Andrea memberengut. “Kalau begitu, katakan padaku apa pekerjaanmu sebelum ini? Jangan coba-coba berbohong karena aku akan tahu.”Leo tertawa rendah, sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan ancaman sang istri. “Aku adalah seorang oseanografer.”Wanita itu mengerjap lambat dengan ekspresi tercengang. “Kau … apa?”“Oseanografer,” ulangnya. Tangan Leo terjulur, menyelipkan helaian jelaga Andrea yang menutupi wajah ke belakang telinga. “Ahli kelautan. Aku melakukan berbagai hal untuk mengamati kondisi laut dan menangani masalahnya. Kadang juga harus membantu mengelola kawasan konservasi di perairan.”Hening sejenak. Andrea termenung cukup lama untuk mencerna ucapannya. Memanfaatkan kesempatan itu untuk mengagumi istrinya lebih lama, sudut bibir Leo tertarik tanpa bisa ditahan kala Andrea tidak bereaksi ketika ia mencuri ciuman kecil.“Jadi itu alasan kenapa kau memiliki banyak buku yang membahas tentang laut,” gumam Andrea rendah. Wanita itu mengamatinya dengan saksama, masih mencari
“Kau yakin tidak mau kuantar saja?” Pertanyaan itu mengudara dengan sirat khawatir selagi Leo asyik membalikkan panekuk di atas wajan. “Dengan sikap keluarga tirimu, aku tidak akan tenang kalau kau mengambil barang sendirian.”Andrea terkekeh pelan, memangku wajah pada kepalan tangan sambil mengamati punggung sang suami. “Jangan khawatir. Aku ke sana setelah pulang kerja. Julian yang akan menemaniku.”Leo berdeham kecil. Pria itu membagi tumpukan panekuk, sosis dan telur yang sudah matang ke dua piring lalu berbalik menghadap Andrea. “Haruskah kuminta orang lain untuk menjaga kalian? Temperamen ibu tirimu sangat buruk. Cukup sekali aku melihatnya menamparmu.”Ia terkesiap. Matanya membelalak kala menatap sang suami. Dalam hati bertanya-tanya bagaimana Leo tahu kalau Margaret sering main tangan padanya. Namun, sebelum Andrea sempat bertanya, Leo lebih dulu menangkup wajahnya lembut.“Aku seorang peneliti, Darling. Tidak sulit menebaknya saat ada hari riasanmu lebih tebal dari biasanya.
Leo mendecak untuk yang kesekian kalinya dalam dua jam. Ia berulang kali mengecek ponsel saat tidak disibukkan dengan pesanan pelanggan. Melempar pandangan ke luar jendela kafe, matanya mencari sosok sang istri yang berjanji akan datang sebelum waktu makan malam.“Perasaanku saja atau kau gelisah sejak tadi?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Daniel yang mulai muak mendengar Leo menghela napas kesal.“Perasaanmu saja,” sahut Leo tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. Ibu jarinya bergerak cepat, mengirim pesan pada Andrea. “Menunggu Andrea, mungkin?” William ikut menimbrung. “Kau khawatir karena tidak bisa menjemput istrimu?”Leo melirik William datar. Sejak mengiyakan permintaan untuk mengerjakan laporan awal penelitian, pria berambut cokelat itu lebih sering mampir untuk mengganggunya. Awalnya, Leo mengabaikan kehadirannya. Lama-kelamaan sumbu kesabarannya memendek dan nyaris terbakar sepenuhnya.William dan Daniel senang bersekongkol untuk mengejeknya. Dan itulah yang menjengkelkan
“Kau akan mempertimbangkan tawaran William?”Pertanyaan itu mengudara setelah mereka tiba di flat. Leo membantunya menyeret dua koper besar, bersikukuh agar ia tidak perlu susah payah mengangkat koper melewati tangga menuju lantai tiga.Ia menaruh sandal rumah di dekat kaki sang suami, membalas senyum sirat terima kasih Leo dengan seringai tipis. Bahunya melesak lega saat aroma teh dan buku yang menguar di seluruh penjuru flat menyapa indra penciuman. Ia tiba di rumahnya. Tempat ia bisa beristirahat sejenak dari pertarungan melawan dunia.“Entahlah.” Leo membalas dengan acuh tak acuh, meletakkan koper di dekat sofa lalu berjalan menuju dapur. “Jangan terlalu dipikirkan. William memang suka asal bicara.”Sayangnya, Andrea sudah memikirkannya sejak William meninggalkan kafe. Ucapan pria bermata biru itu masih melekat dalam benak. Kepercayaan William tentang pengaruhnya pada Leo membuatnya tersanjung. Meski begitu, Andrea tahu ia tidak berkuasa atas keputusan Leo.Bagaimanapun juga, keput
“Jadi, kapan kau akan mengenalkanku pada adikmu?” Mia mendorong kursi agar lebih dekat dengan meja Andrea, menatapnya dengan sorot memohon seraya mengerjap pelan.Andrea melirik juniornya setengah geli. Pertanyaan itu hampir setiap hari dilontarkan oleh Mia. Nyaris tiada hari tanpa Mia yang mengungkit betapa tampannya Julian dengan setelan jas lengkap di hari pernikahannya atau betapa manisnya Julian saat sang adik bungsu mampir untuk menjemputnya selepas kuliah.Ia memaklumi reaksi sang junior. Mia bukan satu-satunya gadis yang terpukau dengan ketampanan dan gestur kecil Julian. Di tengah anak muda yang berpenampilan urakan dan lebih suka hubungan cinta semalam, sosok Julian yang sopan dan tak tersentuh berhasil menarik hati para gadis muda.“Aku sudah bercerita ada juniorku yang ingin mengenalnya lebih dekat, tapi belum ada jawaban pasti darinya.” Andrea membereskan barang-barangnya ke tas, menyempatkan diri untuk berkaca sejenak dan memastikan penampilannya tidak berantakan. “Sampa
Andrea membelalak. Tidak percaya kalimat itu akan keluar dari bibir adik bungsunya. Pandangannya seketika bergulir pada Leo yang sama terkejutnya.“Kau bilang apa?” Pertanyaan itu melesak setelah beberapa menit Leo tertegun atas pernyataan Julian.Julian melipat kedua tangan di atas meja, menatapnya dan Leo bergantian. “Demi pernikahan kalian, apakah kau bersedia untuk melaporkan Logan ke polisi atau membuat perintah perlindungan agar pria itu tidak bisa mendekati Andrea?”Leo mengembuskan napas berat, memikirkan ucapan Julian. Ia menggeser posisi, menepuk kursi sebagai isyarat agar sang suami duduk alih-alih berlutut. Andrea terkesiap kala jemari yang lebih besar menemukan tangannya di bawah meja, meremas tautan mereka lembut.“Bagaimana kalau kau jelaskan dulu apa yang sebenarnya terjadi?” Leo menarik napas dalam, mencoba berpikir dengan kepala dingin. “Kenapa Logan harus kulaporkan ke polisi karena menemui Andrea?”Julian meliriknya untuk meminta izin, tahu bahwa ia tidak akan sang
“Ada beberapa orang yang ingin kutelusuri, tapi mari mulai dari yang paling mendesak.” Leo mengeluarkan ponsel, mencari foto mantan kekasih Andrea yang dikirim oleh Julian kemarin. “Namanya Logan Blackhill. Pria ini adalah mantan kekasih istriku yang tiba-tiba kembali untuk mengusiknya lagi.”Roger, detektif swasta yang direkomendasikan oleh William, mengamati foto Logan dengan cermat. “Ketakutan akan kemungkinan istrimu berselingkuh?”Leo menyeringai lebar. Tidak ada sirat jenaka dalam matanya. “Ketakutan karena mimpi buruk istriku datang, lebih tepatnya. Sependek pengetahuanku, pria ini sangat bermasalah dan sempat menghilang ke Amerika selama beberapa tahun. Aku mau tahu semua yang ia lakukan sebelum, saat dan setelah menjalin hubungan dengan Andrea.”Ruang istirahat karyawan di kafe berubah menjadi ruang rapat belakangan ini. Biasanya Leo berbincang dengan berbagai supplier, tetapi khusus untuk hari ini ia memberi perintah pada Daniel agar tidak ada karyawan maupun pengunjung yang
Andrea mengempaskan diri di kursi berlengan yang berada di sebelah rak buku. Novel fantasi romansa yang beberapa saat lalu tengah dibaca, kini diletakkan di atas meja kayu kecil berdampingan dengan secangkir teh yang masih mengepul.“Jadi, Logan sudah kembali?” tanya Lily dari seberang sambungan. “Apa lagi yang diinginkan si brengsek itu kali ini.”Inilah alasannya menutup buku meski tak rela. Ia sedang berada di tengah pertarungan pedang antara sang prajurit dengan bandit untuk menjaga perbatasan saat ponselnya berdering nyaring. Namun, identitas penelepon berhasil membuatnya mengurung kesal.Andrea menduga Lily dan Darren mengetahui kabar tentang kembalinya Logan dari Julian, mengingat si adik bungsu dan temannya yang berkacamata terbilang dekat. Tidak butuh waktu lama sama Lily ikut menden