Di sisi lain, di salah satu rumah mewah yang terdapat di ibu kota, terlihat seorang pria tampan yang sedang bersiap untuk berangkat ke kantor.
Setelah selesai mengurus keperluannya sendiri, pria tersebut kemudian mempersiapkan bayinya yang akan dia bawa ke kantor.
"Maaf tuan. Apa tidak sebaiknya tuan Alarick tinggal di rumah saja? Biar kami yang mengurus tuan muda, tuan" Mbak Ria, salah satu asisten rumah tangga di rumah pria tersebut menyarankan agar bayi mungil itu ditinggalkan di rumah saja, tidak usah dibawa ke kantor tuannya.
"Gapapa bi. Bibi tau sendiri kan dia gak bisa ditinggal gitu aja, aku tinggal ke kamar mandi aja nangis" Tolak pria tersebut dengan halus.
"Tapi tuan bagaiamana dengan rapat nanti? Tuan muda bisa mengganggu" Balas mbak Ria lagi.
"Rekan-rekan yang lain pasti paham kok bi. Bibi tenang aja" Balas pria tersebut.
Setelah menyelesaikan semua persiapan dan keperluan anaknya, pria tersebut kemudian berangkat ke kantor menggunakan salah satu koleksi mobil mewahnya.
"Tuan sayang banget ya sama tuan muda" Celetuk mbak Desi, yang juga merupakan asisten rumah tangga di rumah pria itu.
"Iya, kemana-mana selalu dibawa. Semua dibelikan untuk tuan muda padahal tuan muda belum paham apa-apa. Masih umur satu menuju dua tahun gitu" Balas mbak Cika, asisten rumah tangga lainnya.
"Kenapa tuan gak cari istri aja ya. Buat bantu urus tuan muda. Tuan juga udah perlu wanita lain untuk mengurusnya" Bingung mbak Desi.
"Iya kan. Kenapa ya tuan belum memiliki kekasih? Padahal kan tuan mapan dan tampan. Siapa coba gadis di luaran sana yang mau nolak tuan" Timpal mbak Cika.
"Udah udah kita balik kerja aja, gak baik ngomongin orang lain apalagi bos sendiri" Mbak Ria memutus obrolan mbak Cika dan mbak Desi. Ketiganya kembali melakukan pekerjaan rumah dengan asisten rumah tangga lainnya.
Di rumah ini, memang terdapat sangat banyak asisten rumah tangga. Hal ini dikarenakan rumah ini yang sangat luas dan memiliki banyak ruangan. Ciri orang kaya pada umumnya.
Perkenalkan Keenan, pria kaya raya yang sudah berumur 28 tahun namun tidak sedang menjalin hubungan dengan lawan jenis. Waktu pria ini dihabiskan untuk bekerja dan mengurus anaknya yang masih berumur satu tahun, Alarick.
Keenan harus membawa Alarick kemana pun pergi karena Alarick tidak bisa ditinggalkan oleh Keenan, bahkan untuk sebentar saja. Alarick akan langsung menangis jika ditinggalkan Keenan. Alarick juga akan langsung menangis jika ada orang lain yang mencoba untuk mengganggunya atau mengajaknya bermain.
"Selamat pagi Pak" Semua karyawan yang ada di lobby Wylan CO, perusahaan milik keluarga Keenan. Bisnis keluarganya sekarang memang sudah diambil alih oleh Keenan. Ayahnya sudah sering mengeluh karna terlalu lelah dan ingin menghabiskan masa tua dengan liburan. Karena itu, sebagai anak satu-satunya, Keenan langsung mengambi alih bisnis keluarganya. Sehingga, kini Keenan dihormati sebagai pemimpin perusahaan.
Usaha keluarga Keenan ini diberi nama sebagai Wylan Group. Wylan Group ini mencakup usaha properti, media, kuliner, teknologi dan berbagai bidang usaha lainnya. Wylan Grop hampir memiliki anak perusahaan di seluruh bidang usaha.
Setelah sampai di ruangannya, Keenan melepaskan gendongan Alarick. Lalu meletakkan Alarick di tempat tidur bayi yang memang sengaja Keenan letakkan di sebelah tempat duduknya. Agar Keenan bisa tetap memantau Alarick selama bekerja dan Alarick tidak menangis.
"Halo Ma" Sapaan pertama yang Keenan keluarkan saat mengangkat panggilan masuk di handphone-nya.
"Halo kamu dimana, Nan?" Tanya suara dari seberang panggilan.
"Di kantor Ma" Jawab Keenan.
"Kamu bawa Alarick?" Tanya suara dari seberang lagi, yang ternyata itu adalah suara mama Keenan.
"Iya ma" Jawab Keenan singkat.
"Kenapa gak kamu antar ke sini aja. Mama sama papa udah di rumah kita ini" Ucap Mama Keenan.
"Alarick gak bisa pisah dari aku, Ma. Lagian aku gak tenang kalau harus ninggalin dia" Jelas Keenan.
"Makanya kamu itu nikah aja udah berumur juga. Tapi gimana mau nikah ya pacar aja gak punya" Ledek Mama Keenan.
"Aku belum punya niat, Ma. Nanti ada waktunya juga kok kalau aku mau nikah" Tolak Keenan.
"Selalu itu jawaban kamu. Yaudah lah mama tutup ya telfonnya. Mama kira tadi Alarick kamu tinggal di rumah kamu, mau mama jemput" Ucap mama Keenan.
"Iya Ma. Kalau sempat aku bawa dia main ke sana" Jawab Keenan.
Setelah itu, panggilan pun terputus. Keenan kembali bekerja sambil sesekali melirik Alarick di tempat tidurnya atau mengajak anak itu bermain walau hanya sebentar.
Keenan juga harus menyiapkan segala berkas yang dibutuhkan untuk pertemuan dengan rekan bisnisnya dari Singapura nanti. Tadi sekretarisnya telah mengantarkan seluruh berkas ke ruangan Keenan. Kini Keenan harus memeriksa kembali berkas-berkas tersebut.
Sesuai dengan perjanjian, pada pukul 10.00 WIB, Keenan membawa anaknya ke ruangan rapat yang ada di kantor itu. Dan dibantu oleh sekretarisnya untuk membawa berkas-berkas yabg dibutuhkan"
"Selamat pagi semua. Sebelum memulai rapat ini, saya mohon maaf sebelumnya. Saya harus membawa anak saya ke ruangan rapat ini. Tapi saya yakinkan bahwa ini tidak akan memengaruhi berjalannya rapat kita ini" Keenan menyapa seluruh rekan bisnis dan karyawannya yang ada di ruang rapat tersebut.
Setelah mendapatkan persetujuan dari rekan bisnisnya untuk membawa Alarick ke ruang rapat, akhirnya rapat tersebut dimulai.
Semua orang yang berada di ruang rapat tersebut terlihat serius membahas rencana kerja sama antar kedua pihak.
Setelah mendapatkan kesepakatan antar kedua pihak, rapat akhirnya ditutup.
"Pak mohon maaf sebelumnya. Itu anak bapak selalu dibawa ke kantor?" Tanya salah satu karyawannya kepada Keenan. Kini di ruang rapat hanya tersisa Keenan dan beberapa karyawannya. Rekan kerjanya dari Singapura sudah pergi setelah rapat selesai.
"Oh itu, dia gak bisa pisah sama saya dan juga...." Belum juga Keenan berhasil menyelesaikan perkataannya, Alarick sudah menangis kencang. Keenan langsung mengangkat Alarick dari kereta dorongnya dan membawanya ke pangkuannya.
"Dan juga dia gak suka kalau sama orang lain selain saya. Langsung nangis kayak gini" Keenan melanjutkan perkataannya yang sempat terputus.
"Udah udah jangan nangis, tante itu cuman mau ajak kamu main tadi" Keenan berusaha menenangkan Alarick sembari menepuk pelan punggungnya.
Karyawan yang ada di ruang rapat tersebut memang takjub pada Keenan. Karena biasanya pria ini sangat dingin. Namun, ternyata Keenan bisa menjadi sosok ayah yang sangat hangat.
"Anaknya ganteng pak persis kayak bapak" Celetuk salah satu karyawan wanitanya.
"Modus lo. Bilang aja emang mau muji bapaknya" Ledek karyawan yang lain. Keenan hanya menanggapi dengan senyuman tipisnya tanpa mengatakan apapun.
Pagi ini, sama seperti hari-hari sebelumnya Aruna terlihat sedang membereskan rumahnya. Selama ini memang Aruna sudah mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Semenjak Mbak Ita, mantan asisten rumah tangganya mengundurkan diri karena harus pulang kampung merawat ibunya yang sedang sakit, Aruna dan orang tuanya tidak lagi mencari asisten rumah tangga yang baru. Aruna yang menolak untum mencari asisten rumah tangga yang baru, karena Aruna pengen mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Mendengar suara ketukan pintu rumahnya, Aruna lalu membuka pintu utama rumah tersebut."Loh paman bibi" Aruna terkejut melihat seluruh keluarga besanrnya datang pagi ini ke rumahnya. Biasanya keluarga besarnya ini tidka pernah datang berkunjung ke tumah ini. Bahkan pada hari pemakaman orang tuanya, tidak semua mereka datang. Dan yang datang hanya sebentar, setelah pemakaman mereka langsung pulang."Kita datang ke sin
"Papa jemput mama dulu ya, nanti kita ketemu di sana aja. Kabarin aja papa kalau kalian masih singgah di tempat lain" Pamit Pak Irfan kepada Chiara dan Aruna.Setelah Pak Iman pulang, Chiara dan Pak Irfan mengajak Aruna untuk membeli segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk mengisi kamar Aruna. Memang, kamar yang akan ditinggali Aruna model paviliun, terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi dan satu dapur kecil. Dan model paviliunnya memang kosongan. Aruna sangat bersyukur, dengan harga sewa yang terlalu mahal bisa menyewa paviliun ini. Paviliun ini memang sederhana, bahkan mungkin ukurannya lebih kecil dari ukuran kamar di rumah orang tuanya dulu. Tapi paviliun ini bersih dan mampu membuat Aruna nyaman."Kamu udah nolak tinggal di rumah om, gak mau juga tinggal di apartemen mamanya Chiara, sekarang kamu gak bisa nolak lagi. Biar om dan tante yang urus semua perabot rumah kamu ini. Kamu sama Chiara tinggal pilih aja"
Matahari yang semakin naik mengeluarkan panas yang semakin menyengat kulit. Orang-orang di jalanan mulai berlomba untuk meninggalkan jalanan yang panasnya menyengat.Panas matahari yang sudah menyengat semakin ditambah dengan keadaan jalan raya yang sangat padat. Ah, kapan ibu kota negara ini bisa tidak ramai dan macet? Dari pagi hingga kembali pagi jalanan selalu ramai dan padat.Di jalan raya itu telah tersusun kendaraan-kendaraan pribadi yang sedang menunggu giliran bisa bergerak dari tempatnya sekarang. Berbeda dengan para pengendara mobil tersebut, di salah satu halte di pinggir jalan terlihat seorang gadis yang sedang duduk. Kelelahan tergambarkan dengan jelas di wajahnya, ditambah lagi dengan peluh yang menetes di sudut wajahnya.Gadis itu adalah Aruna. Aruna sedang istirahat setelah berpindah dari satu kantor ke kantor lainnya. Namun, belum ada tempat kerja yang berhasil ditemukannya. Statusnya yang m
Aruna berdecak kagum melihat kemewahan ruang kerja Keenan. Ruangan ini terlalu mewah untuk disebut sebagai ruang kerja di dalam kafe. Lihat saja, design interior ruangan ini terlihat sangat mewah. Aruna yakin, semua barang yang ada di dalam ruangan ini pasti mahal. Di dalam ruangan ini Aruna melihat ada dua pintu. Aruna yakin, itu pasti pintu kamar mandi dan pintu kamar tidur. Itu yang biasa dia baca dalam novel. Selain itu, di sudut ruangan ini Aruna melihat pojokan tersebut telah diubah menjadi tempat bermain anak, yang dapat Aruna pastikan itu khusus dibuatkan Keenan untuk Alarick. "Jadi gimana? Kamu mau kerja apa?" Tanya Keenan memecahkan lamunan Aruna yang masih fokus mengagumi ruang kerja tersebut. "Kalau bapak tidak keberatan dan saya diberikan kesempatan, saya ingin bekerja part time di kafe ini pak, saya bisa bekerja sebagai apa saya selain chef Pak" Jawab Aruna tenang. Aruna masih memangku Alarick yang kini sedang duduk tenang
Panas terik matahari terkena langsung ke kulit Aruna. Aruna sedang duduk di halte yang berada di depan kampusnya. Aruna sedang menunggu datangnya angkutan umum yang bisa dia tumpangi ke kafe tempatnya bekerja. Hari ini hari pertama Aruna bekerja di kafe. Sejak tadi pagi Aruna sudah sangat semangat, tidak sabar untuk menjalankan kerja hari pertamanya.Memang Aruna hanya bisa diterima sebagai kasir, tapi itu sudah sangat menyenangkan bagi Aruna. Meskipun upah yang dia dapatkan tidak bisa sebesar kerja full time lainnya, tapi Aruna tetap semangat untuk bekerja. Uang dari gajinya nanti akan dia gunakan untuk sewa rumahnya dan juga untuk membiayai makannya setiap hari. Untung-untung ada sisa, bisa dia tabung menambahi uang tabungannya sebelumnya. Sebenarnya, uang tabungan tabungan Aruna masih banyak. Tetapi, Aruna tidak mau mengeluarkan uang tabungannya itu karena uang itu dia gunakan sebagai simpanan untuk kebutuhan mendadak nantinya.
"Tumben banget kamu datang kerja cepat hari ini, Run," sapa Jodi yang baru saja datang ke meja kasir.Jodi terkejut melihat Aruna sudah duduk di kursi kasir karena biasanya gadis itu akan datang bekerja sore hari. Sekarang baru jam 11.00, tapi gadis ini sudah menjalankan tugasnya. Dan Jodi juga bingung dimana Chika, pegawai yang biasa menjaga meja kasir di pagi hari."Kak Chika lagi sakit, jadi aku jaga mulai dari pagi hari ini," jawab Aruna menjelaskan."Kuliahmu gimana? Kenapa gak minta tolong sama yang lain aja?" tanya Jodi beruntun."Aku hari ini lagi gak ada kelas kok. Dosen aku lagi ada tugas di luar kota jadi mungkin ada jadwal ganti aja nanti," jawab Aruna."Kamu kok udah datang jam segini?" tanya Aruna balik pada Jodi."Aku emang kerja dari jam segini," jawab Jodi singkat."Emang bisa gitu ya?" tanya Aruna
"Papa sama mama pulang hari ini kok sayang. Sampai di Jakarta sekitar jam 10 besok pagi mungkin. Kamu jemput papa sama mama ke bandara ya" Aruna masih ingat jelas perkataan papanya saat menghubunginya memberitahukan kepulangan mereka. Selama dua minggu terakhir, papa dan mama Aruna memang tidak ada di rumah. Keduanya harus berangkat ke New York untuk mengurus bisnis mereka di sana. Sebenarnya papanya sudah akan berangkat sendiri, tapi mama Aruna tidak setuju. Mama Aruna bersikeras untuk ikut berangkat ke New York. Namun, ternyata itu menjadi waktu terakhir bagi Aruna untuk mendengarkan suara papanya. Belum tiba jam 10 pagi sesuai dengan perkiraan papanya jam kedatangan kedua orang tuanya di Jakarta, Aruna kini sudah berada di bandara Soekarna Hatta. Bukan untuk menjemput orang tuanya atau untuk menunggu kedatangan orang tuanya, melainkan unt
"Tumben banget kamu datang kerja cepat hari ini, Run," sapa Jodi yang baru saja datang ke meja kasir.Jodi terkejut melihat Aruna sudah duduk di kursi kasir karena biasanya gadis itu akan datang bekerja sore hari. Sekarang baru jam 11.00, tapi gadis ini sudah menjalankan tugasnya. Dan Jodi juga bingung dimana Chika, pegawai yang biasa menjaga meja kasir di pagi hari."Kak Chika lagi sakit, jadi aku jaga mulai dari pagi hari ini," jawab Aruna menjelaskan."Kuliahmu gimana? Kenapa gak minta tolong sama yang lain aja?" tanya Jodi beruntun."Aku hari ini lagi gak ada kelas kok. Dosen aku lagi ada tugas di luar kota jadi mungkin ada jadwal ganti aja nanti," jawab Aruna."Kamu kok udah datang jam segini?" tanya Aruna balik pada Jodi."Aku emang kerja dari jam segini," jawab Jodi singkat."Emang bisa gitu ya?" tanya Aruna
Panas terik matahari terkena langsung ke kulit Aruna. Aruna sedang duduk di halte yang berada di depan kampusnya. Aruna sedang menunggu datangnya angkutan umum yang bisa dia tumpangi ke kafe tempatnya bekerja. Hari ini hari pertama Aruna bekerja di kafe. Sejak tadi pagi Aruna sudah sangat semangat, tidak sabar untuk menjalankan kerja hari pertamanya.Memang Aruna hanya bisa diterima sebagai kasir, tapi itu sudah sangat menyenangkan bagi Aruna. Meskipun upah yang dia dapatkan tidak bisa sebesar kerja full time lainnya, tapi Aruna tetap semangat untuk bekerja. Uang dari gajinya nanti akan dia gunakan untuk sewa rumahnya dan juga untuk membiayai makannya setiap hari. Untung-untung ada sisa, bisa dia tabung menambahi uang tabungannya sebelumnya. Sebenarnya, uang tabungan tabungan Aruna masih banyak. Tetapi, Aruna tidak mau mengeluarkan uang tabungannya itu karena uang itu dia gunakan sebagai simpanan untuk kebutuhan mendadak nantinya.
Aruna berdecak kagum melihat kemewahan ruang kerja Keenan. Ruangan ini terlalu mewah untuk disebut sebagai ruang kerja di dalam kafe. Lihat saja, design interior ruangan ini terlihat sangat mewah. Aruna yakin, semua barang yang ada di dalam ruangan ini pasti mahal. Di dalam ruangan ini Aruna melihat ada dua pintu. Aruna yakin, itu pasti pintu kamar mandi dan pintu kamar tidur. Itu yang biasa dia baca dalam novel. Selain itu, di sudut ruangan ini Aruna melihat pojokan tersebut telah diubah menjadi tempat bermain anak, yang dapat Aruna pastikan itu khusus dibuatkan Keenan untuk Alarick. "Jadi gimana? Kamu mau kerja apa?" Tanya Keenan memecahkan lamunan Aruna yang masih fokus mengagumi ruang kerja tersebut. "Kalau bapak tidak keberatan dan saya diberikan kesempatan, saya ingin bekerja part time di kafe ini pak, saya bisa bekerja sebagai apa saya selain chef Pak" Jawab Aruna tenang. Aruna masih memangku Alarick yang kini sedang duduk tenang
Matahari yang semakin naik mengeluarkan panas yang semakin menyengat kulit. Orang-orang di jalanan mulai berlomba untuk meninggalkan jalanan yang panasnya menyengat.Panas matahari yang sudah menyengat semakin ditambah dengan keadaan jalan raya yang sangat padat. Ah, kapan ibu kota negara ini bisa tidak ramai dan macet? Dari pagi hingga kembali pagi jalanan selalu ramai dan padat.Di jalan raya itu telah tersusun kendaraan-kendaraan pribadi yang sedang menunggu giliran bisa bergerak dari tempatnya sekarang. Berbeda dengan para pengendara mobil tersebut, di salah satu halte di pinggir jalan terlihat seorang gadis yang sedang duduk. Kelelahan tergambarkan dengan jelas di wajahnya, ditambah lagi dengan peluh yang menetes di sudut wajahnya.Gadis itu adalah Aruna. Aruna sedang istirahat setelah berpindah dari satu kantor ke kantor lainnya. Namun, belum ada tempat kerja yang berhasil ditemukannya. Statusnya yang m
"Papa jemput mama dulu ya, nanti kita ketemu di sana aja. Kabarin aja papa kalau kalian masih singgah di tempat lain" Pamit Pak Irfan kepada Chiara dan Aruna.Setelah Pak Iman pulang, Chiara dan Pak Irfan mengajak Aruna untuk membeli segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk mengisi kamar Aruna. Memang, kamar yang akan ditinggali Aruna model paviliun, terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu kamar mandi dan satu dapur kecil. Dan model paviliunnya memang kosongan. Aruna sangat bersyukur, dengan harga sewa yang terlalu mahal bisa menyewa paviliun ini. Paviliun ini memang sederhana, bahkan mungkin ukurannya lebih kecil dari ukuran kamar di rumah orang tuanya dulu. Tapi paviliun ini bersih dan mampu membuat Aruna nyaman."Kamu udah nolak tinggal di rumah om, gak mau juga tinggal di apartemen mamanya Chiara, sekarang kamu gak bisa nolak lagi. Biar om dan tante yang urus semua perabot rumah kamu ini. Kamu sama Chiara tinggal pilih aja"
Pagi ini, sama seperti hari-hari sebelumnya Aruna terlihat sedang membereskan rumahnya. Selama ini memang Aruna sudah mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Semenjak Mbak Ita, mantan asisten rumah tangganya mengundurkan diri karena harus pulang kampung merawat ibunya yang sedang sakit, Aruna dan orang tuanya tidak lagi mencari asisten rumah tangga yang baru. Aruna yang menolak untum mencari asisten rumah tangga yang baru, karena Aruna pengen mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.Mendengar suara ketukan pintu rumahnya, Aruna lalu membuka pintu utama rumah tersebut."Loh paman bibi" Aruna terkejut melihat seluruh keluarga besanrnya datang pagi ini ke rumahnya. Biasanya keluarga besarnya ini tidka pernah datang berkunjung ke tumah ini. Bahkan pada hari pemakaman orang tuanya, tidak semua mereka datang. Dan yang datang hanya sebentar, setelah pemakaman mereka langsung pulang."Kita datang ke sin
Di sisi lain, di salah satu rumah mewah yang terdapat di ibu kota, terlihat seorang pria tampan yang sedang bersiap untuk berangkat ke kantor.Setelah selesai mengurus keperluannya sendiri, pria tersebut kemudian mempersiapkan bayinya yang akan dia bawa ke kantor."Maaf tuan. Apa tidak sebaiknya tuan Alarick tinggal di rumah saja? Biar kami yang mengurus tuan muda, tuan" Mbak Ria, salah satu asisten rumah tangga di rumah pria tersebut menyarankan agar bayi mungil itu ditinggalkan di rumah saja, tidak usah dibawa ke kantor tuannya."Gapapa bi. Bibi tau sendiri kan dia gak bisa ditinggal gitu aja, aku tinggal ke kamar mandi aja nangis" Tolak pria tersebut dengan halus."Tapi tuan bagaiamana dengan rapat nanti? Tuan muda bisa mengganggu" Balas mbak Ria lagi."Rekan-rekan yang lain pasti paham kok bi. Bibi tenang aja" Balas pria tersebut.Setelah menyelesaikan se
"Papa sama mama pulang hari ini kok sayang. Sampai di Jakarta sekitar jam 10 besok pagi mungkin. Kamu jemput papa sama mama ke bandara ya" Aruna masih ingat jelas perkataan papanya saat menghubunginya memberitahukan kepulangan mereka. Selama dua minggu terakhir, papa dan mama Aruna memang tidak ada di rumah. Keduanya harus berangkat ke New York untuk mengurus bisnis mereka di sana. Sebenarnya papanya sudah akan berangkat sendiri, tapi mama Aruna tidak setuju. Mama Aruna bersikeras untuk ikut berangkat ke New York. Namun, ternyata itu menjadi waktu terakhir bagi Aruna untuk mendengarkan suara papanya. Belum tiba jam 10 pagi sesuai dengan perkiraan papanya jam kedatangan kedua orang tuanya di Jakarta, Aruna kini sudah berada di bandara Soekarna Hatta. Bukan untuk menjemput orang tuanya atau untuk menunggu kedatangan orang tuanya, melainkan unt