Matahari yang semakin naik mengeluarkan panas yang semakin menyengat kulit. Orang-orang di jalanan mulai berlomba untuk meninggalkan jalanan yang panasnya menyengat.
Panas matahari yang sudah menyengat semakin ditambah dengan keadaan jalan raya yang sangat padat. Ah, kapan ibu kota negara ini bisa tidak ramai dan macet? Dari pagi hingga kembali pagi jalanan selalu ramai dan padat.
Di jalan raya itu telah tersusun kendaraan-kendaraan pribadi yang sedang menunggu giliran bisa bergerak dari tempatnya sekarang. Berbeda dengan para pengendara mobil tersebut, di salah satu halte di pinggir jalan terlihat seorang gadis yang sedang duduk. Kelelahan tergambarkan dengan jelas di wajahnya, ditambah lagi dengan peluh yang menetes di sudut wajahnya.
Gadis itu adalah Aruna. Aruna sedang istirahat setelah berpindah dari satu kantor ke kantor lainnya. Namun, belum ada tempat kerja yang berhasil ditemukannya. Statusnya yang masih mahasiswa membuatnya kesulitan untuk mendapatkan kerja. Semua kantor yang disambanginya, memiliki persyaratan minimal lulusan sarjana.
"Cari kerja ternyata sesusah ini ya" Jerit batin Aruna sedari tadi.
Saat ini Aruna bingung harus kemana lagi. Kemarin dengan bantuan Chiara, Aruna sudah berusaha mencari pekerjaan melalui online. Tapi, masih dengan alasan yang sama, Aruna tidak menemukan pekerjaan apapun. Mungkin memang semua perusahaan atau perkantoran sudah membatasi harus lulusan sarjana atau diploma yang bisa mendaftar.
"Aku udah gak bisa lanjut kerja part time di sana" Tiba-tiba Aruna mendengar pembicaraan dua orang gadis yang sedang duduk di halte yang sama dengannya.
"Kenapa? Kan gajinya lumayan. Di mana lagi di ibu kota ini nemu gaji part time sebesar itu" Celetuk gadis yang satu lagi.
"Iya, dan lo tau sendiri kan bos gue di sana baik banget. Tapi gue lagi padat banget jadwal di kampus ditambah ada praktikum, jadi orang tua gue minta gue berhenti kerja aja. Kondisi ekonomi keluarga gue juga udah kembali membaik" Jawab gadis tersebut.
"Permisi kak, maaf sebelumnya tadi aku kesannya gak sopan dengar pembicaraan kakak berdua" Entah keberanian dari mana, Aruna mendekati kedua gadis tersebut dan mencoba mengajak berbicara.
"Iya gapapa kok kak" Jawab gadis yang dia dengar tadi sudah berhenti kerja.
"Tadi aku dengar kakak berdua lagi ngomongin soal part time. Aku boleh minta alamat tempat kerja kakak gak ya? Soalnya aku lagi butuh kerjaan kak" Lanjut Aruna.
"Oh boleh kak. Ini kak" Gadis itu menyerahkan selembar kertas berisi alamat yang baru saja dituliskan gadus tersebut.
"Tapi pekerjaannya itu jadi waitress di kafe kak" Lanjut gadis tersebut lagi.
"Iya gapapa kak. Terima kasih banyak ya kak" Jawab Aruna tersenyum setelah menerima selembar kertas tersebut.
Setelah melihat alamat yang tertuliskan di kertas tersebut, Aruna menyadari ternyata lokasi cafe itu berada tidak jauh dari tempat tinggalnya.
"Lumayan bisa hemat biaya. Nanti aku tinggal naik angkot aja dari rumah" Batin Aruna.
Akhirnya Aruna segera bergerak menuju cafe tersebut. Dalam batinnya Aruna berharap besar bisa mendapatkan pekerjaan di sana. Kalau Aruna bisa kerja part time di sana, berarti tidak akan mengganggu jadwal kuliahnya.
Setelah sampai di cafe tersebut, Aruna memilih untuk makan siang karena tadi di depan Aruna melihat cafe ini menyediakan menu makan siang dan sedang mengadakan promo. Aruna terkejut melihat cafe ini karena ternyata cafe ini tidak seperti yang dia bayangkan. Cafe ini terlalu besar dan terlalu luas. Bahkan Aruna bingung harus menyebut cafe ini sebagai cafe, restauran, rumah makan atau hotel.
Bangunan cafe yang sangat besar dan sangat luas dibagi menjadi beberapa bagian. Setiap wilayah memiliki tema yang berbeda-beda. Ada bagian yang terlihat klasik, elegan, vintage dan lain-lain. Aruna mengetahui hal itu karena tadi Aruna menanyakan pada waitress yang melayaninya.
"Pemilik cafe ini pasti orang kaya banget sih. Bangun cafe aja se-effort ini" Batin Aruna berdecak kagum.
"Permisi, ini pesanannya" Seorang pelayan pria mengantarkan pesanan Aruna.
"Maaf kak mau tanya di sini ada lowongan kerja gak ya?" Tanya Aruna pada pelayan pria tersebut.
"Cafe ini belum pernah umumin resmi lagi buka lowongan pekerjaan kak. Tapi biasanya kalau ada yang cari kerja, boss kita bakal kasih kok kak. Tapi harus ketemu langsung sama pak boss" Jawab pelayan tersebut menjelaskan.
"Kalau boleh tau ruangan bossnya dimana ya?" Tanya Aruna kembali.
"Pak boss lagi gak ada di cafe ini kak. Biasanya jam segini beliau masih kerja di perusahaannya. Kakak bisa datang lagi ke sini jam 4 atau jam 5 sore. Biasanya kalau udah sore boss bakal ke sini kok" Jawab pelayan tersebut menjelaskan.
"Makasih ya kak" Jawab Aruna tersenyum.
"Baik. Selamat menikmati makanannya ya kak. Jika ada perlu bantuan dan keluhan bisa sampaikan pada kami, terima kasih" Pelayan tersebut lalu meninggalkan meja Aruna.
Aruna akhirnya menikmati makanan yang sudah disajikan sambil menikmati keindahan interior kafe tersebut. Dalam benaknya Aruna berandai-andai memiliki kafe sebesar dan seindah ini. Selama Aruna menikmati makan siangnya, kafe ini terbilang ramai pengunjung, pasti ini karena interior kafe yang sangat bagus dan juga cita rasa makanan yang sangat nikmat.
Kafe ini menyediakan berbagai macam menu makanan yang menyesuaikan kebutuhan pengunjung, mulai dari sarapan, lunch, dinner, coffee atau hanya sekedar snack ringan. Berarti pengunjung bisa datang ke kafe ini pada jam apapun.
"ssstt udah udah jangan nangis lagi ya. Tante itu tadi cuman ajak kamu bercanda aja" perhatian Aruna teralihkan kepada seorang pria yang baru saja masuk ke dalam kafe. Posisi Aruna yang duduk sangat dekat dengan pintu masuk bisa melihat orang-orang masuk. Aruna melihat seorang pria dengan setelan suit sedang menggendong anak bayi yang usianya diperkirakan Aruna masih satu atau dua tahun.
"Inikan pria yang pernah aku lihat bareng Chiara. Yang kata Chiara ganteng" batin Aruna setelah mencoba mengingat dimana pernah bertemu dengan pria ini.
Anak bayi yang dalam gendongan pria tersebut tiba-tiba diam dan memandang ke arah Aruna. Menyadari anak bayi itu melihat ke arahnya, Aruna melambaikan tangannya lucu pada anak bayi tersebut dan memamerkan senyumnya. Anak bayi tersebut tiba-tiba tertawa dan mengulurkan tangannya ke arah Aruna.
Keena, pria yang ternyata sedang menggendong bayi tersebut terkejut mendengar suara taawa anaknya dan melihat anaknya mengulurkan tangannya ke arah seorang pelanggan di dalam kafe. Karena tidak ingin mengganggu kenyamanan pelanggan tersebut dan pelanggan yang lain, Keenan berjalan ke arah lain membawa Alarick. Namun, suara tangisan Alarick tiba-tiba terdengar dan semakin keras.
Aruna yang melihat bayi tersebut menangis langsung beranjak dan mendekat ke arah ayah dan anak tersebut.
"Maaf Pak tadi anaknya kayaknya mau main sama saya" sapa Aruna sopan.
"Eh enggak kok mba, maaf ya anak saya ini langsung nangis kalau lihat orang lain apalagi di gendong orang lain" jawab Keenan masih berusaha mendiamkan Alarick yang masih menangis.
Karena Alarick tak kunjung berhenti menangis, Aruna akhirnya inisiatif untuk meminta Alarick dari Keenan dan menggendongnya.
"Kasihan pak anaknya nangis terus. Sini coba saya gendong dulu. Tenang aja pak saya bukan orang jahat kok" balas Aruna meyakinkan.
Melihat Alarick yang masih menangis, dengan keraguan akhirnya Keenan menyerahkan bayi tersebut pada Aruna. Keena terkejut tiba-tiba Aruna terdiam dan tertawa menunjukkan deretan giginya yang belum lengkap. Alarick berusaha menggapai wajah Aruna dengan kedua tangannya masih sambil tertawa.
"Kok bisa sama tante ini diam hmmm?" tanya Keenan sambil mencubit pelan pipi Alarick yang masih asik bermain dengan wajah Aruna.
"Yaampun pak saya masih muda jangan dipanggil tante dong" gerutu Aruna mendengzr perkataan Keenan.
"Iya iya kakak. Kenapa mau sama kakak......." Keenan masih berusaha mencuri perhatian Alarick.
"Aruna. Nama saya Aruna pak" jawab Aruna mendengar perkataan Keenan seolah bingung menyebut dirinya siapa.
"Halo Aruna kenalkan nama saya Keenan, si bayi kecil ini namanya Alarick" Keenan mengenalkan dirinya kembali pada Aruna.
"Udah selesai kan mainnya sama kak Aruna, sekarang sama papa ya" ajak Keenan pada Alarick berusaha mengambil Alarick dari gendongan Aruna.
Alarick langsung memberontak sambil menarik rambut Aruna.
" eh jangan ditarik rambut kakaknya" Keenan melepaskan tangan Alarick dari rambut Aruna.
"Itu kakaknya mau pulang loh" lanjut Keenan lagi.
"Gapapa pak biar Alarick sama saya dulu. Saya juga gak ada kegiatan kok setelah ini" sepertinya menghabiskan waktu bersama bayi ini di kafe ini sambil menunggu pemilik kafe datang bukan pilihan yang buruk, pikir Aruna.
"Benaran gak ngerepotin kamu kan?" tanya Keenan berusaha memastikan.
"enggak kok pak" jawab Aruna pasti.
"Kalau kamu saya ajak ke ruangan saya bagaimana? Di sana ada tempat bermainnya Alarick. Tapi kalau kamu mau di sini gapapa kok biar nanti saya bawakan mainannya ke sini aja" Keenan menawarkan Aruna untuk menemani Alarick di ruangannya karena masih ada beberapa tugas yang harus Keenan kerjakan di ruangannya. Tapi, juga merasa sedikit khawatir untuk meninggalkan Alarick bersama orang lain yang baru saja dikenalnya.
"Ruangan?" tanya Aruna bingung.
"Iya, saya pemilik kafe ini" Keenan menjawab kebingungan Aruna.
"Bapak pemilik kafe ini?" tanya Aruna semangat.
"Iya, ada apa ya? Kamu ada keluhan dengan pelayanan di kafe ini?" Keenan balik bertanya pada Aruna.
"Bukan Pak. Saya ingin mencoba melamar kerja part time di kafe ini pak, kira-kira ada lowongan gak ya Pak" tanya Aruna ragu-ragu.
"Oh kalau begitu kita bicarakan di ruangan saya saja" ajak Keenan lalu melangkah ke arah ruangannya sambil menenteng tas yang berisikan beberapa kebutuhan Alarick. Aruna yang sedang menggendong Alarick berjalan mengikuti Keenan sambil menenteng tasnya.
"Tapi pak ini makanan saya belum saya bayar" perkataan Aruna berhasil menghentikan langkah Keenan.
"Dim, punya meja nomor 4 lunasin ya. Itu saya yang tanggung" perintah Keenan pada salah satu pegawainya yang sedang berjalan di dekatnya.
"Baik pak" jawab pegawai yang bernama Dimas tersebut. Keenan kembali melanjutkan langkahnya, yang diikuti Aruna sambil menggendong Alarik.
Aruna berdecak kagum melihat kemewahan ruang kerja Keenan. Ruangan ini terlalu mewah untuk disebut sebagai ruang kerja di dalam kafe. Lihat saja, design interior ruangan ini terlihat sangat mewah. Aruna yakin, semua barang yang ada di dalam ruangan ini pasti mahal. Di dalam ruangan ini Aruna melihat ada dua pintu. Aruna yakin, itu pasti pintu kamar mandi dan pintu kamar tidur. Itu yang biasa dia baca dalam novel. Selain itu, di sudut ruangan ini Aruna melihat pojokan tersebut telah diubah menjadi tempat bermain anak, yang dapat Aruna pastikan itu khusus dibuatkan Keenan untuk Alarick. "Jadi gimana? Kamu mau kerja apa?" Tanya Keenan memecahkan lamunan Aruna yang masih fokus mengagumi ruang kerja tersebut. "Kalau bapak tidak keberatan dan saya diberikan kesempatan, saya ingin bekerja part time di kafe ini pak, saya bisa bekerja sebagai apa saya selain chef Pak" Jawab Aruna tenang. Aruna masih memangku Alarick yang kini sedang duduk tenang
Panas terik matahari terkena langsung ke kulit Aruna. Aruna sedang duduk di halte yang berada di depan kampusnya. Aruna sedang menunggu datangnya angkutan umum yang bisa dia tumpangi ke kafe tempatnya bekerja. Hari ini hari pertama Aruna bekerja di kafe. Sejak tadi pagi Aruna sudah sangat semangat, tidak sabar untuk menjalankan kerja hari pertamanya.Memang Aruna hanya bisa diterima sebagai kasir, tapi itu sudah sangat menyenangkan bagi Aruna. Meskipun upah yang dia dapatkan tidak bisa sebesar kerja full time lainnya, tapi Aruna tetap semangat untuk bekerja. Uang dari gajinya nanti akan dia gunakan untuk sewa rumahnya dan juga untuk membiayai makannya setiap hari. Untung-untung ada sisa, bisa dia tabung menambahi uang tabungannya sebelumnya. Sebenarnya, uang tabungan tabungan Aruna masih banyak. Tetapi, Aruna tidak mau mengeluarkan uang tabungannya itu karena uang itu dia gunakan sebagai simpanan untuk kebutuhan mendadak nantinya.
"Tumben banget kamu datang kerja cepat hari ini, Run," sapa Jodi yang baru saja datang ke meja kasir.Jodi terkejut melihat Aruna sudah duduk di kursi kasir karena biasanya gadis itu akan datang bekerja sore hari. Sekarang baru jam 11.00, tapi gadis ini sudah menjalankan tugasnya. Dan Jodi juga bingung dimana Chika, pegawai yang biasa menjaga meja kasir di pagi hari."Kak Chika lagi sakit, jadi aku jaga mulai dari pagi hari ini," jawab Aruna menjelaskan."Kuliahmu gimana? Kenapa gak minta tolong sama yang lain aja?" tanya Jodi beruntun."Aku hari ini lagi gak ada kelas kok. Dosen aku lagi ada tugas di luar kota jadi mungkin ada jadwal ganti aja nanti," jawab Aruna."Kamu kok udah datang jam segini?" tanya Aruna balik pada Jodi."Aku emang kerja dari jam segini," jawab Jodi singkat."Emang bisa gitu ya?" tanya Aruna
"Papa sama mama pulang hari ini kok sayang. Sampai di Jakarta sekitar jam 10 besok pagi mungkin. Kamu jemput papa sama mama ke bandara ya" Aruna masih ingat jelas perkataan papanya saat menghubunginya memberitahukan kepulangan mereka. Selama dua minggu terakhir, papa dan mama Aruna memang tidak ada di rumah. Keduanya harus berangkat ke New York untuk mengurus bisnis mereka di sana. Sebenarnya papanya sudah akan berangkat sendiri, tapi mama Aruna tidak setuju. Mama Aruna bersikeras untuk ikut berangkat ke New York. Namun, ternyata itu menjadi waktu terakhir bagi Aruna untuk mendengarkan suara papanya. Belum tiba jam 10 pagi sesuai dengan perkiraan papanya jam kedatangan kedua orang tuanya di Jakarta, Aruna kini sudah berada di bandara Soekarna Hatta. Bukan untuk menjemput orang tuanya atau untuk menunggu kedatangan orang tuanya, melainkan unt
Di sisi lain, di salah satu rumah mewah yang terdapat di ibu kota, terlihat seorang pria tampan yang sedang bersiap untuk berangkat ke kantor.Setelah selesai mengurus keperluannya sendiri, pria tersebut kemudian mempersiapkan bayinya yang akan dia bawa ke kantor."Maaf tuan. Apa tidak sebaiknya tuan Alarick tinggal di rumah saja? Biar kami yang mengurus tuan muda, tuan" Mbak Ria, salah satu asisten rumah tangga di rumah pria tersebut menyarankan agar bayi mungil itu ditinggalkan di rumah saja, tidak usah dibawa ke kantor tuannya."Gapapa bi. Bibi tau sendiri kan dia gak bisa ditinggal gitu aja, aku tinggal ke kamar mandi aja nangis" Tolak pria tersebut dengan halus."Tapi tuan bagaiamana dengan rapat nanti? Tuan muda bisa mengganggu" Balas mbak Ria lagi."Rekan-rekan yang lain pasti paham kok bi. Bibi tenang aja" Balas pria tersebut.Setelah menyelesaikan se
Pagi ini, sama seperti hari-hari sebelumnya Aruna terlihat sedang membereskan rumahnya. Selama ini memang Aruna sudah mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Semenjak Mbak Ita, mantan asisten rumah tangganya mengundurkan diri karena harus pulang kampung merawat ibunya yang sedang sakit, Aruna dan orang tuanya tidak lagi mencari asisten rumah tangga yang baru. Aruna yang menolak untum mencari asisten rumah tangga yang baru, karena Aruna pengen mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Mendengar suara ketukan pintu rumahnya, Aruna lalu membuka pintu utama rumah tersebut."Loh paman bibi" Aruna terkejut melihat seluruh keluarga besanrnya datang pagi ini ke rumahnya. Biasanya keluarga besarnya ini tidka pernah datang berkunjung ke tumah ini. Bahkan pada hari pemakaman orang tuanya, tidak semua mereka datang. Dan yang datang hanya sebentar, setelah pemakaman mereka langsung pulang."Kita datang ke sin
"Papa jemput mama dulu ya, nanti kita ketemu di sana aja. Kabarin aja papa kalau kalian masih singgah di tempat lain" Pamit Pak Irfan kepada Chiara dan Aruna.Setelah Pak Iman pulang, Chiara dan Pak Irfan mengajak Aruna untuk membeli segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk mengisi kamar Aruna. Memang, kamar yang akan ditinggali Aruna model paviliun, terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi dan satu dapur kecil. Dan model paviliunnya memang kosongan. Aruna sangat bersyukur, dengan harga sewa yang terlalu mahal bisa menyewa paviliun ini. Paviliun ini memang sederhana, bahkan mungkin ukurannya lebih kecil dari ukuran kamar di rumah orang tuanya dulu. Tapi paviliun ini bersih dan mampu membuat Aruna nyaman."Kamu udah nolak tinggal di rumah om, gak mau juga tinggal di apartemen mamanya Chiara, sekarang kamu gak bisa nolak lagi. Biar om dan tante yang urus semua perabot rumah kamu ini. Kamu sama Chiara tinggal pilih aja"
"Tumben banget kamu datang kerja cepat hari ini, Run," sapa Jodi yang baru saja datang ke meja kasir.Jodi terkejut melihat Aruna sudah duduk di kursi kasir karena biasanya gadis itu akan datang bekerja sore hari. Sekarang baru jam 11.00, tapi gadis ini sudah menjalankan tugasnya. Dan Jodi juga bingung dimana Chika, pegawai yang biasa menjaga meja kasir di pagi hari."Kak Chika lagi sakit, jadi aku jaga mulai dari pagi hari ini," jawab Aruna menjelaskan."Kuliahmu gimana? Kenapa gak minta tolong sama yang lain aja?" tanya Jodi beruntun."Aku hari ini lagi gak ada kelas kok. Dosen aku lagi ada tugas di luar kota jadi mungkin ada jadwal ganti aja nanti," jawab Aruna."Kamu kok udah datang jam segini?" tanya Aruna balik pada Jodi."Aku emang kerja dari jam segini," jawab Jodi singkat."Emang bisa gitu ya?" tanya Aruna
Panas terik matahari terkena langsung ke kulit Aruna. Aruna sedang duduk di halte yang berada di depan kampusnya. Aruna sedang menunggu datangnya angkutan umum yang bisa dia tumpangi ke kafe tempatnya bekerja. Hari ini hari pertama Aruna bekerja di kafe. Sejak tadi pagi Aruna sudah sangat semangat, tidak sabar untuk menjalankan kerja hari pertamanya.Memang Aruna hanya bisa diterima sebagai kasir, tapi itu sudah sangat menyenangkan bagi Aruna. Meskipun upah yang dia dapatkan tidak bisa sebesar kerja full time lainnya, tapi Aruna tetap semangat untuk bekerja. Uang dari gajinya nanti akan dia gunakan untuk sewa rumahnya dan juga untuk membiayai makannya setiap hari. Untung-untung ada sisa, bisa dia tabung menambahi uang tabungannya sebelumnya. Sebenarnya, uang tabungan tabungan Aruna masih banyak. Tetapi, Aruna tidak mau mengeluarkan uang tabungannya itu karena uang itu dia gunakan sebagai simpanan untuk kebutuhan mendadak nantinya.
Aruna berdecak kagum melihat kemewahan ruang kerja Keenan. Ruangan ini terlalu mewah untuk disebut sebagai ruang kerja di dalam kafe. Lihat saja, design interior ruangan ini terlihat sangat mewah. Aruna yakin, semua barang yang ada di dalam ruangan ini pasti mahal. Di dalam ruangan ini Aruna melihat ada dua pintu. Aruna yakin, itu pasti pintu kamar mandi dan pintu kamar tidur. Itu yang biasa dia baca dalam novel. Selain itu, di sudut ruangan ini Aruna melihat pojokan tersebut telah diubah menjadi tempat bermain anak, yang dapat Aruna pastikan itu khusus dibuatkan Keenan untuk Alarick. "Jadi gimana? Kamu mau kerja apa?" Tanya Keenan memecahkan lamunan Aruna yang masih fokus mengagumi ruang kerja tersebut. "Kalau bapak tidak keberatan dan saya diberikan kesempatan, saya ingin bekerja part time di kafe ini pak, saya bisa bekerja sebagai apa saya selain chef Pak" Jawab Aruna tenang. Aruna masih memangku Alarick yang kini sedang duduk tenang
Matahari yang semakin naik mengeluarkan panas yang semakin menyengat kulit. Orang-orang di jalanan mulai berlomba untuk meninggalkan jalanan yang panasnya menyengat.Panas matahari yang sudah menyengat semakin ditambah dengan keadaan jalan raya yang sangat padat. Ah, kapan ibu kota negara ini bisa tidak ramai dan macet? Dari pagi hingga kembali pagi jalanan selalu ramai dan padat.Di jalan raya itu telah tersusun kendaraan-kendaraan pribadi yang sedang menunggu giliran bisa bergerak dari tempatnya sekarang. Berbeda dengan para pengendara mobil tersebut, di salah satu halte di pinggir jalan terlihat seorang gadis yang sedang duduk. Kelelahan tergambarkan dengan jelas di wajahnya, ditambah lagi dengan peluh yang menetes di sudut wajahnya.Gadis itu adalah Aruna. Aruna sedang istirahat setelah berpindah dari satu kantor ke kantor lainnya. Namun, belum ada tempat kerja yang berhasil ditemukannya. Statusnya yang m
"Papa jemput mama dulu ya, nanti kita ketemu di sana aja. Kabarin aja papa kalau kalian masih singgah di tempat lain" Pamit Pak Irfan kepada Chiara dan Aruna.Setelah Pak Iman pulang, Chiara dan Pak Irfan mengajak Aruna untuk membeli segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk mengisi kamar Aruna. Memang, kamar yang akan ditinggali Aruna model paviliun, terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi dan satu dapur kecil. Dan model paviliunnya memang kosongan. Aruna sangat bersyukur, dengan harga sewa yang terlalu mahal bisa menyewa paviliun ini. Paviliun ini memang sederhana, bahkan mungkin ukurannya lebih kecil dari ukuran kamar di rumah orang tuanya dulu. Tapi paviliun ini bersih dan mampu membuat Aruna nyaman."Kamu udah nolak tinggal di rumah om, gak mau juga tinggal di apartemen mamanya Chiara, sekarang kamu gak bisa nolak lagi. Biar om dan tante yang urus semua perabot rumah kamu ini. Kamu sama Chiara tinggal pilih aja"
Pagi ini, sama seperti hari-hari sebelumnya Aruna terlihat sedang membereskan rumahnya. Selama ini memang Aruna sudah mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Semenjak Mbak Ita, mantan asisten rumah tangganya mengundurkan diri karena harus pulang kampung merawat ibunya yang sedang sakit, Aruna dan orang tuanya tidak lagi mencari asisten rumah tangga yang baru. Aruna yang menolak untum mencari asisten rumah tangga yang baru, karena Aruna pengen mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Mendengar suara ketukan pintu rumahnya, Aruna lalu membuka pintu utama rumah tersebut."Loh paman bibi" Aruna terkejut melihat seluruh keluarga besanrnya datang pagi ini ke rumahnya. Biasanya keluarga besarnya ini tidka pernah datang berkunjung ke tumah ini. Bahkan pada hari pemakaman orang tuanya, tidak semua mereka datang. Dan yang datang hanya sebentar, setelah pemakaman mereka langsung pulang."Kita datang ke sin
Di sisi lain, di salah satu rumah mewah yang terdapat di ibu kota, terlihat seorang pria tampan yang sedang bersiap untuk berangkat ke kantor.Setelah selesai mengurus keperluannya sendiri, pria tersebut kemudian mempersiapkan bayinya yang akan dia bawa ke kantor."Maaf tuan. Apa tidak sebaiknya tuan Alarick tinggal di rumah saja? Biar kami yang mengurus tuan muda, tuan" Mbak Ria, salah satu asisten rumah tangga di rumah pria tersebut menyarankan agar bayi mungil itu ditinggalkan di rumah saja, tidak usah dibawa ke kantor tuannya."Gapapa bi. Bibi tau sendiri kan dia gak bisa ditinggal gitu aja, aku tinggal ke kamar mandi aja nangis" Tolak pria tersebut dengan halus."Tapi tuan bagaiamana dengan rapat nanti? Tuan muda bisa mengganggu" Balas mbak Ria lagi."Rekan-rekan yang lain pasti paham kok bi. Bibi tenang aja" Balas pria tersebut.Setelah menyelesaikan se
"Papa sama mama pulang hari ini kok sayang. Sampai di Jakarta sekitar jam 10 besok pagi mungkin. Kamu jemput papa sama mama ke bandara ya" Aruna masih ingat jelas perkataan papanya saat menghubunginya memberitahukan kepulangan mereka. Selama dua minggu terakhir, papa dan mama Aruna memang tidak ada di rumah. Keduanya harus berangkat ke New York untuk mengurus bisnis mereka di sana. Sebenarnya papanya sudah akan berangkat sendiri, tapi mama Aruna tidak setuju. Mama Aruna bersikeras untuk ikut berangkat ke New York. Namun, ternyata itu menjadi waktu terakhir bagi Aruna untuk mendengarkan suara papanya. Belum tiba jam 10 pagi sesuai dengan perkiraan papanya jam kedatangan kedua orang tuanya di Jakarta, Aruna kini sudah berada di bandara Soekarna Hatta. Bukan untuk menjemput orang tuanya atau untuk menunggu kedatangan orang tuanya, melainkan unt