ekspresi tercengang. “Kau … apa?”“Oseanografer,” ulangnya. Tangan Leo terjulur, menyelipkan helaian jelaga Andrea yang menutupi wajah ke belakang telinga. “Ahli kelautan. Aku melakukan berbagai hal untuk mengamati kondisi laut dan menangani masalahnya. Kadang juga harus membantu mengelola kawasan konservasi di perairan.”Hening sejenak. Andrea termenung cukup lama untuk mencerna ucapannya. Memanfaatkan kesempatan itu untuk mengagumi istrinya lebih lama, sudut bibir Leo tertarik tanpa bisa ditahan kala Andrea tidak bereaksi ketika ia mencuri ciuman kecil.“Jadi itu alasan kenapa kau memiliki banyak buku yang membahas tentang laut,” gumam Andrea rendah. Wanita itu mengamatinya dengan saksama, masih mencari
“Kau yakin tidak mau kuantar saja?” Pertanyaan itu mengudara dengan sirat khawatir selagi Leo asyik membalikkan panekuk di atas wajan. “Dengan sikap keluarga tirimu, aku tidak akan tenang kalau kau mengambil barang sendirian.”Andrea terkekeh pelan, memangku wajah pada kepalan tangan sambil mengamati punggung sang suami. “Jangan khawatir. Aku ke sana setelah pulang kerja. Julian yang akan menemaniku.”Leo berdeham kecil. Pria itu membagi tumpukan panekuk, sosis dan telur yang sudah matang ke dua piring lalu berbalik menghadap Andrea. “Haruskah kuminta orang lain untuk menjaga kalian? Temperamen ibu tirimu sangat buruk. Cukup sekali aku melihatnya menamparmu.”Ia terkesiap. Matanya membelalak kala menatap sang suami. Dalam hati bertanya-tanya bagaimana Leo tahu kalau Margaret sering main tangan padanya. Namun, sebelum Andrea sempat bertanya, Leo lebih dulu menangkup wajahnya lembut.“Aku seorang peneliti, Darling. Tidak sulit menebaknya saat ada hari riasanmu lebih tebal dari biasanya.
Leo mendecak untuk yang kesekian kalinya dalam dua jam. Ia berulang kali mengecek ponsel saat tidak disibukkan dengan pesanan pelanggan. Melempar pandangan ke luar jendela kafe, matanya mencari sosok sang istri yang berjanji akan datang sebelum waktu makan malam.“Perasaanku saja atau kau gelisah sejak tadi?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Daniel yang mulai muak mendengar Leo menghela napas kesal.“Perasaanmu saja,” sahut Leo tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. Ibu jarinya bergerak cepat, mengirim pesan pada Andrea. “Menunggu Andrea, mungkin?” William ikut menimbrung. “Kau khawatir karena tidak bisa menjemput istrimu?”Leo melirik William datar. Sejak mengiyakan permintaan untuk mengerjakan laporan awal penelitian, pria berambut cokelat itu lebih sering mampir untuk mengganggunya. Awalnya, Leo mengabaikan kehadirannya. Lama-kelamaan sumbu kesabarannya memendek dan nyaris terbakar sepenuhnya.William dan Daniel senang bersekongkol untuk mengejeknya. Dan itulah yang menjengkelkan
“Kau akan mempertimbangkan tawaran William?”Pertanyaan itu mengudara setelah mereka tiba di flat. Leo membantunya menyeret dua koper besar, bersikukuh agar ia tidak perlu susah payah mengangkat koper melewati tangga menuju lantai tiga.Ia menaruh sandal rumah di dekat kaki sang suami, membalas senyum sirat terima kasih Leo dengan seringai tipis. Bahunya melesak lega saat aroma teh dan buku yang menguar di seluruh penjuru flat menyapa indra penciuman. Ia tiba di rumahnya. Tempat ia bisa beristirahat sejenak dari pertarungan melawan dunia.“Entahlah.” Leo membalas dengan acuh tak acuh, meletakkan koper di dekat sofa lalu berjalan menuju dapur. “Jangan terlalu dipikirkan. William memang suka asal bicara.”Sayangnya, Andrea sudah memikirkannya sejak William meninggalkan kafe. Ucapan pria bermata biru itu masih melekat dalam benak. Kepercayaan William tentang pengaruhnya pada Leo membuatnya tersanjung. Meski begitu, Andrea tahu ia tidak berkuasa atas keputusan Leo.Bagaimanapun juga, keput